Intelijen Inggris Buka Dokumen Soal Mata-mata Legendaris, Mata Hari
Pernah dengar kisah soal mata-mata perempuan legendaris era Perang Dunia Pertama bernama Mata Hari? Pernah bekerja untuk intelijen Prancis tapi akhirnya tewas di depan regu tembak dari negara yang sama tahun 1917 karena dianggap menjadi mata-mata untuk Jerman. Meski sudah tewas hampir satu abad lalu, namun kisah tentangnya masih mengundang rasa ingin tahu banyak orang.
Badan intelijen dalam negeri Inggris, Security Service, atau yang lebih terkenal dengan sebutan MI5, membuka dokumen soal dia pada 10 April lalu dan dimuat sejumlah media setelahnya. The Star menulis cerita dari dokumen Arsip Nasional Inggris itu pada 24 April 2014 dalam artikel berjudul Condemned spy Mata Hari glib during final interrogation: MI5 files, dan Joseph Fitsanakisi menulis cerita itu di Intelnews dengan judul MI5 releases documents on Dutch double spy Mata Hari.
Mata Hari adalah nama panggung Margaretha Geertruida Zelle, yang lahir 8 Juli 1876, di Hindia Belanda. Ayahnya Belanda, ibunya Jawa. Pada tahun 1895 ia menikah dengan Rudolf MacLeod, tentara Belanda berpangkat kapten keturunan Skotlandia yang bertugas di daerah kolonial Belanda yang sekarang menjadi Indonesia. Karena gemar mabuk dan bersikap kasar, Zelle menceraikannya. Usai perceraian itu, ia bergabung dengan grup sirkus di Paris.
Ia akhirnya menjadi sangat populer sebagai penari eksotis, posisi yang membuatnya bisa menjalin kontak dekat dengan banyak pria berpengaruh di Perancis, dan menjadi pacarnya. Salah satu pria itu adalah jutawan Émile Étienne Guimet, yang akhirnya menjadi kekasihnya hingga lama. Pada tahun 1916, Zelle diduga mulai bekerja untuk intelijen Prancis, dengan mengumpulkan informasi dari pacar-pacar Jermannya.
Namun, bulan Februari tahun berikutnya dia ditangkap oleh petugas kontra intelijen Perancis di Paris dan dituduh memata-matai atas nama Kekaisaran Jerman. Jaksa Perancis menuding Zelle menyediakan informasi intelijen taktis bagi Berlin yang itu dianggap membahayakan sekitar 50.000 tentara Prancis.
Dalam satu set dokumen yang dirilis MI5 terungkap bahwa intelijen sekutu membuntuti penari eksotis itu di beberapa negara Eropa sebelum dia ditangkap di Paris. Dokumen itu juga menyatakan bahwa saat di penjara de Saint-Lazare, di luar kota Paris, itulah Zelle mengaku telah melakukan spionase untuk dinas rahasia Jerman. Nama sandi untuk dia adalah H21. Dia juga mengaku menerima pembayaran sekitar 20.000 franc Perancis untuk jasanya. Koran-koran juga menunjukkan bahwa Zelle mengakui bahwa beberapa botol 'tinta tak terlihat' di temukan di hotelnya, yang diberikan oleh handler (atasan) Jerman-nya.
Dalam aporan terbaru yang dirlis MI5 dikatakan bahwa Mata Hari "tidak membuat pengakuan penuh" dan "tidak pernah menyerahkan nama orang" yang disebut sebagai kaki tangannya. Pengakuan ini yang membuat penulis laporan MI5 menyimpulkan bahwa ia bekerja seorang diri.
Zelle juga terlihat tidak terganggu oleh upaya interogator Perancis yang mengkonfrontir dia dengan sederet daftar nama kekasihnya, dari berbagai jengjang kepangkatan dan kebangsaan. Pacarnya beragam. Ada yang berkewarganegaraan Jerman, Prancis, Rusia, Swiss dan Spanyol. Kepada penyelidik, ia mengaku "mencintai semua perwira dan lebih suka memiliki kekasih perwira yang miskin daripada seorang bankir kaya."
Dia akhirnya dieksekusi oleh regu tembak pada 15 Oktober 1917 di sebuah lapangan di pinggiran Paris. Dokumen-dokumen disimpan dalam arsip pemerintah Prancis yang berkaitan dengan penangkapan Zelle, interogasi dan eksekusinya, masih tetap dirahasiakan.
Akademisi yang telah mempelajari sejarahnya tidak percaya Zelle memberikan informasi yang berguna bagi Jerman untuk perangnya. "Dia benar-benar tidak menyerahkan apa pun yang Anda tidak bisa temukan di koran-koran lokal di Spanyol," kata Julie Wheelwright dari City University di London, penulis The Fatal Lover: Mata Hari and the Myth of Women in Espionage.
Wheelwright mengatakan ia menjadi seorang penari eksotis setelah melarikan diri dari pernikahan yang berantakan.
Wheelwright menggambarkan Zelle sebagai "seorang wanita mandiri, janda, warga negara biasa, pelacur dan penari, yang membuatnya menjadi 'kambing hitam' sempurna untuk Prancis, yang kemudian kalah perang."
Tulisan asli dimuat di Indonesiana, Sabtu, 27 April 2019.
Badan intelijen dalam negeri Inggris, Security Service, atau yang lebih terkenal dengan sebutan MI5, membuka dokumen soal dia pada 10 April lalu dan dimuat sejumlah media setelahnya. The Star menulis cerita dari dokumen Arsip Nasional Inggris itu pada 24 April 2014 dalam artikel berjudul Condemned spy Mata Hari glib during final interrogation: MI5 files, dan Joseph Fitsanakisi menulis cerita itu di Intelnews dengan judul MI5 releases documents on Dutch double spy Mata Hari.
Mata Hari adalah nama panggung Margaretha Geertruida Zelle, yang lahir 8 Juli 1876, di Hindia Belanda. Ayahnya Belanda, ibunya Jawa. Pada tahun 1895 ia menikah dengan Rudolf MacLeod, tentara Belanda berpangkat kapten keturunan Skotlandia yang bertugas di daerah kolonial Belanda yang sekarang menjadi Indonesia. Karena gemar mabuk dan bersikap kasar, Zelle menceraikannya. Usai perceraian itu, ia bergabung dengan grup sirkus di Paris.
Ia akhirnya menjadi sangat populer sebagai penari eksotis, posisi yang membuatnya bisa menjalin kontak dekat dengan banyak pria berpengaruh di Perancis, dan menjadi pacarnya. Salah satu pria itu adalah jutawan Émile Étienne Guimet, yang akhirnya menjadi kekasihnya hingga lama. Pada tahun 1916, Zelle diduga mulai bekerja untuk intelijen Prancis, dengan mengumpulkan informasi dari pacar-pacar Jermannya.
Namun, bulan Februari tahun berikutnya dia ditangkap oleh petugas kontra intelijen Perancis di Paris dan dituduh memata-matai atas nama Kekaisaran Jerman. Jaksa Perancis menuding Zelle menyediakan informasi intelijen taktis bagi Berlin yang itu dianggap membahayakan sekitar 50.000 tentara Prancis.
Dalam satu set dokumen yang dirilis MI5 terungkap bahwa intelijen sekutu membuntuti penari eksotis itu di beberapa negara Eropa sebelum dia ditangkap di Paris. Dokumen itu juga menyatakan bahwa saat di penjara de Saint-Lazare, di luar kota Paris, itulah Zelle mengaku telah melakukan spionase untuk dinas rahasia Jerman. Nama sandi untuk dia adalah H21. Dia juga mengaku menerima pembayaran sekitar 20.000 franc Perancis untuk jasanya. Koran-koran juga menunjukkan bahwa Zelle mengakui bahwa beberapa botol 'tinta tak terlihat' di temukan di hotelnya, yang diberikan oleh handler (atasan) Jerman-nya.
Dalam aporan terbaru yang dirlis MI5 dikatakan bahwa Mata Hari "tidak membuat pengakuan penuh" dan "tidak pernah menyerahkan nama orang" yang disebut sebagai kaki tangannya. Pengakuan ini yang membuat penulis laporan MI5 menyimpulkan bahwa ia bekerja seorang diri.
Zelle juga terlihat tidak terganggu oleh upaya interogator Perancis yang mengkonfrontir dia dengan sederet daftar nama kekasihnya, dari berbagai jengjang kepangkatan dan kebangsaan. Pacarnya beragam. Ada yang berkewarganegaraan Jerman, Prancis, Rusia, Swiss dan Spanyol. Kepada penyelidik, ia mengaku "mencintai semua perwira dan lebih suka memiliki kekasih perwira yang miskin daripada seorang bankir kaya."
Dia akhirnya dieksekusi oleh regu tembak pada 15 Oktober 1917 di sebuah lapangan di pinggiran Paris. Dokumen-dokumen disimpan dalam arsip pemerintah Prancis yang berkaitan dengan penangkapan Zelle, interogasi dan eksekusinya, masih tetap dirahasiakan.
Akademisi yang telah mempelajari sejarahnya tidak percaya Zelle memberikan informasi yang berguna bagi Jerman untuk perangnya. "Dia benar-benar tidak menyerahkan apa pun yang Anda tidak bisa temukan di koran-koran lokal di Spanyol," kata Julie Wheelwright dari City University di London, penulis The Fatal Lover: Mata Hari and the Myth of Women in Espionage.
Wheelwright mengatakan ia menjadi seorang penari eksotis setelah melarikan diri dari pernikahan yang berantakan.
Wheelwright menggambarkan Zelle sebagai "seorang wanita mandiri, janda, warga negara biasa, pelacur dan penari, yang membuatnya menjadi 'kambing hitam' sempurna untuk Prancis, yang kemudian kalah perang."
Tulisan asli dimuat di Indonesiana, Sabtu, 27 April 2019.
Comments