Bencana Paket Umrah Promo
SEDARI awal Syam sudah menduga ada sesuatu yang tak beres dari penawaran umrah paket promo itu. Harganya jauh di bawah rata-rata, Rp 14,3 juta. Meski sempat bertanya-tanya, pensiunan pegawai bank ini tak bisa mengelak ketika istrinya mendesaknya. Warga Ciputat, Banten, ini pun mendaftar umrah ke PT First Travel pada Desember 2015.
Pasangan ini dijanjikan berangkat ke Tanah Suci setahun kemudian. Ketika tenggat tiba, Syam dan istri tak kunjung diberangkatkan. Syam lantas bertanya ke kantor biro travel itu. Tapi agennya sulit dihubungi. Ia pun mendatangi First Travel Building di Jalan Radar AURI Nomor 1, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Di sana, Syam mendapat jawaban bahwa keberangkatannya ditunda tanpa kejelasan waktu. Pada 21 Juli lalu, Satuan Tugas Waspada Investasi mengumumkan penghentian program "umrah murah" tersebut. Apa yang dikhawatirkan Syam pun menjadi kenyataan. "Saya minta uang saya kembali," kata pria 58 tahun itu ketika ditemui di kantor First Travel, Cimanggis, Jumat pekan lalu.
Syam adalah satu dari ribuan anggota jemaah First Travel yang belum diberangkatkan. Kementerian Agama-yang memberikan izin penyelenggaraan umrah-tak punya angka pasti berapa jumlah anggota jemaah First Travel yang gagal berangkat. Sebab, perusahaan itu tak memberikan data meski sudah berkali-kali dimintai Kementerian.
Berdasarkan data pengaduan ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, ada sekitar 17 ribu anggota jemaah First Travel yang belum diberangkatkan. Koordinator Tim Advokasi dan Hukum Komisi Nasional Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, memperkirakan jumlahnya 25 ribu. Tapi ada agen yang menaksir jumlah sebenarnya sekitar 40 ribu.
Besarnya jumlah anggota jemaah yang mengadu membuat Satgas Waspada Investasi meminta klarifikasi kepada First Travel. Gugus tugas ini berisi wakil sejumlah kementerian dan lembaga yang dipimpin pejabat Otoritas Jasa Keuangan. Setelah mendapat klarifikasi, Satgas memutuskan menghentikan program promo umrah First Travel. Keputusan itu diikuti pencabutan izin First Travel oleh Kementerian Agama pada Selasa pekan lalu.
***
FIRST Travel mengawali bisnisnya dengan bendera CV First Karya Utama pada 1 Juli 2009. Biro perjalanan ini awalnya hanya menawarkan paket perjalanan wisata domestik dan internasional untuk perorangan dan perusahaan. Baru pada 2011 perusahaan ini merambah bisnis perjalanan umrah di bawah bendera PT First Anugerah Karya Wisata.
Biro travel ini menjual tiga paket umrah: VIP, reguler, dan promo. Dari ketiga paket itu, yang paling menyedot minat banyak orang adalah paket promo. Pada 2016, paket VIP dibanderol Rp 54 juta. Paket reguler berkisar Rp 25-27 juta. Adapun paket promo hanya Rp 14,3 juta.
Kementerian Agama mencium masalah di First Travel sejak awal Desember 2015. Menurut Muhajirin Yanis, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, saat itu ada 200 anggota jemaah umrah reguler First Travel yang mengadu.
Jemaah mengeluh karena fasilitas yang diterima tak sesuai dengan yang dijanjikan First Travel. Penginapan, misalnya. Janjinya hotel bintang empat, kenyataannya hotel bintang tiga. Pelayanan yang mereka terima juga sama dengan paket promo.
Kementerian Agama mempertemukan jemaah itu dengan pemilik yang juga Direktur Utama First Travel, Andika Surachman. "Kala itu First Travel kooperatif. Masalah selesai dengan kompensasi," ujar Muhajirin, Rabu pekan lalu.
Setahun kemudian, masalah baru muncul lagi. Sejak Maret sampai awal April, Kementerian Agama menerima laporan ada ratusan anggota jemaah First Travel yang tiba di Bandar Udara Soekarno-Hatta tapi tak jadi berangkat ke Tanah Suci. "Mereka sempat berpindah-pindah hotel," kata Muhajirin. Kementerian lalu melakukan mediasi. Para anggota jemaah itu akhirnya diberangkatkan.
Ternyata kejadian pada awal April itu bukan masalah terakhir. Beberapa hari kemudian, Kementerian Agama mendapat laporan bahwa ratusan orang tiba di bandara tapi tak kunjung diberangkatkan. Kementerian kembali mengundang First Travel. Andika menghadiri undangan pada 18 April itu.
Di depan pejabat Kementerian dan perwakilan jemaah, Andika mengatakan ada sejumlah kendala. "Dia beralasan kesulitan mengurus visa," ujar Muhajirin. Di akhir pertemuan, Andika berjanji memberangkatkan jemaah.
Waktu itu Kementerian juga mempertanyakan tindakan First Travel yang meminta penambahan biaya Rp 2,5 juta bagi jemaah paket promo agar bisa segera berangkat. Kata Andika, penambahan dana itu untuk menambal kenaikan harga pesawat yang memasuki musim padat. Alasan dia, kursi pesawat semakin sedikit karena banyak dipakai untuk paket umrah reguler. Andika pun berjanji mencarter pesawat khusus.
Melihat ada peluang untuk berangkat, anggota jemaah berbondong-bondong menyetorkan uang tambahan. Faktanya, yang menyetorkan dana tambahan pun tak otomatis diberangkatkan. "Kami juga tak melihat dia mencarter pesawat seperti yang dijanjikan," kata Muhajirin.
Untuk menjelaskan soal jemaah yang ditunda pemberangkatannya ini, manajemen First Travel menggelar konferensi pers pada 22 April. Andika Surachman meminta calon jemaahnya tenang. "Jangan panik dan terprovokasi oleh pemberitaan selama ini," ujarnya.
Wakil Direktur First Travel Annisa Hasibuan menyatakan yang mengalami kendala pemberangkatan adalah yang ikut program promo. Sesuai dengan ketentuan, harga dan jadwal keberangkatan untuk peserta paket ini bisa berubah sewaktu-waktu. Ia meyakinkan calon jemaahnya bahwa penjadwalan ulang ini tak terjadi setiap waktu. "Boleh dicek kredibilitas kami."
Untuk mengklarifikasi sejumlah soal ini, Kementerian kembali memanggil First Travel untuk bertemu pada 22 Mei. Pertemuan batal karena biro travel itu mengirim pengacara yang tak membawa surat kuasa. Rencana pertemuan 24 Mei juga tak terlaksana karena First Travel mengaku belum menerima undangan.
Andika Surachman mendatangi Kementerian Agama pada 2 Juni. Kebetulan kala itu ada anggota jemaah asal Bengkulu yang tak jadi berangkat. Kementerian sekalian mempertemukan mereka dengan Andika. Dalam pertemuan itu, Andika menawarkan dua opsi: jemaah tetap berangkat atau menarik dananya kembali (refund). "Kami meminta dia melaporkan data jumlah jemaah yang belum berangkat dan bagaimana rencana pemberangkatannya," ujar Muhajirin.
Pertemuan berikutnya dijadwalkan 10 Juli lalu. Pada hari-H, sampai pukul 14.00, hanya wakil jemaah yang datang. Sedangkan First Travel cuma mengutus pengantar surat. Muhajirin terkejut ketika membuka surat yang dikirim First Travel ternyata tak ada isinya alias kosong. "Itu tanda manajemen tak bagus. Pekerjaannya buru-buru," kata Muhajirin. Sekitar pukul 16.00, ketika rapat hampir kelar, utusan First Travel kembali datang mengantar surat. Isi surat menyatakan pimpinan First Travel tak bisa datang.
Rapat tetap berjalan tanpa kehadiran First Travel. "First Travel harus mengembalikan dana jemaah 100 persen. Bagi yang tidak refund, ada kepastian jadwal keberangkatan," ujar Mustolih Siradj, Koordinator Tim Advokasi dan Hukum Komisi Nasional Haji dan Umrah, mengutip kesimpulan rapat itu. Hasil rapat itu disampaikan Kementerian Agama kepada PT First Travel.
Karena kasusnya terus bergulir, Satgas Waspada Investasi memanggil Fisrt Travel. Pada 18 Juli lalu, Andika datang ke Sekretariat Satgas di Gedung Soemitro Djojohadikusumo, Lapangan Banteng, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Andika tak menjelaskan apa sebenarnya kesulitan yang dihadapi. Namun First Travel setuju menghentikan pendaftaran jemaah umrah baru untuk program promo.
"First Travel juga berjanji memberangkatkan jemaah umrah setelah musim haji, yaitu November dan Desember 2017," kata Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing. Bagi anggota jemaah yang meminta pengembalian dana, First Travel berjanji menyelesaikannya dalam waktu 30-90 hari kerja.
Menurut Muhajirin, tarif promo yang ditawarkan First Travel bahkan tak cukup untuk membiayai tiket pesawat Jakarta-Arab Saudi pergi-pulang yang berkisar Rp 10-11 juta dan akomodasi selama di Mekah-Madinah sekitar Rp 5 juta. Itu belum termasuk komponen pengurusan visa, biaya perlengkapan, dan pendamping jemaah. Muhajirin mengaku pernah menanyakan kalkulasi bisnis First Travel pada pertemuan 18 April lalu. Namun manajemen First Travel menolak menjelaskan dengan alasan, "Itu strategi marketing."
Muhajirin menduga First Travel bisa memberangkatkan sebagian jemaah umrah paket promo dengan biaya pendaftar umrah berikutnya. "Masalah besar akan dihadapi pendaftar terakhir. Itulah dugaan kami," ujar Muhajirin.
Kementerian Agama sebelumnya berkampanye agar calon jemaah tak tergiur paket umrah berbiaya murah. Tapi kampanye itu kalah oleh strategi promosi yang menyasar anggota keluarga atau orang dekat jemaah. Begitu ada yang bisa berangkat umrah dengan biaya promo, berita itu tersebar dari mulut ke mulut sehingga menarik minat yang lain.
Promosi "keluarga dekat" itu pula yang membuat Syam dan istrinya tergiur. "Istri saya tertarik karena ada anak teman saya yang bisa pergi umrah dengan paket promo itu," kata Syam.
Setelah Satgas Waspada Investasi mengumumkan penghentian pendaftaran umrah, kantor-kantor perwakilan First Travel dibanjiri calon anggota jemaah yang meminta pengembalian dana mereka. Kantor First Travel di GKM Green Tower Lantai 16 Jalan T.B. Simatupang, Jakarta, misalnya, Jumat pekan lalu ramai oleh calon anggota jemaah yang meminta uangnya kembali. Sempat terjadi insiden kecil ketika seorang calon anggota jemaah, Suryadi, tak mendapatkan kembali uangnya. Petugas First Travel beralasan klaim Suryadi belum sampai 90 hari.
Permintaan refund juga terjadi di sejumlah perwakilan First Travel di daerah. Salah satunya di Ruko Pondok Mutiara K2-B, Sidoarjo, Jawa Timur. Kepala First Travel Sidoarjo Rudi Hermandi mengatakan sedikitnya ada 4.000 anggota jemaah umrah yang mendaftar di sana. Separuhnya sudah diberangkatkan. Sisanya, menurut Rudi, menunggu jadwal pemberangkatan.
Tak semua anggota jemaah First Travel sabar menunggu pengembalian dana. Menurut Mustolih Siradj, ada sejumlah anggota jemaah yang mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Depok dan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebagian anggota jemaah juga melapor ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Situasinya semakin rumit," ujar Mustolih.
Tak lama setelah keluar keputusan Satgas Waspada Investasi, Kementerian Agama pun mengeluarkan surat pencabutan izin umrah First Travel tertanggal 1 Juli lalu. Kementerian menilai First Travel melanggar Pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, yaitu larangan menelantarkan jemaah umrah yang menyebabkannya gagal berangkat ke Arab Saudi.
Manajemen First Travel tak tinggal diam. "Kami akan melakukan upaya hukum," kata Deski, anggota tim legal First Travel. Dalam waktu dekat, menurut Deski, First Travel akan mengirim surat sanggahan dan meminta Kementerian Agama kembali memberikan kepercayaan kepada mereka untuk memberangkatkan jemaah umrah.
Abdul Manan, Syailendra Persada, Ahmad Faiz (jakarta), Nurhadi (sidoarjo)
Majalah Tempo, Rubrik Hukum, 7 Agustus 2017
Pasangan ini dijanjikan berangkat ke Tanah Suci setahun kemudian. Ketika tenggat tiba, Syam dan istri tak kunjung diberangkatkan. Syam lantas bertanya ke kantor biro travel itu. Tapi agennya sulit dihubungi. Ia pun mendatangi First Travel Building di Jalan Radar AURI Nomor 1, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Di sana, Syam mendapat jawaban bahwa keberangkatannya ditunda tanpa kejelasan waktu. Pada 21 Juli lalu, Satuan Tugas Waspada Investasi mengumumkan penghentian program "umrah murah" tersebut. Apa yang dikhawatirkan Syam pun menjadi kenyataan. "Saya minta uang saya kembali," kata pria 58 tahun itu ketika ditemui di kantor First Travel, Cimanggis, Jumat pekan lalu.
Syam adalah satu dari ribuan anggota jemaah First Travel yang belum diberangkatkan. Kementerian Agama-yang memberikan izin penyelenggaraan umrah-tak punya angka pasti berapa jumlah anggota jemaah First Travel yang gagal berangkat. Sebab, perusahaan itu tak memberikan data meski sudah berkali-kali dimintai Kementerian.
Berdasarkan data pengaduan ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, ada sekitar 17 ribu anggota jemaah First Travel yang belum diberangkatkan. Koordinator Tim Advokasi dan Hukum Komisi Nasional Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, memperkirakan jumlahnya 25 ribu. Tapi ada agen yang menaksir jumlah sebenarnya sekitar 40 ribu.
Besarnya jumlah anggota jemaah yang mengadu membuat Satgas Waspada Investasi meminta klarifikasi kepada First Travel. Gugus tugas ini berisi wakil sejumlah kementerian dan lembaga yang dipimpin pejabat Otoritas Jasa Keuangan. Setelah mendapat klarifikasi, Satgas memutuskan menghentikan program promo umrah First Travel. Keputusan itu diikuti pencabutan izin First Travel oleh Kementerian Agama pada Selasa pekan lalu.
***
FIRST Travel mengawali bisnisnya dengan bendera CV First Karya Utama pada 1 Juli 2009. Biro perjalanan ini awalnya hanya menawarkan paket perjalanan wisata domestik dan internasional untuk perorangan dan perusahaan. Baru pada 2011 perusahaan ini merambah bisnis perjalanan umrah di bawah bendera PT First Anugerah Karya Wisata.
Biro travel ini menjual tiga paket umrah: VIP, reguler, dan promo. Dari ketiga paket itu, yang paling menyedot minat banyak orang adalah paket promo. Pada 2016, paket VIP dibanderol Rp 54 juta. Paket reguler berkisar Rp 25-27 juta. Adapun paket promo hanya Rp 14,3 juta.
Kementerian Agama mencium masalah di First Travel sejak awal Desember 2015. Menurut Muhajirin Yanis, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, saat itu ada 200 anggota jemaah umrah reguler First Travel yang mengadu.
Jemaah mengeluh karena fasilitas yang diterima tak sesuai dengan yang dijanjikan First Travel. Penginapan, misalnya. Janjinya hotel bintang empat, kenyataannya hotel bintang tiga. Pelayanan yang mereka terima juga sama dengan paket promo.
Kementerian Agama mempertemukan jemaah itu dengan pemilik yang juga Direktur Utama First Travel, Andika Surachman. "Kala itu First Travel kooperatif. Masalah selesai dengan kompensasi," ujar Muhajirin, Rabu pekan lalu.
Setahun kemudian, masalah baru muncul lagi. Sejak Maret sampai awal April, Kementerian Agama menerima laporan ada ratusan anggota jemaah First Travel yang tiba di Bandar Udara Soekarno-Hatta tapi tak jadi berangkat ke Tanah Suci. "Mereka sempat berpindah-pindah hotel," kata Muhajirin. Kementerian lalu melakukan mediasi. Para anggota jemaah itu akhirnya diberangkatkan.
Ternyata kejadian pada awal April itu bukan masalah terakhir. Beberapa hari kemudian, Kementerian Agama mendapat laporan bahwa ratusan orang tiba di bandara tapi tak kunjung diberangkatkan. Kementerian kembali mengundang First Travel. Andika menghadiri undangan pada 18 April itu.
Di depan pejabat Kementerian dan perwakilan jemaah, Andika mengatakan ada sejumlah kendala. "Dia beralasan kesulitan mengurus visa," ujar Muhajirin. Di akhir pertemuan, Andika berjanji memberangkatkan jemaah.
Waktu itu Kementerian juga mempertanyakan tindakan First Travel yang meminta penambahan biaya Rp 2,5 juta bagi jemaah paket promo agar bisa segera berangkat. Kata Andika, penambahan dana itu untuk menambal kenaikan harga pesawat yang memasuki musim padat. Alasan dia, kursi pesawat semakin sedikit karena banyak dipakai untuk paket umrah reguler. Andika pun berjanji mencarter pesawat khusus.
Melihat ada peluang untuk berangkat, anggota jemaah berbondong-bondong menyetorkan uang tambahan. Faktanya, yang menyetorkan dana tambahan pun tak otomatis diberangkatkan. "Kami juga tak melihat dia mencarter pesawat seperti yang dijanjikan," kata Muhajirin.
Untuk menjelaskan soal jemaah yang ditunda pemberangkatannya ini, manajemen First Travel menggelar konferensi pers pada 22 April. Andika Surachman meminta calon jemaahnya tenang. "Jangan panik dan terprovokasi oleh pemberitaan selama ini," ujarnya.
Wakil Direktur First Travel Annisa Hasibuan menyatakan yang mengalami kendala pemberangkatan adalah yang ikut program promo. Sesuai dengan ketentuan, harga dan jadwal keberangkatan untuk peserta paket ini bisa berubah sewaktu-waktu. Ia meyakinkan calon jemaahnya bahwa penjadwalan ulang ini tak terjadi setiap waktu. "Boleh dicek kredibilitas kami."
Untuk mengklarifikasi sejumlah soal ini, Kementerian kembali memanggil First Travel untuk bertemu pada 22 Mei. Pertemuan batal karena biro travel itu mengirim pengacara yang tak membawa surat kuasa. Rencana pertemuan 24 Mei juga tak terlaksana karena First Travel mengaku belum menerima undangan.
Andika Surachman mendatangi Kementerian Agama pada 2 Juni. Kebetulan kala itu ada anggota jemaah asal Bengkulu yang tak jadi berangkat. Kementerian sekalian mempertemukan mereka dengan Andika. Dalam pertemuan itu, Andika menawarkan dua opsi: jemaah tetap berangkat atau menarik dananya kembali (refund). "Kami meminta dia melaporkan data jumlah jemaah yang belum berangkat dan bagaimana rencana pemberangkatannya," ujar Muhajirin.
Pertemuan berikutnya dijadwalkan 10 Juli lalu. Pada hari-H, sampai pukul 14.00, hanya wakil jemaah yang datang. Sedangkan First Travel cuma mengutus pengantar surat. Muhajirin terkejut ketika membuka surat yang dikirim First Travel ternyata tak ada isinya alias kosong. "Itu tanda manajemen tak bagus. Pekerjaannya buru-buru," kata Muhajirin. Sekitar pukul 16.00, ketika rapat hampir kelar, utusan First Travel kembali datang mengantar surat. Isi surat menyatakan pimpinan First Travel tak bisa datang.
Rapat tetap berjalan tanpa kehadiran First Travel. "First Travel harus mengembalikan dana jemaah 100 persen. Bagi yang tidak refund, ada kepastian jadwal keberangkatan," ujar Mustolih Siradj, Koordinator Tim Advokasi dan Hukum Komisi Nasional Haji dan Umrah, mengutip kesimpulan rapat itu. Hasil rapat itu disampaikan Kementerian Agama kepada PT First Travel.
Karena kasusnya terus bergulir, Satgas Waspada Investasi memanggil Fisrt Travel. Pada 18 Juli lalu, Andika datang ke Sekretariat Satgas di Gedung Soemitro Djojohadikusumo, Lapangan Banteng, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Andika tak menjelaskan apa sebenarnya kesulitan yang dihadapi. Namun First Travel setuju menghentikan pendaftaran jemaah umrah baru untuk program promo.
"First Travel juga berjanji memberangkatkan jemaah umrah setelah musim haji, yaitu November dan Desember 2017," kata Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing. Bagi anggota jemaah yang meminta pengembalian dana, First Travel berjanji menyelesaikannya dalam waktu 30-90 hari kerja.
Menurut Muhajirin, tarif promo yang ditawarkan First Travel bahkan tak cukup untuk membiayai tiket pesawat Jakarta-Arab Saudi pergi-pulang yang berkisar Rp 10-11 juta dan akomodasi selama di Mekah-Madinah sekitar Rp 5 juta. Itu belum termasuk komponen pengurusan visa, biaya perlengkapan, dan pendamping jemaah. Muhajirin mengaku pernah menanyakan kalkulasi bisnis First Travel pada pertemuan 18 April lalu. Namun manajemen First Travel menolak menjelaskan dengan alasan, "Itu strategi marketing."
Muhajirin menduga First Travel bisa memberangkatkan sebagian jemaah umrah paket promo dengan biaya pendaftar umrah berikutnya. "Masalah besar akan dihadapi pendaftar terakhir. Itulah dugaan kami," ujar Muhajirin.
Kementerian Agama sebelumnya berkampanye agar calon jemaah tak tergiur paket umrah berbiaya murah. Tapi kampanye itu kalah oleh strategi promosi yang menyasar anggota keluarga atau orang dekat jemaah. Begitu ada yang bisa berangkat umrah dengan biaya promo, berita itu tersebar dari mulut ke mulut sehingga menarik minat yang lain.
Promosi "keluarga dekat" itu pula yang membuat Syam dan istrinya tergiur. "Istri saya tertarik karena ada anak teman saya yang bisa pergi umrah dengan paket promo itu," kata Syam.
Setelah Satgas Waspada Investasi mengumumkan penghentian pendaftaran umrah, kantor-kantor perwakilan First Travel dibanjiri calon anggota jemaah yang meminta pengembalian dana mereka. Kantor First Travel di GKM Green Tower Lantai 16 Jalan T.B. Simatupang, Jakarta, misalnya, Jumat pekan lalu ramai oleh calon anggota jemaah yang meminta uangnya kembali. Sempat terjadi insiden kecil ketika seorang calon anggota jemaah, Suryadi, tak mendapatkan kembali uangnya. Petugas First Travel beralasan klaim Suryadi belum sampai 90 hari.
Permintaan refund juga terjadi di sejumlah perwakilan First Travel di daerah. Salah satunya di Ruko Pondok Mutiara K2-B, Sidoarjo, Jawa Timur. Kepala First Travel Sidoarjo Rudi Hermandi mengatakan sedikitnya ada 4.000 anggota jemaah umrah yang mendaftar di sana. Separuhnya sudah diberangkatkan. Sisanya, menurut Rudi, menunggu jadwal pemberangkatan.
Tak semua anggota jemaah First Travel sabar menunggu pengembalian dana. Menurut Mustolih Siradj, ada sejumlah anggota jemaah yang mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Depok dan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebagian anggota jemaah juga melapor ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Situasinya semakin rumit," ujar Mustolih.
Tak lama setelah keluar keputusan Satgas Waspada Investasi, Kementerian Agama pun mengeluarkan surat pencabutan izin umrah First Travel tertanggal 1 Juli lalu. Kementerian menilai First Travel melanggar Pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, yaitu larangan menelantarkan jemaah umrah yang menyebabkannya gagal berangkat ke Arab Saudi.
Manajemen First Travel tak tinggal diam. "Kami akan melakukan upaya hukum," kata Deski, anggota tim legal First Travel. Dalam waktu dekat, menurut Deski, First Travel akan mengirim surat sanggahan dan meminta Kementerian Agama kembali memberikan kepercayaan kepada mereka untuk memberangkatkan jemaah umrah.
Abdul Manan, Syailendra Persada, Ahmad Faiz (jakarta), Nurhadi (sidoarjo)
Majalah Tempo, Rubrik Hukum, 7 Agustus 2017
Comments