Jejak Relawan di Balik Sengketa
SIHOL Manullang tak mencoba menutupi perannya sebagai orang yang mendapat "tugas khusus" dari Cedrus Investment Limited. Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara-JP) ini terang-terangan mewakili kepentingan perusahaan yang sedang diselidiki Markas Besar Kepolisian RI itu.
"Saya diberi tugas khusus di luar pengadilan," kata Sihol, Jumat pekan lalu. Namun Sihol menolak tugas khusus itu dikaitkan dengan posisinya sebagai relawan pendukung Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden 2014. "Tak ada hubungannya. Ini karena dia ingin mencari penyelesaian."
Berkantor pusat di Hong Kong, Cedrus Investment dikelola pria berkebangsaan Swiss, Rani T. Jarkas. Pengusaha kelahiran Medan, Harun Abidin, melaporkan Jarkas ke polisi dengan tuduhan penggelapan. Dalam laporan tanggal 13 November 2015, Harun menyebutkan aset dan saham yang dia titipkan untuk dikelola Cedrus-nilainya sekitar US$ 22 juta-berganti kepemilikan.
Kepada polisi, Harun melaporkan bahwa kasus ini bermula dari kerja sama bisnis dia dengan Jarkas pada 2012. Untuk modal investasi, Harun menyerahkan saham dia di sejumlah perusahaan yang nilainya sekitar US$ 22 juta. Dari investasi itu, Harun pernah mendapat keuntungan sekitar US$ 2 juta.
Belakangan, Harun menemukan sesuatu yang tak beres: saham dia sekitar US$ 20 juta beralih kepemilikan. Harun menuduh Jarkas menggelapkan saham itu. "Tapi itu baru versi Harun. Nanti kami dalami lagi," kata Direktur Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Agung Setya.
Atas dasar laporan Harun, pada Desember 2015, polisi membekukan saham PT Cakra Mineral Tbk. Ketika ditemui Tempo pada Kamis dua pekan lalu, Harun tak mau berkomentar tentang kasus yang sudah dia laporkan ke polisi.
Pengacara Jarkas, Iim Abdul Halim, punya versi berbeda mengenai kasus ini. Menurut Iim, Harun mengajukan diri menjadi klien Cedrus pada 9 Januari 2012. Rekening atas nama Harun pun dibuka pada 16 Maret 2016. Pada tanggal yang sama, Harun menandatangani surat perjanjian sanggup bayar kepada Cedrus. Surat serupa juga pernah diteken Harun pada Maret 2015.
Memperkuat penjelasan Iim, Sihol menunjukkan dokumen berisi kesediaan Harun membeli lagi saham-saham yang dia agunkan ke Cedrus sebelum 1 Desember 2015. "Ada apa dia melapor polisi sebelum tanggal itu?" ujar Sihol.
Ihwal klaim Harun bahwa ia menitipkan uang dan saham senilai US$ 22 juta, Iim mengatakan, "Sampai sekarang saya belum melihat dokumennya." Sebaliknya, menurut Iim, Harun yang punya utang sekitar US$ 300 ribu kepada Cedrus. "Kalau itu ada bukti dokumennya," kata Iim.
Iim juga menuduh Harun tak mematuhi kesepakatan bahwa sengketa investasi itu akan diselesaikan dengan hukum Cayman Islands. Sementara Harun melapor ke Markas Besar Polri, pada Januari 2016, Jarkas menggugat Harun secara perdata di Cayman Islands. "Kasusnya sedang jalan," kata Iim.
Sembari menggugat balik Harun, Cedrus meminta bantuan Sihol. Jarkas membuat surat kuasa untuk Sihol pada 17 Juni 2016. Dalam surat berlogo Cedrus Investment Limited itu, Jarkas memberi kuasa khusus kepada Sihol untuk mewakili Cedrus di luar pengadilan. Tugas khusus Sihol terutama berkaitan dengan pencabutan pembekuan saham yang diserahkan Harun kepada Cedrus.
Setelah menerima surat kuasa khusus, Sihol langsung bergerak. Pada 20 Juni 2016, ia melapor ke Komisi III DPR. Menurut Sihol, langkah polisi membekukan aset Cedrus mengancam iklim investasi Indonesia. "Saya melapor bersama perwakilan Cedrus di Indonesia," kata Sihol.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco, membenarkan telah menerima pengaduan Sihol. Dasco mengaku mendampingi Ketua Komisi III Bambang Soesatyo ketika Sihol datang melapor.
Sufmi Dasco pula yang mempertanyakan perkara ini dalam rapat dengar pendapat dengan Kepala Kepolisian RI Tito Karnavian pada 21 Juni lalu. Waktu itu Dasco mengatakan ada pengusaha Indonesia yang meminjam uang dari Cedrus dengan agunan saham. Bukannya membayar pinjaman, pengusaha itu malah mengadukan Cedrus ke polisi. Dasco mempertanyakan sikap polisi yang tak memanggil terlapor tapi sudah membekukan saham yang jadi agunan. "Karena menyangkut mitra Komisi III, saya sampaikan hal itu ke Pak Tito," kata Dasco.
Sihol tak hanya mengadu ke DPR. Ia melaporkan kasus ini ke Presiden Joko Widodo di sela-sela pertemuan dengan para relawan di Istana Negara, 24 Juni lalu. "Saya sudah sampaikan urusan ini ke Presiden. Beliau mengatakan akan dipelajari," kata Sihol.
Hari itu, ada sejumlah kelompok relawan yang diundang. Ketua Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer, termasuk yang datang. Menurut Immanuel, dalam pertemuan sekitar satu jam itu, Jokowi bertanya tentang apa yang dikerjakan relawan saat ini. Presiden juga menanyakan apakah pelaksanaan program Nawacita-sembilan agenda prioritas pemerintah Jokowi-menemukan hambatan di lapangan. "Tapi tak ada pembicaraan soal Cedrus," kata Immanuel, Jumat pekan lalu.
Seusai pertemuan, Immanuel memang melihat Sihol menyerahkan dokumen kepada Presiden. "Kata Bang Sihol, itu berkaitan dengan investor Hong Kong yang diproses polisi," ucap Immanuel. Namun, Immanuel tak mendengar apa yang disampaikan Presiden ketika Sihol menyerahkan laporan itu.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, yang juga menghadiri pertemuan dengan relawan itu, mengaku tak melihat Sihol menyampaikan sesuatu kepada Presiden. "Kalaupun ada, mungkin saja setelah acara pertemuan kelar." Yang jelas, kata Teten, hari itu tak ada agenda pertemuan khusus Sihol dengan Presiden. "Itu pertemuan terbuka dengan semua relawan."
Manuver Cedrus belum menghentikan langkah polisi menyelidiki kasus ini. "Kami jalan terus," kata Brigadir Jenderal Agung Setya, Senin pekan lalu. Sejauh ini Jarkas belum memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri. Padahal polisi sudah tiga kali melayangkan surat panggilan, termasuk ke alamat kantor Jarkas di Grand Pavilion, 802 West Bay Road, Cayman Islands.
Menurut Agung, lewat pengacaranya, Jarkas mengabari bahwa dia sedang sakit dan tak mungkin datang ke Indonesia. "Kami akan memeriksa dia di Hong Kong," kata Agung.
Abdul Manan
Dimuat di Majalah Tempo edisi 3 Oktober 2016
"Saya diberi tugas khusus di luar pengadilan," kata Sihol, Jumat pekan lalu. Namun Sihol menolak tugas khusus itu dikaitkan dengan posisinya sebagai relawan pendukung Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden 2014. "Tak ada hubungannya. Ini karena dia ingin mencari penyelesaian."
Berkantor pusat di Hong Kong, Cedrus Investment dikelola pria berkebangsaan Swiss, Rani T. Jarkas. Pengusaha kelahiran Medan, Harun Abidin, melaporkan Jarkas ke polisi dengan tuduhan penggelapan. Dalam laporan tanggal 13 November 2015, Harun menyebutkan aset dan saham yang dia titipkan untuk dikelola Cedrus-nilainya sekitar US$ 22 juta-berganti kepemilikan.
Kepada polisi, Harun melaporkan bahwa kasus ini bermula dari kerja sama bisnis dia dengan Jarkas pada 2012. Untuk modal investasi, Harun menyerahkan saham dia di sejumlah perusahaan yang nilainya sekitar US$ 22 juta. Dari investasi itu, Harun pernah mendapat keuntungan sekitar US$ 2 juta.
Belakangan, Harun menemukan sesuatu yang tak beres: saham dia sekitar US$ 20 juta beralih kepemilikan. Harun menuduh Jarkas menggelapkan saham itu. "Tapi itu baru versi Harun. Nanti kami dalami lagi," kata Direktur Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Agung Setya.
Atas dasar laporan Harun, pada Desember 2015, polisi membekukan saham PT Cakra Mineral Tbk. Ketika ditemui Tempo pada Kamis dua pekan lalu, Harun tak mau berkomentar tentang kasus yang sudah dia laporkan ke polisi.
Pengacara Jarkas, Iim Abdul Halim, punya versi berbeda mengenai kasus ini. Menurut Iim, Harun mengajukan diri menjadi klien Cedrus pada 9 Januari 2012. Rekening atas nama Harun pun dibuka pada 16 Maret 2016. Pada tanggal yang sama, Harun menandatangani surat perjanjian sanggup bayar kepada Cedrus. Surat serupa juga pernah diteken Harun pada Maret 2015.
Memperkuat penjelasan Iim, Sihol menunjukkan dokumen berisi kesediaan Harun membeli lagi saham-saham yang dia agunkan ke Cedrus sebelum 1 Desember 2015. "Ada apa dia melapor polisi sebelum tanggal itu?" ujar Sihol.
Ihwal klaim Harun bahwa ia menitipkan uang dan saham senilai US$ 22 juta, Iim mengatakan, "Sampai sekarang saya belum melihat dokumennya." Sebaliknya, menurut Iim, Harun yang punya utang sekitar US$ 300 ribu kepada Cedrus. "Kalau itu ada bukti dokumennya," kata Iim.
Iim juga menuduh Harun tak mematuhi kesepakatan bahwa sengketa investasi itu akan diselesaikan dengan hukum Cayman Islands. Sementara Harun melapor ke Markas Besar Polri, pada Januari 2016, Jarkas menggugat Harun secara perdata di Cayman Islands. "Kasusnya sedang jalan," kata Iim.
Sembari menggugat balik Harun, Cedrus meminta bantuan Sihol. Jarkas membuat surat kuasa untuk Sihol pada 17 Juni 2016. Dalam surat berlogo Cedrus Investment Limited itu, Jarkas memberi kuasa khusus kepada Sihol untuk mewakili Cedrus di luar pengadilan. Tugas khusus Sihol terutama berkaitan dengan pencabutan pembekuan saham yang diserahkan Harun kepada Cedrus.
Setelah menerima surat kuasa khusus, Sihol langsung bergerak. Pada 20 Juni 2016, ia melapor ke Komisi III DPR. Menurut Sihol, langkah polisi membekukan aset Cedrus mengancam iklim investasi Indonesia. "Saya melapor bersama perwakilan Cedrus di Indonesia," kata Sihol.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco, membenarkan telah menerima pengaduan Sihol. Dasco mengaku mendampingi Ketua Komisi III Bambang Soesatyo ketika Sihol datang melapor.
Sufmi Dasco pula yang mempertanyakan perkara ini dalam rapat dengar pendapat dengan Kepala Kepolisian RI Tito Karnavian pada 21 Juni lalu. Waktu itu Dasco mengatakan ada pengusaha Indonesia yang meminjam uang dari Cedrus dengan agunan saham. Bukannya membayar pinjaman, pengusaha itu malah mengadukan Cedrus ke polisi. Dasco mempertanyakan sikap polisi yang tak memanggil terlapor tapi sudah membekukan saham yang jadi agunan. "Karena menyangkut mitra Komisi III, saya sampaikan hal itu ke Pak Tito," kata Dasco.
Sihol tak hanya mengadu ke DPR. Ia melaporkan kasus ini ke Presiden Joko Widodo di sela-sela pertemuan dengan para relawan di Istana Negara, 24 Juni lalu. "Saya sudah sampaikan urusan ini ke Presiden. Beliau mengatakan akan dipelajari," kata Sihol.
Hari itu, ada sejumlah kelompok relawan yang diundang. Ketua Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer, termasuk yang datang. Menurut Immanuel, dalam pertemuan sekitar satu jam itu, Jokowi bertanya tentang apa yang dikerjakan relawan saat ini. Presiden juga menanyakan apakah pelaksanaan program Nawacita-sembilan agenda prioritas pemerintah Jokowi-menemukan hambatan di lapangan. "Tapi tak ada pembicaraan soal Cedrus," kata Immanuel, Jumat pekan lalu.
Seusai pertemuan, Immanuel memang melihat Sihol menyerahkan dokumen kepada Presiden. "Kata Bang Sihol, itu berkaitan dengan investor Hong Kong yang diproses polisi," ucap Immanuel. Namun, Immanuel tak mendengar apa yang disampaikan Presiden ketika Sihol menyerahkan laporan itu.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, yang juga menghadiri pertemuan dengan relawan itu, mengaku tak melihat Sihol menyampaikan sesuatu kepada Presiden. "Kalaupun ada, mungkin saja setelah acara pertemuan kelar." Yang jelas, kata Teten, hari itu tak ada agenda pertemuan khusus Sihol dengan Presiden. "Itu pertemuan terbuka dengan semua relawan."
Manuver Cedrus belum menghentikan langkah polisi menyelidiki kasus ini. "Kami jalan terus," kata Brigadir Jenderal Agung Setya, Senin pekan lalu. Sejauh ini Jarkas belum memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri. Padahal polisi sudah tiga kali melayangkan surat panggilan, termasuk ke alamat kantor Jarkas di Grand Pavilion, 802 West Bay Road, Cayman Islands.
Menurut Agung, lewat pengacaranya, Jarkas mengabari bahwa dia sedang sakit dan tak mungkin datang ke Indonesia. "Kami akan memeriksa dia di Hong Kong," kata Agung.
Abdul Manan
Dimuat di Majalah Tempo edisi 3 Oktober 2016
Comments