Dari Perambahan sampai Selfie Polisi
SEBELUM insiden penyanderaan, nama PT Andika Permata Sawit Lestari tak pernah masuk radar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Ini pertama kalinya kami memeriksa area perusahaan itu," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Meski tak pernah punya rapor merah di Kementerian Lingkungan, sejatinya bukan kali ini saja PT Andika berurusan dengan hukum. Enam tahun lalu, Direktur Operasional PT Andika, Aria Fajar, pernah berurusan dengan polisi karena membuka perkebunan sawit tanpa izin.
Kasus itu bermula dari kerja sama PT Andalan dengan Kelompok Tani Nelayan Andalan Desa Bonai, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu. Lokasi kerja sama dengan model "bapak angkat" itu berbatasan dengan Kepenghuluan Putat, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir.
Belakangan, setelah melakukan musyawarah, Kepenghuluan Putat juga mengajukan kerja sama dengan PT Andika. Untuk itu, dibentuklah Kelompok Tani Maju Bersama pada 21 September 2007. Ketuanya adalah M. Naji Lahakim.
Pada 19 November 2007, perusahaan dan kelompok tani membuat akta perjanjian penggarapan kebun kelapa sawit seluas 5.000 hektare di Dusun I, II, dan III Kepenghuluan Putat. Berdasarkan kesepakatan, pembukaan kebun akan dilakukan setelah izin keluar.
Kelompok tani lantas mengajukan izin kepada Bupati Rokan Hilir pada 30 September 2007, tapi ditolak karena lahan itu termasuk Kawasan Hutan Produksi Rangau. Meski tak ada izin, PT Andika membuka dan mengerjakan lahan itu secara bertahap. Pada awal 2008, PT Andika membuka lahan seluas 3.800 hektare dari 5.000 hektare yang diperjanjikan.
Di pengadilan, jaksa menjerat Aria Fajar dengan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Sampai Pengadilan Tinggi Pekanbaru, pada 6 Juni 2016, hakim memvonis Aria Fajar satu tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Juru bicara PT Andika, Novalina Sirait, tidak mau berkomentar soal kasus itu karena masih dalam proses kasasi di Mahkamah Agung. "Tunggu saja keputusannya. Kami tidak mau mendahului hukum," ujar Novalina ketika dihubungi pada Rabu pekan lalu.
Dua pekan lalu, sebelum insiden penyanderaan aparat, PT Andika menjadi bahan gunjingan di kalangan aktivis lingkungan dan mahasiswa Pekanbaru. Kala itu di media sosial beredar "foto selfie" sejumlah perwira polisi ketika sedang kongko dengan seorang pria yang diduga petinggi PT Andika.
Dalam foto itu ada Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Riau Ajun Komisaris Besar Surawan, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Rivai Sinambela, dan Kepala Kepolisian Resor Kota Pekanbaru Ajun Komisaris Besar Toni Hermawan.
Surawan telah mengklarifikasi foto tersebut. "Itu pertemuan tidak disengaja," kata Surawan. Menurut polisi, foto itu diambil di lantai VII Hotel Grand Central, Pekanbaru, 27 Agustus 2016, sekitar pukul 20.30. "Tak ada sedikit pun pembicaraan soal kebakaran lahan," ujar Surawan.
Menurut Siti Nurbaya, pengiriman tim Kementerian Lingkungan ke Rokan Hulu tak berkaitan dengan foto polisi bersama petinggi PT Andika itu. "Saya memerintahkan tim sebelum foto itu jadi viral di media sosial," kata Siti.
Abdul Manan (Jakarta), Ryan Nofitra (Pekanbaru)
Dimuat di Majalah Tempo edisi 12 September 2016
Meski tak pernah punya rapor merah di Kementerian Lingkungan, sejatinya bukan kali ini saja PT Andika berurusan dengan hukum. Enam tahun lalu, Direktur Operasional PT Andika, Aria Fajar, pernah berurusan dengan polisi karena membuka perkebunan sawit tanpa izin.
Kasus itu bermula dari kerja sama PT Andalan dengan Kelompok Tani Nelayan Andalan Desa Bonai, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu. Lokasi kerja sama dengan model "bapak angkat" itu berbatasan dengan Kepenghuluan Putat, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir.
Belakangan, setelah melakukan musyawarah, Kepenghuluan Putat juga mengajukan kerja sama dengan PT Andika. Untuk itu, dibentuklah Kelompok Tani Maju Bersama pada 21 September 2007. Ketuanya adalah M. Naji Lahakim.
Pada 19 November 2007, perusahaan dan kelompok tani membuat akta perjanjian penggarapan kebun kelapa sawit seluas 5.000 hektare di Dusun I, II, dan III Kepenghuluan Putat. Berdasarkan kesepakatan, pembukaan kebun akan dilakukan setelah izin keluar.
Kelompok tani lantas mengajukan izin kepada Bupati Rokan Hilir pada 30 September 2007, tapi ditolak karena lahan itu termasuk Kawasan Hutan Produksi Rangau. Meski tak ada izin, PT Andika membuka dan mengerjakan lahan itu secara bertahap. Pada awal 2008, PT Andika membuka lahan seluas 3.800 hektare dari 5.000 hektare yang diperjanjikan.
Di pengadilan, jaksa menjerat Aria Fajar dengan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Sampai Pengadilan Tinggi Pekanbaru, pada 6 Juni 2016, hakim memvonis Aria Fajar satu tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Juru bicara PT Andika, Novalina Sirait, tidak mau berkomentar soal kasus itu karena masih dalam proses kasasi di Mahkamah Agung. "Tunggu saja keputusannya. Kami tidak mau mendahului hukum," ujar Novalina ketika dihubungi pada Rabu pekan lalu.
Dua pekan lalu, sebelum insiden penyanderaan aparat, PT Andika menjadi bahan gunjingan di kalangan aktivis lingkungan dan mahasiswa Pekanbaru. Kala itu di media sosial beredar "foto selfie" sejumlah perwira polisi ketika sedang kongko dengan seorang pria yang diduga petinggi PT Andika.
Dalam foto itu ada Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Riau Ajun Komisaris Besar Surawan, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Rivai Sinambela, dan Kepala Kepolisian Resor Kota Pekanbaru Ajun Komisaris Besar Toni Hermawan.
Surawan telah mengklarifikasi foto tersebut. "Itu pertemuan tidak disengaja," kata Surawan. Menurut polisi, foto itu diambil di lantai VII Hotel Grand Central, Pekanbaru, 27 Agustus 2016, sekitar pukul 20.30. "Tak ada sedikit pun pembicaraan soal kebakaran lahan," ujar Surawan.
Menurut Siti Nurbaya, pengiriman tim Kementerian Lingkungan ke Rokan Hulu tak berkaitan dengan foto polisi bersama petinggi PT Andika itu. "Saya memerintahkan tim sebelum foto itu jadi viral di media sosial," kata Siti.
Abdul Manan (Jakarta), Ryan Nofitra (Pekanbaru)
Dimuat di Majalah Tempo edisi 12 September 2016
Comments