Faktor Cina dalam 'Poros Asia' Obama
Washington - Ketika sebuah kapal pemerintah Filipina menghindari blokade kapal Cina di perairan yang disengketakan di Laut Cina Selatan bulan lalu, sebuah pesawat pengintai Amerika Serikat menukik menyaksikan adegan dramatis itu. Kapal Filipina akhirnya berhasil lolos dari blokade itu dan memberikan suplai makanan dan pasukan pengganti ke pos terluarnya di perairan yang diklaim milik Cina.
Peristiwa itu menjadi salah satu insiden terbaru dari ketegangan di kawasan ini akibat sikap Beijing yang kian keras dalam klaim wilayah perairannya di Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur. Kebijakan Beijing itu tak hanya membuatnya berselisih dengan Filipina, tapi juga dengan Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Brunei Darussalam, Taiwan dan Vietnam. Mayoritas negara ini adalah sekutu Amerika.
Suasana itulah yang membayangi perjalanan Presiden AS Barack Obama, yang dimulai 23 April ke Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan Filipina. Menurut sejumlah pengamat, tantangan terberat Obama adalah menepis sikap skeptis pemimpin kawasan Asia yang menilai bahwa Amerika akan lebih sebagai pengamat dibanding berkomitmen untuk melawan Cina yang kebijakannya kian meresahkan tetangganya.
Aneksasi Crimea dari Ukraina oleh Rusia dan adanya persepsi bahwa terbatasnya opsi yang dimiliki AS untuk memaksa Moskow untuk mundur juga meningkatkan kegelisahan negara sekutunya di kawasan ini. Sebab, jalan yang sama bisa dipakai oleh Beijing sehingga membuatnya merasa lebih berani menggunakan kekuatannya dalam klaim teritorialnya di Laut Timur dan Selatan Cina.
Ada juga kecurigaan di kalangan sekutu AS di Asia bahwa jika mereka di bawah ancaman Cina, Amerika Serikat --meskipun diwajibkan melalui perjanjian untuk membantu mereka- mungkin hanya memberi respons yang lebih ditujukan untuk mengendalikan kerusakan hubungan vitalnya sendiri dengan Cina, yang kini menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Menurut Richard Jacobson, seorang analis di perusahan konsultan strategis dan risiko bisnis di Manila TD International, bagian yang sulit dari perjalanan poros Asia ini adalah bagaimana menenangkan sekutunya di Asia tapi menghindari agar tak memicu ketegangan dengan Beijing. "Kunjungan mendatang Obama akan menjadi ujian paling kritis terhadap kebijakan pemerintahnya terhadap Asia," kata Richard.
Poros Asia, istilah yang awalnya digunakan Gedung Putih, mewakili strategi untuk fokus pada ekonomi yang dinamis di kawasan ini saat Amerika Serikat berusaha keluar dari perang mahal di Irak dan Afghanistan. "Ini adalah pembuka perubahan kebijakan, tetapi apakah mereka akan melakukannya?" kata Yukio Okamoto , mantan penasihat pemerintah Jepang urusan luar negeri, soal pergeseran kebijakan strategis Obama ke Asia yang diumumkan tahun 2011. "Kami tidak melihat tanda-tanda sebenarnya" dari pelaksanaan kebijakan itu.
Ketika Obama mengumumkan pergeseran ke kawasan ini, simbol paling dramatis dari kebijakan baru itu adalah penempatan 2.500 marinir AS di Australia utara, yang tujuan utamanya adalah untuk menanggapi adanya konflik regional. Hanya saja, sampai bulan ini, baru ada 1.150 marinir yang berbasis di Darwin dan kontingen itu akan penuh pada 2017. "Poros AS terhadap Asia hanya memiliki sangat sedikit bukti nyata, atau bukti konkret, sejauh ini," kata Adam Lockyer, analis kebijakan luar negeri dan pertahanan di University of New South Wales.
Gedung Putih menampik kekhawatiran itu. Pejabat pemerintah AS mengatakan, kebijakan "rebalancing" Obama di Asia tak akan terpengaruh perhatian negara itu yang tersedot oleh krisis Ukraina dan masalah di Timur Tengah. Penasehat Keamanan Nasional Obama, Susan Rice menambahkan, Obama akan memperjelas sikapnya bahwa sengketa teritorial di kawasan Asia harus diselesaikan "bukan melalui paksaan, bukan dengan ancaman, bukan melalui apa pun selain diplomasi damai berdasarkan aturan hukum ... khususnya hukum laut."
Reuters | Channel News Asia | Abdul Manan
Peristiwa itu menjadi salah satu insiden terbaru dari ketegangan di kawasan ini akibat sikap Beijing yang kian keras dalam klaim wilayah perairannya di Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur. Kebijakan Beijing itu tak hanya membuatnya berselisih dengan Filipina, tapi juga dengan Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Brunei Darussalam, Taiwan dan Vietnam. Mayoritas negara ini adalah sekutu Amerika.
Suasana itulah yang membayangi perjalanan Presiden AS Barack Obama, yang dimulai 23 April ke Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan Filipina. Menurut sejumlah pengamat, tantangan terberat Obama adalah menepis sikap skeptis pemimpin kawasan Asia yang menilai bahwa Amerika akan lebih sebagai pengamat dibanding berkomitmen untuk melawan Cina yang kebijakannya kian meresahkan tetangganya.
Aneksasi Crimea dari Ukraina oleh Rusia dan adanya persepsi bahwa terbatasnya opsi yang dimiliki AS untuk memaksa Moskow untuk mundur juga meningkatkan kegelisahan negara sekutunya di kawasan ini. Sebab, jalan yang sama bisa dipakai oleh Beijing sehingga membuatnya merasa lebih berani menggunakan kekuatannya dalam klaim teritorialnya di Laut Timur dan Selatan Cina.
Ada juga kecurigaan di kalangan sekutu AS di Asia bahwa jika mereka di bawah ancaman Cina, Amerika Serikat --meskipun diwajibkan melalui perjanjian untuk membantu mereka- mungkin hanya memberi respons yang lebih ditujukan untuk mengendalikan kerusakan hubungan vitalnya sendiri dengan Cina, yang kini menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Menurut Richard Jacobson, seorang analis di perusahan konsultan strategis dan risiko bisnis di Manila TD International, bagian yang sulit dari perjalanan poros Asia ini adalah bagaimana menenangkan sekutunya di Asia tapi menghindari agar tak memicu ketegangan dengan Beijing. "Kunjungan mendatang Obama akan menjadi ujian paling kritis terhadap kebijakan pemerintahnya terhadap Asia," kata Richard.
Poros Asia, istilah yang awalnya digunakan Gedung Putih, mewakili strategi untuk fokus pada ekonomi yang dinamis di kawasan ini saat Amerika Serikat berusaha keluar dari perang mahal di Irak dan Afghanistan. "Ini adalah pembuka perubahan kebijakan, tetapi apakah mereka akan melakukannya?" kata Yukio Okamoto , mantan penasihat pemerintah Jepang urusan luar negeri, soal pergeseran kebijakan strategis Obama ke Asia yang diumumkan tahun 2011. "Kami tidak melihat tanda-tanda sebenarnya" dari pelaksanaan kebijakan itu.
Ketika Obama mengumumkan pergeseran ke kawasan ini, simbol paling dramatis dari kebijakan baru itu adalah penempatan 2.500 marinir AS di Australia utara, yang tujuan utamanya adalah untuk menanggapi adanya konflik regional. Hanya saja, sampai bulan ini, baru ada 1.150 marinir yang berbasis di Darwin dan kontingen itu akan penuh pada 2017. "Poros AS terhadap Asia hanya memiliki sangat sedikit bukti nyata, atau bukti konkret, sejauh ini," kata Adam Lockyer, analis kebijakan luar negeri dan pertahanan di University of New South Wales.
Gedung Putih menampik kekhawatiran itu. Pejabat pemerintah AS mengatakan, kebijakan "rebalancing" Obama di Asia tak akan terpengaruh perhatian negara itu yang tersedot oleh krisis Ukraina dan masalah di Timur Tengah. Penasehat Keamanan Nasional Obama, Susan Rice menambahkan, Obama akan memperjelas sikapnya bahwa sengketa teritorial di kawasan Asia harus diselesaikan "bukan melalui paksaan, bukan dengan ancaman, bukan melalui apa pun selain diplomasi damai berdasarkan aturan hukum ... khususnya hukum laut."
Reuters | Channel News Asia | Abdul Manan
Comments