Publik Australia Desak Abbott Minta Maaf
JAKARTA - Terbukanya kasus penyadapan dinas intelijen Australia terhadap komunikasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan orang-orang dekatnya memicu ketegangan politik. Publik Australia, termasuk mantan pejabat dan akademikus, berpendapat, Perdana Menteri Tony Abbott seharusnya meminta maaf kepada Indonesia untuk menjaga hubungan baik kedua negara.
Dalam sebuah polling yang dilakukan media Australia, Sydney Morning Herald, mayoritas (63 persen) responden menginginkan pemerintah di Canberra memohon maaf kepada Indonesia. Hanya 38 persen dari 5.648 responden, yang mengikuti polling itu hingga kemarin malam, mengatakan tidak harus minta maaf.
Mantan Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr menggambarkan pertikaian diplomatik ini sebagai "bencana". Dia mendesak pemerintah Abbott segera meminta maaf. Ia juga menyarankan agar Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop "menemukan kata-kata yang tepat untuk meminta maaf".
Profesor Damien Kingsbury, ahli Indonesia dari Deakin University Damien, mengakui hubungan dua negara ini berada dalam krisis. "Ini bencana," kata Kingsbury. Ia setuju dengan pandangan Carr bahwa Bishop seharusnya meminta maaf kepada Indonesia.
Perdana Menteri Tony Abbott kemarin menyatakan tetap tidak akan meminta maaf. "Australia tidak bisa diharapkan untuk meminta maaf atas langkah-langkah yang kami ambil untuk melindungi negara kami saat ini atau masa lalu," kata Abbott di depan parlemen Australia di Canberra.
SBY dalam akun Twitter-nya mengatakan, "Juga menyesalkan pernyataan Perdana Menteri Australia yang meremehkan soal penyadapan terhadap Indonesia, tanpa adanya penyesalan."
Skandal penyadapan ini terkuak kepada publik setelah Guardian dan Kelompok Fairfak Media, Senin lalu, melansir berita bahwa Australian Signal Directorate menyadap percakapan telepon Yudhoyono. Informasi ini berdasarkan dokumen yang dibocorkan mantan analis badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA), Edward Snowden.
SYDNEY MORNING HERALD | ABC.NET.AU | ABDUL MANAN
Dalam sebuah polling yang dilakukan media Australia, Sydney Morning Herald, mayoritas (63 persen) responden menginginkan pemerintah di Canberra memohon maaf kepada Indonesia. Hanya 38 persen dari 5.648 responden, yang mengikuti polling itu hingga kemarin malam, mengatakan tidak harus minta maaf.
Mantan Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr menggambarkan pertikaian diplomatik ini sebagai "bencana". Dia mendesak pemerintah Abbott segera meminta maaf. Ia juga menyarankan agar Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop "menemukan kata-kata yang tepat untuk meminta maaf".
Profesor Damien Kingsbury, ahli Indonesia dari Deakin University Damien, mengakui hubungan dua negara ini berada dalam krisis. "Ini bencana," kata Kingsbury. Ia setuju dengan pandangan Carr bahwa Bishop seharusnya meminta maaf kepada Indonesia.
Perdana Menteri Tony Abbott kemarin menyatakan tetap tidak akan meminta maaf. "Australia tidak bisa diharapkan untuk meminta maaf atas langkah-langkah yang kami ambil untuk melindungi negara kami saat ini atau masa lalu," kata Abbott di depan parlemen Australia di Canberra.
SBY dalam akun Twitter-nya mengatakan, "Juga menyesalkan pernyataan Perdana Menteri Australia yang meremehkan soal penyadapan terhadap Indonesia, tanpa adanya penyesalan."
Skandal penyadapan ini terkuak kepada publik setelah Guardian dan Kelompok Fairfak Media, Senin lalu, melansir berita bahwa Australian Signal Directorate menyadap percakapan telepon Yudhoyono. Informasi ini berdasarkan dokumen yang dibocorkan mantan analis badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA), Edward Snowden.
SYDNEY MORNING HERALD | ABC.NET.AU | ABDUL MANAN
Comments