Ide Perpanjangan Jabatan Dinilai Tak Sesuai Semangat Reformasi
MINGGU, 22 AGUSTUS 2010 | 19:30 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Analis Charta Politica Karel Susetyo menilai wacana perpanjangan masa jabatan presiden merupakan ide yang tak sejalan dengan semangat reformasi 1998. "Itu kontraproduktif bagi demokrasi kita yang telah dibangun secara sistematik paska reformasi 1998," kata Karel, Minggu (22/08/2010).
Ide perpanjangan masa jabatan presiden ini disampaikan politisi partai Demokrat Ruhut Sitompul beberapa waktu lalu, meski dia mengakui bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhyono tak setuju dengan ide tersebut. Ide perpanjangan masa bakti Presiden itu pula yang memunculkan usulan agar ada amendemen terhadap UUD 1945 yang membatasi masa jabatan presiden hanya dua kali.
Menurut Karel, Konstitusi sudah jelas mengatur soal masa jabatan presiden dan itu harusnya dipahami sebagai kesepakatan bersama dan menjadi kerangka berpikir politis bagi kepentingan yang lebih besar dari sekadar kepentingan kekuasaan semata. Kepentingan besar yang dimaksudnya adalah kepentingan rakyat.
Ia menambahkan, sebagai wacana, ide yang disampaikan Ruhut itu sebagai hal yang wajar saja, meski ia skeptis bahwa lontaran ide itu tanpa adanya sebuah desain skenario tertentu. "Pasti ada sebuah skenario yang dibangun di balik itu semua," kata dia.
Kalau pun itu dilakukan tanpa sepengetahuan SBY sbg dewan pembina partai Demokrat, maka ini bisa menjadi indikator buruknya tata kelola manajemen dan komunikasi di tingkat elit Demokrat. "Tapi jika hal tersebut sepengetahuan SBY, maka ini bisa bisa menunjukkan bahwa SBY mulai masuk dalam perangkap kekuasaan yang melenakan," kata Karel.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), seperti disampaikan Wakil Ketua DPD La Ode Ida, memastikan tidak akan membahas soal perpanjangan masa jabatan presiden ini dalam amandemen kelima terhadap Konstitusi yang akan diajukan lembaga ini. "Perpanjangan itu tidak layak dimintakan amandemennya, tidak mewakili semangat reformasi," kata La Ode Ida, Ahad (22/8).
Soal ini, La Ode Ida mengatakan, keputusan konstitusi sudah final dan mengikat. Persoalan itu, tidak harus kembali dibahas dan dibuka wacananya dalam amademen. "Bahaya, bisa menimbulkan sebuah rezim otoriter lagi," ujarnya.
Abdul Manan | Sandy Indra Pratama
Comments