Analis: HKTI Diperebutkan karena Dianggap Simbol Petani
SELASA, 13 JULI 2010 | 11:39 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Analis politik dari Charta Politika Indonesia Karel H. Susetyo menilai, kursi ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia diperebutkan karena dianggap sebagai simbol petani. "Selama ini HKTI menjadi simbol kekuatan politik kaum tani. Dengan menguasai HKTI, maka dapat secara otomatis meraup suara petani," kata Karel, Selasa (13/7/2010) .
Karel menyebut persaingan merebut kursi ketua HKTI itu sebagai "rebutan pepesan kosong." Sebab, orientasi politik petani sangat cair dan tidak dapat diatur oleh HKTI. "Kalau pun diperebutkan, itu karena akan memberi image positif bagi partai politik yang menguasainya bahwa partai politik tersebut populis dan didukung oleh kelompok petani yang besar," kata dia.
Menurut Karel, perolehan suara Partai Gerindra pada Pemilu 2009 memberi bukti bahwa HKTI tak cukup untuk bisa menyumbang suara. Padahal, ketua umum HKTI Prabowo Subianto juga ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. "Semua pengurus pusat dan daerah telah berganti baju menjadi Gerindra. Tapi hasil yang dicapai Gerindra jauh dari maksimal," kata Karel. Dalam pemilu 2009, Gerindra mendapatkan 4,6 persen suara.
Akar masalahnya, kata Karel, karena orientasi politik petani sangat cair dan heterogen. Dia juga menilai HKTI tidak mampu menjadi kekuatan yang mengagregasi aspirasi politik petani. "Dan jauh dari itu, HKTI dinilai tak mampu memperjuangkan kepentingan petani, sehingga gagal berhadapan dengan pasar bebas melalui pembukaan keran impor produk-produk pertanian yang begitu deras," tambahnya.
HKTI mulai hari ini menggelar Musyawarah Nasional di Sanur, Denpasar. Munas akan menetapkan Dewan Pimpinan Nasional yang baru untuk masa jabatan 5 tahun mendatang. Selain Prabowo, nama lain yang akan ikut dalam persaingan bursa ketua umum adalah mantan istri Prabowo, Titik Soeharto dan salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Mohammad Jafar Hapsah.
Abdul Manan
Comments