Menteri BUMN Sofyan Djalil: Jangan Terlalu Banyak Curiga
MENURUT Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil, tak ada yang salah dengan menempatkan bekas anggota tim sukses SBY-JK di posisi komisaris BUMN. Yang penting, katanya, mereka punya kapasitas dalam mengemban tugas. ”Anggota tim sukses itu jumlahnya ribuan. Kalau ada satu atau dua kami pertimbangkan (menjadi komisaris), itu karena kompetensinya,” kata Sofyan kepada wartawan Tempo, Abdul Manan, yang menghubunginya pekan lalu.Sejumlah anggota direksi dan komisaris BUMN yang Anda lantik adalah bekas anggota tim sukses Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pemilu 2004. Komentar Anda?
Semua orang berhak menjadi anggota dewan direksi atau komisaris kalau punya kompetensi. Semua calon kami tarik dari pasar. Anda tahu direksi keuangan BUMN itu sebagian besar dari kalangan perbankan atau kalangan sekuritas. Di komisaris ada satu atau dua yang barangkali bekas anggota tim sukses. Namun bukan karena tim sukses dia masuk, tapi karena kompetensinya.
Aam Sapulete masuk ke PTPN VII dan Andi Arif ke PT Pos. Mereka juga dipilih karena kompetensi?
Anggota tim sukses itu boleh menjadi komisaris selama mereka memenuhi standar profesional. Komisaris kan pengawas. Komisaris itu bisa tiga, empat, atau lima orang. Komposisi komisaris itu terdiri atas pejabat pemerintah, orang profesional. Ada kalanya mantan anggota TNI atau bahkan TNI aktif. Ada kalanya mantan polisi atau polisi aktif. Itu ada pertimbangannya. Misalnya di perkebunan. Kalau kriminalitas di sana tinggi, bisa jadi kita minta polisi jadi komisaris. Jadi, tak by design seluruh tim sukses masuk komisaris. Anggota tim sukses itu jumlahnya ribuan. Kalau ada satu atau dua kami pertimbangkan (menjadi komisaris), itu karena kompetensinya.
Termasuk juru bicara presiden, Dino Patti Djalal, yang jadi komisaris PT Danareksa?
Dia kan pejabat pemerintah. Lalu Danareksa diharapkan menjadi perusahaan yang punya akses internasional. Sebagai doktor lulusan hubungan internasional, dia diharapkan bisa menciptakan nilai tambah. Kami juga memasukkan bekas tentara di PT Wijaya Karya (Wika). Beliau bekas tentara, tepatnya di zeni. Zeni itu kan pekerjaannya banyak menangani masalah jalan, jembatan, dan sebagainya. Dia kebetulan anggota tim sukses. Tapi bukan karena tim suksesnya kemudian dia jadi komisaris independen. Menjadi anggota tim sukses bukan sebuah dosa. Tapi, ketika kita mencari komisaris, tentu saja standar profesional yang nomor satu.
Ada titipan dari Istana Presiden dalam menyusun komisaris BUMN?
Nggak ada. Pertimbangan itu tak ada sama sekali.
Sekarang ini seluruh direksi kami uji fit and proper. Misalnya Bio Farma. Dari 15 calon yang kami uji fit and proper, saya tanya apa masalah utama yang mereka hadapi. Saya minta mereka menyebutkan 10 masalah yang dihadapi perusahaan. Jadi sekarang saya tahu setiap masalah yang dihadapi BUMN itu. Setelah fit and proper tersebut, begitu dia diangkat, saya mengatakan, ”Ini tugasmu, ini prioritasnya.”
Ada yang curiga ini berhubungan dengan penggalangan dana untuk Pemilu 2009?
No, no. Nggak ada urusan itu. Sekarang pengawasan luar biasa ketat. Ada Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pengawasan itu tak main-main. Kalau (menitipkan) komisaris, mau cari apa?
Kan, bisa mempengaruhi kebijakan?
Jangan terlalu banyak curiga. Tak ada sama sekali itu.
Majalah Tempo
Edisi. 35/XXXVI/22 - 28 Oktober 2007
Semua orang berhak menjadi anggota dewan direksi atau komisaris kalau punya kompetensi. Semua calon kami tarik dari pasar. Anda tahu direksi keuangan BUMN itu sebagian besar dari kalangan perbankan atau kalangan sekuritas. Di komisaris ada satu atau dua yang barangkali bekas anggota tim sukses. Namun bukan karena tim sukses dia masuk, tapi karena kompetensinya.
Aam Sapulete masuk ke PTPN VII dan Andi Arif ke PT Pos. Mereka juga dipilih karena kompetensi?
Anggota tim sukses itu boleh menjadi komisaris selama mereka memenuhi standar profesional. Komisaris kan pengawas. Komisaris itu bisa tiga, empat, atau lima orang. Komposisi komisaris itu terdiri atas pejabat pemerintah, orang profesional. Ada kalanya mantan anggota TNI atau bahkan TNI aktif. Ada kalanya mantan polisi atau polisi aktif. Itu ada pertimbangannya. Misalnya di perkebunan. Kalau kriminalitas di sana tinggi, bisa jadi kita minta polisi jadi komisaris. Jadi, tak by design seluruh tim sukses masuk komisaris. Anggota tim sukses itu jumlahnya ribuan. Kalau ada satu atau dua kami pertimbangkan (menjadi komisaris), itu karena kompetensinya.
Termasuk juru bicara presiden, Dino Patti Djalal, yang jadi komisaris PT Danareksa?
Dia kan pejabat pemerintah. Lalu Danareksa diharapkan menjadi perusahaan yang punya akses internasional. Sebagai doktor lulusan hubungan internasional, dia diharapkan bisa menciptakan nilai tambah. Kami juga memasukkan bekas tentara di PT Wijaya Karya (Wika). Beliau bekas tentara, tepatnya di zeni. Zeni itu kan pekerjaannya banyak menangani masalah jalan, jembatan, dan sebagainya. Dia kebetulan anggota tim sukses. Tapi bukan karena tim suksesnya kemudian dia jadi komisaris independen. Menjadi anggota tim sukses bukan sebuah dosa. Tapi, ketika kita mencari komisaris, tentu saja standar profesional yang nomor satu.
Ada titipan dari Istana Presiden dalam menyusun komisaris BUMN?
Nggak ada. Pertimbangan itu tak ada sama sekali.
Sekarang ini seluruh direksi kami uji fit and proper. Misalnya Bio Farma. Dari 15 calon yang kami uji fit and proper, saya tanya apa masalah utama yang mereka hadapi. Saya minta mereka menyebutkan 10 masalah yang dihadapi perusahaan. Jadi sekarang saya tahu setiap masalah yang dihadapi BUMN itu. Setelah fit and proper tersebut, begitu dia diangkat, saya mengatakan, ”Ini tugasmu, ini prioritasnya.”
Ada yang curiga ini berhubungan dengan penggalangan dana untuk Pemilu 2009?
No, no. Nggak ada urusan itu. Sekarang pengawasan luar biasa ketat. Ada Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pengawasan itu tak main-main. Kalau (menitipkan) komisaris, mau cari apa?
Kan, bisa mempengaruhi kebijakan?
Jangan terlalu banyak curiga. Tak ada sama sekali itu.
Majalah Tempo
Edisi. 35/XXXVI/22 - 28 Oktober 2007
Comments