Kuntoro Mangkusubroto: Titik Hitam Mesti Saya Bersihkan
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Gerakan Antikorupsi (Gerak) Aceh menduga ada korupsi dalam proyek pengadaan buku di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh & Nias. Kuntoro Mangkusubroto, kepala badan itu, kaget bukan kepalang. ”Seperti diguyur air dingin, tapi kita terima saja untuk memperbaiki diri,” katanya tentang kabar tak manis itu kepada L.R. Baskoro dan Abdul Manan dari Tempo yang menemuinya sebelum sebuah seminar di Hotel Shangri-La, Jakarta, Jumat pekan lalu Berikut wawancara dengan Kuntoro:
Kejaksaan Tinggi Aceh mengusut dugaan korupsi dalam proyek buku di tempat Anda, bagaimana ini?
Terus terang saja saya sedih dan prihatin. Kalau benar seperti yang dituduhkan, saya terkejut sekali. Proyek buku itu tidak ada hubungan langsung dengan rekonstruksi, seperti pembangunanrumah dan sebagainya. Kejaksaan kami persilakan mengusut terus kasus ini. Komitmen kami jelas,tidak boleh ada manipulasi atau korupsi di sektor mana pun.
Apakah Satuan Tugas Antikorupsi juga sudah melakukan pemeriksaan?
Setelah kami tahu ada indikasi, satuan tugas langsung jalan.
Anda ikut memeriksa?
Tidak. Saya mesti mengatur koridor yang lebih besar. Tidak bisa saya fokus pada hal yang kecilseperti ini, meskipun sangat mengganggu.
Karena kasus ini Anda kemudian menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla?
Saya bertemu Wakil Presiden hampir sebulan sekali untuk melaporkan kemajuan rekonstruksi. Jadi,kebetulan sekali saya ketemu beliau tiga hari setelah ICW melansir temuannya di koran. Saya
jelaskan juga soal ini kepada Wakil Presiden.
Apa reaksi Wakil Presiden?
Beliau bilang, ah, itu saya sudah baca dan sudah tahu perkembangannya. Beliau mengatakan hal ituperlu diperhatikan, tapi jangan sampai perhatian beralih dari hal yang lebih besar. Tugas BadanRehabilitasi besar sekali.
Anda sudah membaca laporan Indonesia Corruption Watch?
Nggak pernah. Cuma baca di koran. Kepala sakit juga mengetahuinya. Hari Sabtu maunya mauenak-enakan istirahat, eh, ada berita itu.
Laporan ini menyudutkan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh?
Nggak. Saya kira memang fungsi mereka seperti itu. Walau ini seperti diguyur air dingin, yakita terima saja untuk memperbaiki diri. Tidak usah defensif. Kita perbaiki saja.
Anda sendiri ada yang kenal dengan perusahaan pencetakan buku itu?
Tidak ada. Masak, saya mengurus soal seperti itu.
Anda menyatakan perusahaan percetakan itu ditunjuk tanpa tender karena keadaan darurat. Apamaksudnya?
Saya ingin koreksi, itu bukan kedaruratan, tapi ketergesaan. Satu tahun BRR itu jatuhnya awalMei. Pencanangan anggaran selesai akhir April. Kami ingin tepat waktu melapor ke Presiden,kabinet, dan DPR, tapi waktu untuk mencetak buku mepet. Akhirnya tak melalui percetakan, tapi pakaidigital printing. Ini yang katanya mahal. Itu yang saya tahu.…
Proses itu mendapat persetujuan dari Anda?
Nggak. Itu ada timnya sendiri.
Apa tindakan Anda jika Kejaksaan nanti menetapkan ada tersangka dalam kasus ini?
Begitu ada yang ditetapkan sebagai tersangka, akan saya nonaktifkan. Tak perlu menunggu vonispengadilan. Lembaga ini harus dipertahankan integritasnya. Saya mesti menjaga kepercayaan duniainternasional. Kalau ada titik hitam, meski kecil, tetap hitam. Itu mesti saya bersihkan.
Selain soal buku, ICW menengarai ada penyelewengan pula dalam penunjukan PT Holcim dalam pemusnahanobat di Aceh....
Begini. Di Aceh saat ini ada sekitar tiga ribu ton obat kedaluwarsa. Untuk memusnahkan ada duacara, dibenamkan atau dibakar. Karena ini daerah gempa, cara pertama itu berbahaya kalau gempa,sebab bisa meracuni tanah. Satu-satunya cara adalah dimusnahkan dengan memasukkannya ke dalamincinerator. Di pabrik semen, yang punya izin dari Kementerian Lingkungan Hidup hanya Holcim.
Penunjukan PT Holcim itu bukan karena Anda duduk sebagai komisaris independen di perusahaan itu?
Nggak. Saya tak ambil keputusan apa-apa kok soal itu.
Tempo, Edisi. 29/XXXV/11 - 17 September 2006
Kejaksaan Tinggi Aceh mengusut dugaan korupsi dalam proyek buku di tempat Anda, bagaimana ini?
Terus terang saja saya sedih dan prihatin. Kalau benar seperti yang dituduhkan, saya terkejut sekali. Proyek buku itu tidak ada hubungan langsung dengan rekonstruksi, seperti pembangunanrumah dan sebagainya. Kejaksaan kami persilakan mengusut terus kasus ini. Komitmen kami jelas,tidak boleh ada manipulasi atau korupsi di sektor mana pun.
Apakah Satuan Tugas Antikorupsi juga sudah melakukan pemeriksaan?
Setelah kami tahu ada indikasi, satuan tugas langsung jalan.
Anda ikut memeriksa?
Tidak. Saya mesti mengatur koridor yang lebih besar. Tidak bisa saya fokus pada hal yang kecilseperti ini, meskipun sangat mengganggu.
Karena kasus ini Anda kemudian menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla?
Saya bertemu Wakil Presiden hampir sebulan sekali untuk melaporkan kemajuan rekonstruksi. Jadi,kebetulan sekali saya ketemu beliau tiga hari setelah ICW melansir temuannya di koran. Saya
jelaskan juga soal ini kepada Wakil Presiden.
Apa reaksi Wakil Presiden?
Beliau bilang, ah, itu saya sudah baca dan sudah tahu perkembangannya. Beliau mengatakan hal ituperlu diperhatikan, tapi jangan sampai perhatian beralih dari hal yang lebih besar. Tugas BadanRehabilitasi besar sekali.
Anda sudah membaca laporan Indonesia Corruption Watch?
Nggak pernah. Cuma baca di koran. Kepala sakit juga mengetahuinya. Hari Sabtu maunya mauenak-enakan istirahat, eh, ada berita itu.
Laporan ini menyudutkan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh?
Nggak. Saya kira memang fungsi mereka seperti itu. Walau ini seperti diguyur air dingin, yakita terima saja untuk memperbaiki diri. Tidak usah defensif. Kita perbaiki saja.
Anda sendiri ada yang kenal dengan perusahaan pencetakan buku itu?
Tidak ada. Masak, saya mengurus soal seperti itu.
Anda menyatakan perusahaan percetakan itu ditunjuk tanpa tender karena keadaan darurat. Apamaksudnya?
Saya ingin koreksi, itu bukan kedaruratan, tapi ketergesaan. Satu tahun BRR itu jatuhnya awalMei. Pencanangan anggaran selesai akhir April. Kami ingin tepat waktu melapor ke Presiden,kabinet, dan DPR, tapi waktu untuk mencetak buku mepet. Akhirnya tak melalui percetakan, tapi pakaidigital printing. Ini yang katanya mahal. Itu yang saya tahu.…
Proses itu mendapat persetujuan dari Anda?
Nggak. Itu ada timnya sendiri.
Apa tindakan Anda jika Kejaksaan nanti menetapkan ada tersangka dalam kasus ini?
Begitu ada yang ditetapkan sebagai tersangka, akan saya nonaktifkan. Tak perlu menunggu vonispengadilan. Lembaga ini harus dipertahankan integritasnya. Saya mesti menjaga kepercayaan duniainternasional. Kalau ada titik hitam, meski kecil, tetap hitam. Itu mesti saya bersihkan.
Selain soal buku, ICW menengarai ada penyelewengan pula dalam penunjukan PT Holcim dalam pemusnahanobat di Aceh....
Begini. Di Aceh saat ini ada sekitar tiga ribu ton obat kedaluwarsa. Untuk memusnahkan ada duacara, dibenamkan atau dibakar. Karena ini daerah gempa, cara pertama itu berbahaya kalau gempa,sebab bisa meracuni tanah. Satu-satunya cara adalah dimusnahkan dengan memasukkannya ke dalamincinerator. Di pabrik semen, yang punya izin dari Kementerian Lingkungan Hidup hanya Holcim.
Penunjukan PT Holcim itu bukan karena Anda duduk sebagai komisaris independen di perusahaan itu?
Nggak. Saya tak ambil keputusan apa-apa kok soal itu.
Tempo, Edisi. 29/XXXV/11 - 17 September 2006
Comments