Atas Nama Administrasi
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat menunda eksekusi terhadap 33 anggota DPRD karena alasan administratif. Alasan yang dinilai tak masuk akal.
KETUA Forum Peduli Sumatera Barat, Adi Surya, merasa geregetan dengan pihak kejaksaan di provinsi. Sampai Jumat pekan lalu, 33 mantan anggota DPRD Sumatera Barat yang sudah divonis bersalah oleh Mahkamah Agung tak kunjung dieksekusi: masuk ke penjara Muaro, Padang. Padahal, salinan putusan kasasi Mahkamah Agung sudah diterima Kejaksaan Negeri Padang, 29 Desember 2005.
Adi layak masygul. Forum Peduli Sumatera Barat adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat yang paling giat membongkar kasus dugaan korupsi anggaran pendapatan belanja dan daerah (APBD) 2002 yang dilakukan para anggota Dewan. Menurut Adi, pada 29 Januari lalu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat Antasari Azhar pernah mengontaknya dan berjanji akan melakukan eksekusi secepatnya.
Janji ternyata tinggal janji. Ada 43 mantan anggota DPRD yang dilaporkan telah menilap dana APBD itu. Tiga di antaranya pemimpin DPRD: Arwan Kasri (ketua), Masfar Rasyid (wakil ketua), dan Titi Nazif Lubuk (wakil ketua). Mereka diduga menyelewengkan dana APBD senilai Rp 5,9 miliar. Modusnya dengan membengkakkan atau menyelewengkan anggaran, antara lain dana premi asuransi jiwa, biaya penunjang kegiatan Dewan, tunjangan kesejahteraan, hingga dana tunjangan kehormatan. Pada 2003, kasus ini masuk PN Padang.
Di persidangan, jaksa mendakwa para wakil rakyat itu telah melanggar Peraturan Pemerintah 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD dan melanggar UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tapi, para anggota DPRD kemudian mengajukan judicial review atas peraturan pemerintah itu kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung pada 9 September 2003 membatalkan PP Nomor 110 Tahun 2000 itu.
Namun, pembatalan ini tak membuat para tersangka lolos dari jerat hukum. Pada 17 Mei 2004, PN Padang memvonis mereka bersalah. Arwan Kasri, Masfar Rasyid, dan Titi Nazif Lubuk divonis penjara 2 tahun 3 bulan. Ada pun 40 anggota Dewan yang lain divonis penjara 2 tahun dan denda Rp100 juta. Hakim tidak menjerat mereka dengan pelanggaran PP Nomor 110 Tahun 2000, tapi dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana korupsi. Para terhukum mengajukan banding, tapi Pengadilan Tinggi menjatuhkan hukumannya lebih berat. Arwan Kasir, Titi Nazif Lubuk, dan Masfar Rasyid dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta, dan 40 anggota Dewan lainnya diganjar 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Terhadap putusan ini, para anggota Dewan yang di antaranya terpilih lagi sebagai anggota DPRD itu mengajukan kasasi. Pada 2 Agustus 2005, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan 33 dari 43 terhukum. Putusan ini diterima Kejaksaan Negeri Padang, 29 Desember 2005. ”Jaksa berkonsultasi kepada saya. Menurut dia, jika 33 orang itu dieksekusi dan esoknya putusan dari MA untuk yang 10 orang lagi turun, maka surat perintah eksekusinya harus dirombak total,” kata Antasari. Karena itu, katanya, ia memutuskan menunda dulu eksekusi itu. ”Sampai yang sepuluh itu turun, biar mudah administrasinya,” ujarnya.
Kepada Tempo, Kepala Subdirektorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Direktorat Pidana Mahkamah Agung, Ricard, mengakui sampai kini permohonan kasasi 10 bekas anggota DPRD dari Sumatera Barat itu belum diputus. ”Tak tahu kapan selesainya, karena sidang hakim agung tidak ada batas waktunya,” kata Ricard.
Sikap Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat yang tampak serius melakukan eksekusi dengan alasan menunggu putusan kasasi 10 bekas anggota Dewan lainnya itu mengundang kekecewaan Indonesia Corruption Watch (ICW). ”Ini alasan tak masuk akal dan tak ada aturannya,” kata Emerson Yuntho, Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Pengadilan ICW. Menurut Emerson, sikap ini menunjukkan kurang seriusnya kejaksaan menuntaskan kasus korupsi, juga mengabaikan rasa keadilan masyarakat.
Tak dilakukannya eksekusi ini ditanggapi oleh para terhukum dengan cukup hatihati. ”Kalau mengenai kesiapan masuk penjara, nantilah kita lihat,” kata Sumarman Oedin, salah satu bekas anggota Dewan yang masuk daftar akan digiring ke bui. Sumarman menganggap vonis pidana penjara empat tahun yang diterimanya tidak adil dan merugikan nama baik Sumatera Barat. ”Karena yang akan dieksekusi ini tokohtokoh Minang,” katanya.
Alasan membawabawa nama ”tokoh Minang” itu ditolak Adi Surya. ”Tokoh Minang bukan hanya 43 orang yang korupsi dan kini menjadi calon penghuni penjara,” ujarnya. Menurut Adi, pihaknya justru bangga perang melawan korupsi yang dilakukan wakil rakyat dimulai dari Sumatera Barat.
Abdul Manan, Febrianti (Padang)
Majalah Tempo, Edisi. 50/XXXIV/06 - 12 Februari 2006
Comments