Rekomendasi Macan Ompong
Pekan ini, Komisi Yudisial akan mengeluarkan rekomendasi tentang kasus pemilihan Wali Kota Depok. Rekomendasi itu tak akan mempengaruhi putusan Mahkamah Agung.
SEMBARI bergegas menuju mobil, Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Nana Juwana, menangkis semua tudingan yang dialamatkan kepadanya. Ekspresi wajahnya menyiratkan kegugupan saat puluhan wartawan menyodorkan alat perekam kepadanya di pelataran kantor Direktorat Jenderal Perundang-undangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Senin pekan lalu.
"Itu fitnah," katanya dengan nada tinggi menanggapi pertanyaan wartawan perihal dugaan suap di balik putusan lembaganya yang membatalkan kemenangan Nurmahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra dan menyatakan Badrul Kamal-Syihabuddin sebagai pemenang dalam pemilihan Wali Kota Depok.
Nana juga menepis tuduhan adanya pertemuan dirinya dengan tim sukses Badrul Kamal di sebuah rumah makan di Jalan Raya Pasteur, Bandung, apalagi adanya uang pelicin di balik vonisnya. Dia mengaku siap diberhentikan sebagai hakim bila terbukti salah. "Kalau tidak terbukti, saya siap mengadukan balik," katanya. Dia tak menyebut siapa yang akan digugatnya.
Hampir enam jam dia bersama empat anggota majelis hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang menangani kasus itu diperiksa anggota Komisi Yudisial yang berkantor di Departemen Hukum dan HAM. Masing-masing hakim diperiksa oleh satu atau dua anggota Komisi.
Kelima hakim itu dicecar dengan 35 sampai 50 pertanyaan, mulai dari soal penggunaan hukum acara serta proses pengambilan keputusan. Pemeriksaan berlangsung tanpa henti dan hanya di sela salat dan makan siang. Beberapa pertanyaan itu di antaranya perihal pengajuan gugatan yang melebihi batas 14 hari yang dinilai melanggar Undang-Undang Pemerintah Daerah, soal kesahihan bukti yang diajukan penggugat, kompetensi absolut pengadilan, dan dasar yang dipakai dalam menjatuhkan putusan.
Hingga Kamis pekan lalu, sejumlah anggota Komisi Yudisial masih mempelajari lima Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kelima hakim dan mulai memberi penilaian. Sumber di Komisi menyebutkan, sistem penilaiannya memakai scoring. Caranya, masing-masing anggota Komisi akan memberi penilaian atas sekitar 10 hal yang sudah dimasukkan ke dalam matriks.
Hasil penilaian itu akan dibawa ke rapat pada Kamis pekan ini. Jika ditemukan kata sepakat, pekan ini juga Komisi akan membuat rekomendasi. Menurut Ketua Komisi Yudisial, Busyro Muqoddas, tak tertutup kemungkinan komisinya akan memanggil KPU Depok, Badrul Kamal, dan Nurmahmudi jika data yang ada dinilai kurang. "Setelah itu, kami membuat analisis akhir dan rekomendasi, yang segera dikirim ke Mahkamah Agung, dengan tembusan Presiden dan DPR," ujar Busyro.
Ada tiga jenis rekomendasi yang bisa diberikan Komisi Yudisial, yakni peringatan tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian. Rekomendasi pertama, kata anggota Komisi, Irawady Joenoes, bersifat mengikat. Rekomendasi kedua dan ketiga tergantung Mahkamah Agung, sebab Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 hanya mewajibkan Mahkamah Agung mengeksekusi rekomendasi Komisi Yudisial jika pembelaan hakim yang bermasalah itu ditolak Majelis Kehormatan Mahkamah Agung.
Sumber Tempo di Komisi menyebutkan, beberapa kesimpulan sementara dari hasil pemeriksaan sebagian anggota Komisi tak jauh berbeda dengan penilaian tim panel Mahkamah Agung. Sebelumnya, tim panel yang diketuai Hakim Agung Paulus Lotulung, setelah memeriksa para hakim itu menilai para hakim telah melampaui kewenangan serta melakukan unprofessional conduct (tindakan tidak profesional).
Apa pun hasil pemeriksaan, Komisi ini tak berwenang menyentuh substansi putusan yang sudah diketuk hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat itu. Sesuai dengan UU Nomor 22/2004 tentang Komisi Yudisial, selain mengusulkan pengangkatan hakim agung, tugasnya memang hanya sebatas mengawasi perilaku hakim. "Substansi putusan tidak termasuk dalam kewenangan kami," kata Busyro Muqoddas.
Lantaran keterbatasan wewenang yang ada pada Komisi Yudisial, walhasil, apa pun rekomendasi yang dikirimkan, praktis penentuannya di tangan MA. "Itu terserah MA, apakah mau dibuang, apa mau dibahas-terserah MA," kata Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan.
Tak wajibnya Mahkamah Agung melaksanakan semua rekomendasi Komisi, menurut Muqoddas, membuat lembaga yang dipimpinnya seperti macan ompong. Padahal, menurut dia, sudah jamak jika sebuah lembaga yang diberi kewenangan melakukan tindakan juga memiliki kekuasaan menentukan sanksi. "Karena itu, dalam waktu dekat kami akan merancang usulan draf revisi UU tentang komisi ini," kata Muqoddas. ***
Abdul Manan dan Riska Handayani
TEMPO Edisi 050911-028/Hal. 106 Rubrik Hukum
SEMBARI bergegas menuju mobil, Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Nana Juwana, menangkis semua tudingan yang dialamatkan kepadanya. Ekspresi wajahnya menyiratkan kegugupan saat puluhan wartawan menyodorkan alat perekam kepadanya di pelataran kantor Direktorat Jenderal Perundang-undangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Senin pekan lalu.
"Itu fitnah," katanya dengan nada tinggi menanggapi pertanyaan wartawan perihal dugaan suap di balik putusan lembaganya yang membatalkan kemenangan Nurmahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra dan menyatakan Badrul Kamal-Syihabuddin sebagai pemenang dalam pemilihan Wali Kota Depok.
Nana juga menepis tuduhan adanya pertemuan dirinya dengan tim sukses Badrul Kamal di sebuah rumah makan di Jalan Raya Pasteur, Bandung, apalagi adanya uang pelicin di balik vonisnya. Dia mengaku siap diberhentikan sebagai hakim bila terbukti salah. "Kalau tidak terbukti, saya siap mengadukan balik," katanya. Dia tak menyebut siapa yang akan digugatnya.
Hampir enam jam dia bersama empat anggota majelis hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang menangani kasus itu diperiksa anggota Komisi Yudisial yang berkantor di Departemen Hukum dan HAM. Masing-masing hakim diperiksa oleh satu atau dua anggota Komisi.
Kelima hakim itu dicecar dengan 35 sampai 50 pertanyaan, mulai dari soal penggunaan hukum acara serta proses pengambilan keputusan. Pemeriksaan berlangsung tanpa henti dan hanya di sela salat dan makan siang. Beberapa pertanyaan itu di antaranya perihal pengajuan gugatan yang melebihi batas 14 hari yang dinilai melanggar Undang-Undang Pemerintah Daerah, soal kesahihan bukti yang diajukan penggugat, kompetensi absolut pengadilan, dan dasar yang dipakai dalam menjatuhkan putusan.
Hingga Kamis pekan lalu, sejumlah anggota Komisi Yudisial masih mempelajari lima Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kelima hakim dan mulai memberi penilaian. Sumber di Komisi menyebutkan, sistem penilaiannya memakai scoring. Caranya, masing-masing anggota Komisi akan memberi penilaian atas sekitar 10 hal yang sudah dimasukkan ke dalam matriks.
Hasil penilaian itu akan dibawa ke rapat pada Kamis pekan ini. Jika ditemukan kata sepakat, pekan ini juga Komisi akan membuat rekomendasi. Menurut Ketua Komisi Yudisial, Busyro Muqoddas, tak tertutup kemungkinan komisinya akan memanggil KPU Depok, Badrul Kamal, dan Nurmahmudi jika data yang ada dinilai kurang. "Setelah itu, kami membuat analisis akhir dan rekomendasi, yang segera dikirim ke Mahkamah Agung, dengan tembusan Presiden dan DPR," ujar Busyro.
Ada tiga jenis rekomendasi yang bisa diberikan Komisi Yudisial, yakni peringatan tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian. Rekomendasi pertama, kata anggota Komisi, Irawady Joenoes, bersifat mengikat. Rekomendasi kedua dan ketiga tergantung Mahkamah Agung, sebab Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 hanya mewajibkan Mahkamah Agung mengeksekusi rekomendasi Komisi Yudisial jika pembelaan hakim yang bermasalah itu ditolak Majelis Kehormatan Mahkamah Agung.
Sumber Tempo di Komisi menyebutkan, beberapa kesimpulan sementara dari hasil pemeriksaan sebagian anggota Komisi tak jauh berbeda dengan penilaian tim panel Mahkamah Agung. Sebelumnya, tim panel yang diketuai Hakim Agung Paulus Lotulung, setelah memeriksa para hakim itu menilai para hakim telah melampaui kewenangan serta melakukan unprofessional conduct (tindakan tidak profesional).
Apa pun hasil pemeriksaan, Komisi ini tak berwenang menyentuh substansi putusan yang sudah diketuk hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat itu. Sesuai dengan UU Nomor 22/2004 tentang Komisi Yudisial, selain mengusulkan pengangkatan hakim agung, tugasnya memang hanya sebatas mengawasi perilaku hakim. "Substansi putusan tidak termasuk dalam kewenangan kami," kata Busyro Muqoddas.
Lantaran keterbatasan wewenang yang ada pada Komisi Yudisial, walhasil, apa pun rekomendasi yang dikirimkan, praktis penentuannya di tangan MA. "Itu terserah MA, apakah mau dibuang, apa mau dibahas-terserah MA," kata Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan.
Tak wajibnya Mahkamah Agung melaksanakan semua rekomendasi Komisi, menurut Muqoddas, membuat lembaga yang dipimpinnya seperti macan ompong. Padahal, menurut dia, sudah jamak jika sebuah lembaga yang diberi kewenangan melakukan tindakan juga memiliki kekuasaan menentukan sanksi. "Karena itu, dalam waktu dekat kami akan merancang usulan draf revisi UU tentang komisi ini," kata Muqoddas. ***
Abdul Manan dan Riska Handayani
TEMPO Edisi 050911-028/Hal. 106 Rubrik Hukum
Comments