Pemerintah Segera Buat Standarisasi Pelayanan Publik

Kamis, 24 Pebruari 2005 | 05:40 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah dalam waktu dekat akan melakukan standarisasi pelayanan publik yang jumlahnya mencapai 110 jenis. Seperti disampaikan Menteri Pendayagunaan Apaparatur Negara Taufik Efendi, dalam konferensi pers di Istana Presiden, Jakarta, Rabu (23/2), ini merupakan salah satu cara untuk mewujudkan asas pemerintahan yang baik (good governance).

Standarisasi itu nantinya meliputi persyaratan, waktu penyelesaian serta pembiayaan dari setiap pelayanan publik. Ini merupakan salah satu topik dalam rapat kabinet lengkap yang membahas Rancangan Aksi Nasional Percepatan Pemberantasan yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono. "Karena pelayanan ini langsung dirasakan masyarakat," kata Taufik.

Menurut Taufik, berdasarkan identifikasi yang dilakukan pemerintah, ada lima soal mendasar dan bersifat sistemik yang yang tidak kita miliki selama ini. Pertama, political will atau keinginan politik. Pemerintah menandai ini dengan dengan lahirnya Instuksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004.

Kedua, pemerintah akan mewujudkan single identification number. Dengan sistem ini, masyarakat akan hanya memiliki satu kartu tanda pengenal. Menurut Taufik, ini untuk menghindari maraknya cek kosong, nembak kartu kredit, dan mencegah orang bisa menyembunyikan kekayaan di mana-mana. Bahkan, kata Taufik, "Dirjen Pajak mengatakan, insyaallah pajak akan naik sampai 200-sampai 3000 persen."

Langkah lain yang akan dilakukan adalah menerapkan e-government, e-procurement, e-bidding dan e-office. Selain itu, pemerintah membenahi aturan yang tumpang tindih yang mengakibatkan tindakan koruptif atau tidak wajar. Selain itu juga membuat integrated criminal justice sytem. Selain agar ada kesamaan mengenai korupsi, koluri dan nepotisme, juga ini diharapkan dapat diikuti dengan kesamaan tujuan dan rencana aksi.

Jaksa Agung, yang ikut dalam konferensi pers menambahkan, kesatuan ini untuk meningkatkan kesamaan pemahaman antara penegak hukum. Langkah lainnya adalah menginventarisai segi peraturan yang menghambat penegakan hukum, seperti tak adanya perjanjian ektradisi, tak adanya UU Perlindungan Saksi, alat bukti yang masih terbatas. "KUHAP-nya juga perlu diubah," tambahnya. Yang tak kalah penting, kata dia, adalah pengawasan.

Dengan pihak yudikatif, Kejaksaan sudah memiliki kesepakatan dengan Mahkamah Agung untuk mengadakan pertemuan rutin. Minggu lalu sudah terjadi pertemuan pertama untuk menandai titik-titik lemah mana yang terjadi dalam pemberantasan korupsi. Misalnya, soal lamanya pengiriman salinan putusan. "Supaya orang nunggu putusan jangan sampai kabur, seperti Sudjiono Timan," tambahnya. Pemerintah menyadari bahwa Mahkamah Agung ada di luar eksekutif, karena itu hubungannya sekedar konsultasi.

Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dalam jumpa pers itu juga menyampaikan kepedulian presiden soal tersebut. Karena itu, dia meminta agar memudahkan masysrakat menyampaikan pengaduan kasus korupsi, kolusi dan nepotisme. Kalau perlu, kata dia, presiden minta agar ada lembar pengaduan dengan rumusan sederhana mengenai siapa yang melakukan pungli, kapan, dimana, dan berapa besar punglinya.

Abdul Manan - Tempo

Comments

Popular posts from this blog

Metamorfosa Dua Badan Intelijen Inggris, MI5 dan MI6

Kronologis Penyerbuan Tomy Winata ke TEMPO