DPR Tak Bisa Minta Presiden Ganti Menteri
Rabu, 23 Pebruari 2005 | 20:15 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat, anggota DPR tak bisa meminta presiden mengganti menteri kabinet. "Karena itu kewenangan presiden yang tidak bisa dicampuri siapapun," kata Yusril menjawab pertanyaan wartawan di sela-sela pelantikan ketua muda Mahkamah Agung di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/2).
Pernyataan ini menanggapi ketegangan antara Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dan Komisi III DPR yang berbuntut adanya surat dari DPR yang meminta Rahman diganti. Menurut Yusril, dua lembaga ini masing-masing memiliki batas kewenangan yang sama-sama harus dihormati. "Pemerintah juga tidak bisa juga minta kepada partai politik untuk mengganti anggota DPR," kata dia, sembari meminta agar hubungan keduanya tetap proporsional.
Hingga saat ini, kata Yusril, pemerintah belum membahas surat dari DPR tersebut. "Kami akan pelajari. Kami akan melihat apa konteksnya dan permasalahannya, secara proporsional. Kita akan cari solusi yang baik," katanya. Dia meminta agar hubungan antara kedua lembaga ini harus tetap proporsional.
Dia memberi contoh adanya pendapat dari anggota DPR yang akan memanggil menteri tertentu dan meminta pertanggungjawabannya. Dia menilai, itu pendapat yang kurang proporsional dan out of control. "Saya berpendapat, sebaiknya semua pihak dengan jiwa beasr memahami betul sistem konstitusi kita dan melihat hubungan pemerintah dan DPR itu secara proporsional," tandasnya.
Yusril mempertanyakan jika tindakan Jaksa Agung dalam rapat Komisi III sebagai countempt of parliament (penghinaan terhadap parlemen). Menurut dia, untuk sampai pada kesimpulan seperti itu perlu ada penilaian pihak ketiga yang bersikap netral. Kalau memang ada penghinaan terhadap parlemen, kata Yusril, "Perlu dipikirkan countempt of government. Supaya adil."
Abdul Manan - Tempo
TEMPO Interaktif, Jakarta: Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat, anggota DPR tak bisa meminta presiden mengganti menteri kabinet. "Karena itu kewenangan presiden yang tidak bisa dicampuri siapapun," kata Yusril menjawab pertanyaan wartawan di sela-sela pelantikan ketua muda Mahkamah Agung di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/2).
Pernyataan ini menanggapi ketegangan antara Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dan Komisi III DPR yang berbuntut adanya surat dari DPR yang meminta Rahman diganti. Menurut Yusril, dua lembaga ini masing-masing memiliki batas kewenangan yang sama-sama harus dihormati. "Pemerintah juga tidak bisa juga minta kepada partai politik untuk mengganti anggota DPR," kata dia, sembari meminta agar hubungan keduanya tetap proporsional.
Hingga saat ini, kata Yusril, pemerintah belum membahas surat dari DPR tersebut. "Kami akan pelajari. Kami akan melihat apa konteksnya dan permasalahannya, secara proporsional. Kita akan cari solusi yang baik," katanya. Dia meminta agar hubungan antara kedua lembaga ini harus tetap proporsional.
Dia memberi contoh adanya pendapat dari anggota DPR yang akan memanggil menteri tertentu dan meminta pertanggungjawabannya. Dia menilai, itu pendapat yang kurang proporsional dan out of control. "Saya berpendapat, sebaiknya semua pihak dengan jiwa beasr memahami betul sistem konstitusi kita dan melihat hubungan pemerintah dan DPR itu secara proporsional," tandasnya.
Yusril mempertanyakan jika tindakan Jaksa Agung dalam rapat Komisi III sebagai countempt of parliament (penghinaan terhadap parlemen). Menurut dia, untuk sampai pada kesimpulan seperti itu perlu ada penilaian pihak ketiga yang bersikap netral. Kalau memang ada penghinaan terhadap parlemen, kata Yusril, "Perlu dipikirkan countempt of government. Supaya adil."
Abdul Manan - Tempo
Comments