AJI Kecam Alokasi Dana Pemda DKI untuk Wartawan
Rabu, 22 Desember 2004 | 01:26 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen mengecam sikap Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3,15 miliar untuk wartawan dan media massa yang meliput dan memberitakan kebijakannya. Sikap ini disampaikan dalam siaran pers AJI Indonesia yang diterima Tempo, Selasa (21/12).
AJI dengan tegas mengecam penggunaan dana negara yang antara lain diambil dari pajak rakyat untuk kepentingan di luar pelayanan publik. ?Alokasi dana untuk wartawan dan media massa dalam RAPBD harus dibaca sebagai upaya penyuapan sistematis yang dilembagakan dan dilegalkan oleh negara,? kata Koordinator Divisi Etik dan Profesi AJI Indonesia, Heru Hendratmoko, seperti tertuang dalam siaran pers.
Heru menilai, alokasi ini sebagai upaya pelembagaan suap dan bentuk pembusukan profesionalisme wartawan. Padahal, dalam Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) secara jelas disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. AJI menilai, ini korupsi legal yang semestinya diselidiki lebih jauh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
AJI meminta agar alokasi anggaran ini ditiadakan. Sebab, alokasi anggaran khusus untuk wartawan dan media massa sama sekali tidak diperlukan. Selain bertentangan fungsi dan peran pers untuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, ini juga bertentangan dengan upaya menciptakan good governance, tata pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Daripada memberi anggaran khusus kepada wartawan dan media massa, AJI menyarankan, sebaiknya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih berkonsentrasi memperbaiki sarana dan fasilitas publik yang amburadul, yang tidak tertata dengan baik, dan bahkan sering tidak berpihak kepada kepentingan publik.
Abdul Manan - Tempo
TEMPO Interaktif, Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen mengecam sikap Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3,15 miliar untuk wartawan dan media massa yang meliput dan memberitakan kebijakannya. Sikap ini disampaikan dalam siaran pers AJI Indonesia yang diterima Tempo, Selasa (21/12).
AJI dengan tegas mengecam penggunaan dana negara yang antara lain diambil dari pajak rakyat untuk kepentingan di luar pelayanan publik. ?Alokasi dana untuk wartawan dan media massa dalam RAPBD harus dibaca sebagai upaya penyuapan sistematis yang dilembagakan dan dilegalkan oleh negara,? kata Koordinator Divisi Etik dan Profesi AJI Indonesia, Heru Hendratmoko, seperti tertuang dalam siaran pers.
Heru menilai, alokasi ini sebagai upaya pelembagaan suap dan bentuk pembusukan profesionalisme wartawan. Padahal, dalam Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) secara jelas disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. AJI menilai, ini korupsi legal yang semestinya diselidiki lebih jauh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
AJI meminta agar alokasi anggaran ini ditiadakan. Sebab, alokasi anggaran khusus untuk wartawan dan media massa sama sekali tidak diperlukan. Selain bertentangan fungsi dan peran pers untuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, ini juga bertentangan dengan upaya menciptakan good governance, tata pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Daripada memberi anggaran khusus kepada wartawan dan media massa, AJI menyarankan, sebaiknya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih berkonsentrasi memperbaiki sarana dan fasilitas publik yang amburadul, yang tidak tertata dengan baik, dan bahkan sering tidak berpihak kepada kepentingan publik.
Abdul Manan - Tempo
Comments