Benyamin Yakin Tidak Akan Ada Pengadilan Internasional

21-8-2002 / 14:54 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Hakim Agung Benyamin Mangkoedilaga yakin kasus pelanggaran HAM di Timor Timur tidak akan sampai ke International Criminal Court (Peradilan Kejahatan Internasional). Demikian disampaikan Benyamin, Senin (21/8), saat ditanya pendapatnya tentang adanya desakan LSM internasional agar kasus ini dibawa ke pengadilan internasional.

Menurut Benyamin, kalau pun dipaksa, tindakan itu melanggar salah satu asas dalam hukum internasional, yaitu sesorang tidak bisa diadili dua kali dalam perkara yang sama atau nebis in idem. "Jadi saya haqqul yaqin masalah ini tidak akan ke pengadilan internasional," kata pria yang juga diundang saat PBB membuat lembaga peradilan internasional di Denhaag, Belanda, Maret 2002 lalu.

Keyakinan Bunyamin ini juga karena konstelasi politik internasional lebih berpihak kepada Indonesia. Dijelaskannya, untuk menggelar peradilan internasional, terlebih dahulu harus ada persetujuan dari Dewan Keamanan PBB. Untuk memperoleh persetujuan tersebut, bukan perkara mudah. Belum tentu negara-negara besar seperti AS dan RRC, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan, akan mendukung adanya peradilan internasional untuk kasus Timtim.

Menurut dia, jika AS setuju peradilan itu, sama artinya dia membuka peluang bagi para prajuritnya di medan perang akan mengalami nasib yang sama. Begitu juga dengan RRC. "Jika negara itu menyetujui pembentukan peradilan, dia harus siap-siap diadili dalam kasus Tiananmen," ujarnya. Selain soal hukum, ada atau tidaknya peradilan ini juga tergantung faktor diplomasi di luar negeri.

Dia menjelaskan, masalah lain yang juga bisa mengganjal pembentukannya adalah status dari peradilan internasional ini. Menurut statuta Roma, dengan jelas disebutkan bahwa peradilan internasional itu sifatnya pelengkap dari peradilan nasional. Dalam penjelasan statuta itu juga ditambahkan, peradilan internasional bisa diberlakukan jika peradilan nasional lumpuh dan tidak berdaya. "Peradilan di Indonesia kan tidak lumpuh," tegasnya.

Benyamin juga menyanggah semua tudingan miring terhadap proses peradilan HAM Timtim yang selama ini sudah berjalan. "Peradilan kita bukan bertujuan untuk memuaskan suatu kelompok tetapi untuk penegakan hukum dan keadilan," katanya.

Mengenai adanya LSM yang mendesak agar PBB membuat peradilan internasional dalam kasus Timtim, dia menilainya karena mereka tidak mendapatkan informasi yang memadai mengenai proses peradilan yang sedang berjalan. Dan, dia juga mengingatkan komitmen Sekjen PBB Koffi Annan saat datang ke Indonesia 1999 lalu. "Waktu menjawab pertanyaan saya, dia menyatakan bahwa PBB dan masyarakat internasional tidak menghendaki pelaku pelanggaran HAM dihukum, atau dibebaskan. Yang penting adalah proses peradilannya harus fair," ujarnya menirukan pernyataan Annan saat itu. Ia berpendapat peradilan HAM di Indonsia sudah digelar dengan standar internasional. Kalau pun ada yang tidak sesuai standar itu, katanya, ya soal fasilitas yang diterima hakimnya.

(Abdul Manan-Tempo News Room)

Comments

Popular posts from this blog

Metamorfosa Dua Badan Intelijen Inggris, MI5 dan MI6

Kronologis Penyerbuan Tomy Winata ke TEMPO