PKP Bukan Partai Kalah Perang
Muncul belakangan dengan modal tipis pula, PKP pun mencoba realistis.
ADA satu hal yang tak disukai pengurus Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), di pusat maupun daerah, yaitu sebutan sebagai pecahan Golkar. Ismawan D.S., Sekretaris Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) PKP Jawa Tengah, misalnya memohon: "Tolong katakan ke semua orang bahwa PKP bukan pecahan Golkar. Itu tidak benar. Itu taktik lawan untuk memojokkan. Kami bukan partai kalah perang !"
Baiklah. Tapi, masalahnya sulit untuk meluluskan permintaan Ismawan itu karena toh realitasnya tak termungkir. Lihatlah kenyataan di Medan berikut ini.
Hari itu 3 Februari. Ball room Hotel Tiara Medan penuh sesak oleh orang berjaket merah. Badge artistik bergambar burung garuda ada di dada mereka. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional PKP Edi Sudradjat kemudian hadir di sana untuk melantik DPP PKP Sumatra Utara (Sum-Ut) yang dipimpin Kol. Pol (Purn.) H. Abdul Manan.
Sebagian besar hadirin itu adalah kader organisasi massa yang selama ini menjadi kino (kelompok induk organisasi) atau undertow Golkar, yakni Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong, Kosgoro, Gakari, Sentral Organisasi Kekaryaan Swadiri Indonesia, dan Pepabri. Ada juga 100-an anggota Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia yang langsung dipimpin ketuanya Ahnawi Noeh. Mereka yang dilantik pun banyak yang eksponen partai beringin.
Yang duduk di Dewan Penasihat DPP Sum-Ut antara lain Mudyono dan K.H. Asril Alisyahbana. Mudyono, pensiunan ABRI, pemah menjadi Ketua DPD Golkar SumUt, di samping Ketua DPRD Sum-Ut dua periode. Adalah Mudyono yang pernah dijagokan F-KP DPRD Sum-Ut untuk menjadi gubernur, melawan Raja Inal Siregar. Namun ia kandas. Sejak itu ia dan pengikutnya tersingkir dari kepengurusan Golkar Sum-Ut.
Ketua DPP PKP Sum-Ut Abdul Manan adalah mantan bupati, kapolres, dansatserse, oditur militer serta Kakanwil Deparpostel Sum-Ut. Jelas dia tadinya kader andalan Golkar. Akan halnya yang menjadi sekretaris DPP adalah seorang kader Kosgoro. Wisnoe A.R. Lubis. Saat ini sekitar 40 persen fungsionaris PKP Sum-Ut berasal dari Golkar setempat. Menurut Abdul Manan, jumlah ini akan bertambah lagi. "Lihat saja April nanti," ujar dia.
Terlibatnya mantan pengurus Golkar di PKP ini menlpakan fenomena umum. Hal serupa juga jamak di provini lain. Sesepuh Angkatan Muda Siliwangi (AMS) Tjetje Pa( I madinata misalnya menjadi Ketua DPP PKP Jawa Barat. Dengan demikian dua pentolan AMS yang bergabu dengan PKP. Satu lagi adalah Tatto S. Pradjamanggala yang menjadi Wakil Ketua DPN. Di Jawa Timur yang menjadi penasihat DPP adalah Letjen (Purn.) Moergito, man Pangdam Brawijaya. Akan halnya mantan Ketua DPD Golkar Surabaya, Matajid, menjadi Ketua DPK PKP Surabaya. Selain itu sejumlah tokoh Angkatan Muda Brawijaya bergabung. Baik Angkatan Muda Siliwangi maupun Angkatan Muda Brawijaya adalah unsur Keluarga Besar ABRI yang selama ini menopang Golkar.
Secara historis memang sulit untuk mengingkari bahwa PKP adalah sempalan Golkar. Toh, PKP dibangun oleh kelompok Edi Sudradjat yang kalah melawan kubu Akbar Tandjung dalam pemilihan ketua umum pada Munas Luar Biasa Golkar di Jakarta Juli 1998. Waktu itu Edi meraih suara 10 sedangkan Akbar 17. Kekalahan ini membuat kubu Edi kecewa sebab merasa direkayasa. Misalnya ada intervensi ABRI waktu itu yakni ketika kodam-kodam dikerahkan membujuk DPD agar mendukung Akbar. Sampai Jenderal (Purn.) Edi Sudradjat yang mantan Menhankam kala itu berucap, "Seharusnya tidak ada intervensi. Di mana Sapta Marganya." Gara-gara intervensi itu, Pepabri yang menjagokan Edi pun jengkel kepada pimpinan ABRI. Inilah awal friksi al1tara kelompok purnawil-awan dan ABRI aktif.
Setelah kalah bertarung, kelompok Edi Sudradjat yang anggotanya antara lain Sarwono Kusumaatmadja, Siswono Yudhohusudo, David Napitupulu, Hayono Isman, dan Tatto S. Pradjamanggala membentuk Gerakan Keadilan dan Persatuan Bangsa (GKPB). Adapun Sarwono, Siswono, Hayono tercatat pula sebagai anggota Barisan Nasional bersama Indra Bambang Utoyo. Keempat orang ini termasuk korban, ketika Golkar mengadakan recall besar-besaran, kemudian.
Seperti namanya, GKPB tadinya dimaksudkan sebagai gerakan kritis yang agendanya antara lain menolak sektarianisme seperti yang diterapkan Presiden B.J. Habibie. Integrasi nasional menjadi salah satu kata kunci mereka. Kendati menamakan diri sebagai gerakan, GKPB ternyata punya banyak cabang di daerah. Tampaknya karena serbatanggung inilah sebagian mereka lalu menggagas pembentukan partai. Beberapa nama untuk jabang partai muncul, seperti Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dan Partai Adil, Sejahtera, Bersatu Indonesia.
Tapi, suara ternyata tak bulat untuk membentuk partai. Orang seperti Sarwono dan Siswono kabamya tak terlalu tertarik dengan parpol dan ingin bermain di gerakan saja. Meski demikian, mereka berdua ikut juga dalam panitia pembentukan partai. Anggota panitia yang lain temmasuk mantan Ketua DPPGolkarWahono, Letjen (Pum.) Suryadi, Hayono Isman, Bambang Warih Koesoema, Sri-Edi Swasono, Said Aqiel Siradj, Gatot Soewagio, F.X. Dos Amaral, dan Thomas Suyatno. Siswono malah disebut-sebut sebagai calon ketua umum.
Partai Keadilan dan Persatuan akhimya dideklarasikan pada 15 Januari 1999. Agak terlambat memang dibanding parpol lain. Tarik-menarik antara mereka yang ingin tetap di gerakan dan yang hendak membentuk partailah yang membuat pendeklarasian terlambat. Yang menjadi ketua umum Edi Sudradjat. Sekjen Hayono Isman. Adapun Sarwono dan Siswollo lak masuk dalam dewan pimpinan nasional. Tapi nama mereka termaktub dalam daftar pendiri/deklarator PKP. Setelah deklarasi, trio Edi SudradjatHayono Isman-Sutradara Ginting yang lebih banyak tampil sebagai representasi PKP.
* Keluarga Besar ABRI
Sebagai eksponen Golkar tentu unsur lama partai beringinlah yang dilirik oleh pengurus PKP sebagai basis utama dukungannya. Untuk menggilet massa, seperti kata Wakil Ketua PKP Sulradalcl Ginting, faktor ketokohan dan pengaruh individuallah yang dikedepankan. Edi Sudradjat misalnya sebagai sesepuh Angkatan Darat diharapk'an bisa berpengaruh di lingkungan Keluarga Besar ABRI. Terutama di Pepabri dan Persatuan Istri Purnawirawan ABRI. Ketokohan Edi di Pepabri serta kedekatannya dengan ketua umum organisasi itu, Try Sutrisno, akan menjadi modal penting di sini. Hayono Isman diharapkan bisa merangkul massa Kosgoro. Pun Bambang Indra Utoyo di FKPPI, Tatto serta Tjetje di AMS, dan seterusnya.
Tentu saja ini hanya harapan. Yang jelas di tubuh unsur-unsur lama Golkar--baik kino dan underbow--fraksi melebar sehubungan dengan posisi baru pasca-Soeharto. Dengan demikian tidak ada lagi pemegang hegemoni tunggal di sana. PKP menyadari realitas ini. Itu sebabnya mereka tak mau menggunakan jalur organisatoris, tapi persuasi personal. Selain itu mereka juga melirik basis dukungan yang lebih luas.
Dalam perkiraan PKP, seperti kata Sutradara Ginting, pada pemilu Juni nanti S persen pemberi suara sudah punya pilihan tetap (final), dan 35 persen punya preferensi. Yang terakhir artinya punya alternatif pilihan. Akan halnya 60 persen lagi merupakan massa mengambang. Mereka inilah yang disasar PKP.
Lalu bagaimana Fersiapan PKP sejauh ini? Sebagai new comer, partai ini termasuk lamban. Dalam pantauan D&R di Ujungpandang, Medan, Surabaya, Semarang, Bandung, dan Jakarta, belum tampak betul di permukaan. Wajar saja karena cabangnya umumnya baru berdiri. Di Surabaya misalnya pengurusnya baru dilantik Edi Sudradjat pada 22 Februari lalu. Di Ujungpandang pelantikan malah baru 24 Maret ini. Padahal pemilu adalah 7 Juni 1999.
Dilihat dari segi atribut semacam spanduk, posko, stiker, atau kaus, PKPjelas jauh tertinggal dibanding parpol macam Golkar, PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, atau Partai Persatuan Pembangunan. Apalagi dalam temu kader di lapangan. Di Bandung misalnya hajat konsolidasi seperti ini belum pernah dilakukan. Sebabnya? "Tak ada biaya," aku Tjetje Padmadinata.
Memang dalam waktu singkat PKP sudah punya cukup banyak dewan pimpinan provinsi (DPP) dan dewan pimpinan kabupaten/kodya (DPK). Tapi itu bukanlah berarti bahwa mereka makmur. Tidak. Persoalan krusial PKP sekarang justru adalah terbatasnya sumber dana. Karena itu mereka serba bersahaja. Di Jawa Tengah misalnya kantor DPK umumnya di rumah pengurus. Kantor DPP-nya pinjaman dari simpatisan. Sekretaris DPP Jawa Tengah Ismawan D.S. mengaku hingga saat ini mereka belum punya sumberdanatetap. Pengakuan serupadatang dari M. Ilyas Amin, Ketua DPP PKP Sulawesi Selatan.
Ketergesaan dan kurangnya dana menjadi kendala besar PKP pada pemilu 7 Juni nanti. Ttu sebabnya mereka realistis. Dalam menarget perolehan suara nanti angka yang mereka sebut 5-10 persen saja. Kendati demikian mereka tak minder. Itu sebabnya
mereka menolak disebut "partai kalah perang".
***
Partai Keadilan dan Persatuan
==============================
Dewan Pimpinan Nasional:
Ketua Umum : Edi Sudradjat
Wakil Ketua : Tatto S. Pradjamanggala, Letjen (Purn.) Suryadi, Meutia F. Swasono, K.H. Umar Mansyur, Sutradara Ginting, S.A.,
Yunus Supit, John Pieris.Sekjen: Hayano Suyono
Plafform politik
Umum: Menegakkan persatuan dan keadilan, berdasarkan Pancasilan dan UUD !45 Menolak ide federasi. Alternatifnya, pemberian otonomi yang diperluas.
Solusi untuk Ambon: Penyelesaian secara mendasar Pengiriman pasukan untuk melerai saja. Perwakilan semua pihak harus
berdialog.
Solusi untuk Tim-Tim: Dengarkan suara yang pro dan antiintegrasi baru kemudian susun formulanya. Jangan terlalu berat sehelah.
Platform ekonomi:
Ekonomi Indonesia adalah ekonomi kerakyatan. Dalam -- 10 tahun ke depan separo produk domestik bruto (PDB harus berasal dari sektor informal, usaha menengah, dan koperasi.
Target perolehan suara: 5-10 persen
Calon presiden:
Edi Sudradjat, Try Sutrisno Emil Salim Sarwono Kusumaatmadja, Siswono Yudhohusodo (ini menurut aspirdsi daerah).
P. Hasudungan Sirait/Laporan M. Toha (Ujungpandang), J. ANTO (Medan), Abdul Manan (Surabaya), Rudianto Pangaribuan (Bandung), Koresponden Semarang, Budi Nugroho, Eko Yulistyo A.F (Jakarta)
D&R, Edisi 990315-031/Hal. 28 Rubrik Profil Partai
ADA satu hal yang tak disukai pengurus Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), di pusat maupun daerah, yaitu sebutan sebagai pecahan Golkar. Ismawan D.S., Sekretaris Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) PKP Jawa Tengah, misalnya memohon: "Tolong katakan ke semua orang bahwa PKP bukan pecahan Golkar. Itu tidak benar. Itu taktik lawan untuk memojokkan. Kami bukan partai kalah perang !"
Baiklah. Tapi, masalahnya sulit untuk meluluskan permintaan Ismawan itu karena toh realitasnya tak termungkir. Lihatlah kenyataan di Medan berikut ini.
Hari itu 3 Februari. Ball room Hotel Tiara Medan penuh sesak oleh orang berjaket merah. Badge artistik bergambar burung garuda ada di dada mereka. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional PKP Edi Sudradjat kemudian hadir di sana untuk melantik DPP PKP Sumatra Utara (Sum-Ut) yang dipimpin Kol. Pol (Purn.) H. Abdul Manan.
Sebagian besar hadirin itu adalah kader organisasi massa yang selama ini menjadi kino (kelompok induk organisasi) atau undertow Golkar, yakni Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong, Kosgoro, Gakari, Sentral Organisasi Kekaryaan Swadiri Indonesia, dan Pepabri. Ada juga 100-an anggota Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia yang langsung dipimpin ketuanya Ahnawi Noeh. Mereka yang dilantik pun banyak yang eksponen partai beringin.
Yang duduk di Dewan Penasihat DPP Sum-Ut antara lain Mudyono dan K.H. Asril Alisyahbana. Mudyono, pensiunan ABRI, pemah menjadi Ketua DPD Golkar SumUt, di samping Ketua DPRD Sum-Ut dua periode. Adalah Mudyono yang pernah dijagokan F-KP DPRD Sum-Ut untuk menjadi gubernur, melawan Raja Inal Siregar. Namun ia kandas. Sejak itu ia dan pengikutnya tersingkir dari kepengurusan Golkar Sum-Ut.
Ketua DPP PKP Sum-Ut Abdul Manan adalah mantan bupati, kapolres, dansatserse, oditur militer serta Kakanwil Deparpostel Sum-Ut. Jelas dia tadinya kader andalan Golkar. Akan halnya yang menjadi sekretaris DPP adalah seorang kader Kosgoro. Wisnoe A.R. Lubis. Saat ini sekitar 40 persen fungsionaris PKP Sum-Ut berasal dari Golkar setempat. Menurut Abdul Manan, jumlah ini akan bertambah lagi. "Lihat saja April nanti," ujar dia.
Terlibatnya mantan pengurus Golkar di PKP ini menlpakan fenomena umum. Hal serupa juga jamak di provini lain. Sesepuh Angkatan Muda Siliwangi (AMS) Tjetje Pa( I madinata misalnya menjadi Ketua DPP PKP Jawa Barat. Dengan demikian dua pentolan AMS yang bergabu dengan PKP. Satu lagi adalah Tatto S. Pradjamanggala yang menjadi Wakil Ketua DPN. Di Jawa Timur yang menjadi penasihat DPP adalah Letjen (Purn.) Moergito, man Pangdam Brawijaya. Akan halnya mantan Ketua DPD Golkar Surabaya, Matajid, menjadi Ketua DPK PKP Surabaya. Selain itu sejumlah tokoh Angkatan Muda Brawijaya bergabung. Baik Angkatan Muda Siliwangi maupun Angkatan Muda Brawijaya adalah unsur Keluarga Besar ABRI yang selama ini menopang Golkar.
Secara historis memang sulit untuk mengingkari bahwa PKP adalah sempalan Golkar. Toh, PKP dibangun oleh kelompok Edi Sudradjat yang kalah melawan kubu Akbar Tandjung dalam pemilihan ketua umum pada Munas Luar Biasa Golkar di Jakarta Juli 1998. Waktu itu Edi meraih suara 10 sedangkan Akbar 17. Kekalahan ini membuat kubu Edi kecewa sebab merasa direkayasa. Misalnya ada intervensi ABRI waktu itu yakni ketika kodam-kodam dikerahkan membujuk DPD agar mendukung Akbar. Sampai Jenderal (Purn.) Edi Sudradjat yang mantan Menhankam kala itu berucap, "Seharusnya tidak ada intervensi. Di mana Sapta Marganya." Gara-gara intervensi itu, Pepabri yang menjagokan Edi pun jengkel kepada pimpinan ABRI. Inilah awal friksi al1tara kelompok purnawil-awan dan ABRI aktif.
Setelah kalah bertarung, kelompok Edi Sudradjat yang anggotanya antara lain Sarwono Kusumaatmadja, Siswono Yudhohusudo, David Napitupulu, Hayono Isman, dan Tatto S. Pradjamanggala membentuk Gerakan Keadilan dan Persatuan Bangsa (GKPB). Adapun Sarwono, Siswono, Hayono tercatat pula sebagai anggota Barisan Nasional bersama Indra Bambang Utoyo. Keempat orang ini termasuk korban, ketika Golkar mengadakan recall besar-besaran, kemudian.
Seperti namanya, GKPB tadinya dimaksudkan sebagai gerakan kritis yang agendanya antara lain menolak sektarianisme seperti yang diterapkan Presiden B.J. Habibie. Integrasi nasional menjadi salah satu kata kunci mereka. Kendati menamakan diri sebagai gerakan, GKPB ternyata punya banyak cabang di daerah. Tampaknya karena serbatanggung inilah sebagian mereka lalu menggagas pembentukan partai. Beberapa nama untuk jabang partai muncul, seperti Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dan Partai Adil, Sejahtera, Bersatu Indonesia.
Tapi, suara ternyata tak bulat untuk membentuk partai. Orang seperti Sarwono dan Siswono kabamya tak terlalu tertarik dengan parpol dan ingin bermain di gerakan saja. Meski demikian, mereka berdua ikut juga dalam panitia pembentukan partai. Anggota panitia yang lain temmasuk mantan Ketua DPPGolkarWahono, Letjen (Pum.) Suryadi, Hayono Isman, Bambang Warih Koesoema, Sri-Edi Swasono, Said Aqiel Siradj, Gatot Soewagio, F.X. Dos Amaral, dan Thomas Suyatno. Siswono malah disebut-sebut sebagai calon ketua umum.
Partai Keadilan dan Persatuan akhimya dideklarasikan pada 15 Januari 1999. Agak terlambat memang dibanding parpol lain. Tarik-menarik antara mereka yang ingin tetap di gerakan dan yang hendak membentuk partailah yang membuat pendeklarasian terlambat. Yang menjadi ketua umum Edi Sudradjat. Sekjen Hayono Isman. Adapun Sarwono dan Siswollo lak masuk dalam dewan pimpinan nasional. Tapi nama mereka termaktub dalam daftar pendiri/deklarator PKP. Setelah deklarasi, trio Edi SudradjatHayono Isman-Sutradara Ginting yang lebih banyak tampil sebagai representasi PKP.
* Keluarga Besar ABRI
Sebagai eksponen Golkar tentu unsur lama partai beringinlah yang dilirik oleh pengurus PKP sebagai basis utama dukungannya. Untuk menggilet massa, seperti kata Wakil Ketua PKP Sulradalcl Ginting, faktor ketokohan dan pengaruh individuallah yang dikedepankan. Edi Sudradjat misalnya sebagai sesepuh Angkatan Darat diharapk'an bisa berpengaruh di lingkungan Keluarga Besar ABRI. Terutama di Pepabri dan Persatuan Istri Purnawirawan ABRI. Ketokohan Edi di Pepabri serta kedekatannya dengan ketua umum organisasi itu, Try Sutrisno, akan menjadi modal penting di sini. Hayono Isman diharapkan bisa merangkul massa Kosgoro. Pun Bambang Indra Utoyo di FKPPI, Tatto serta Tjetje di AMS, dan seterusnya.
Tentu saja ini hanya harapan. Yang jelas di tubuh unsur-unsur lama Golkar--baik kino dan underbow--fraksi melebar sehubungan dengan posisi baru pasca-Soeharto. Dengan demikian tidak ada lagi pemegang hegemoni tunggal di sana. PKP menyadari realitas ini. Itu sebabnya mereka tak mau menggunakan jalur organisatoris, tapi persuasi personal. Selain itu mereka juga melirik basis dukungan yang lebih luas.
Dalam perkiraan PKP, seperti kata Sutradara Ginting, pada pemilu Juni nanti S persen pemberi suara sudah punya pilihan tetap (final), dan 35 persen punya preferensi. Yang terakhir artinya punya alternatif pilihan. Akan halnya 60 persen lagi merupakan massa mengambang. Mereka inilah yang disasar PKP.
Lalu bagaimana Fersiapan PKP sejauh ini? Sebagai new comer, partai ini termasuk lamban. Dalam pantauan D&R di Ujungpandang, Medan, Surabaya, Semarang, Bandung, dan Jakarta, belum tampak betul di permukaan. Wajar saja karena cabangnya umumnya baru berdiri. Di Surabaya misalnya pengurusnya baru dilantik Edi Sudradjat pada 22 Februari lalu. Di Ujungpandang pelantikan malah baru 24 Maret ini. Padahal pemilu adalah 7 Juni 1999.
Dilihat dari segi atribut semacam spanduk, posko, stiker, atau kaus, PKPjelas jauh tertinggal dibanding parpol macam Golkar, PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, atau Partai Persatuan Pembangunan. Apalagi dalam temu kader di lapangan. Di Bandung misalnya hajat konsolidasi seperti ini belum pernah dilakukan. Sebabnya? "Tak ada biaya," aku Tjetje Padmadinata.
Memang dalam waktu singkat PKP sudah punya cukup banyak dewan pimpinan provinsi (DPP) dan dewan pimpinan kabupaten/kodya (DPK). Tapi itu bukanlah berarti bahwa mereka makmur. Tidak. Persoalan krusial PKP sekarang justru adalah terbatasnya sumber dana. Karena itu mereka serba bersahaja. Di Jawa Tengah misalnya kantor DPK umumnya di rumah pengurus. Kantor DPP-nya pinjaman dari simpatisan. Sekretaris DPP Jawa Tengah Ismawan D.S. mengaku hingga saat ini mereka belum punya sumberdanatetap. Pengakuan serupadatang dari M. Ilyas Amin, Ketua DPP PKP Sulawesi Selatan.
Ketergesaan dan kurangnya dana menjadi kendala besar PKP pada pemilu 7 Juni nanti. Ttu sebabnya mereka realistis. Dalam menarget perolehan suara nanti angka yang mereka sebut 5-10 persen saja. Kendati demikian mereka tak minder. Itu sebabnya
mereka menolak disebut "partai kalah perang".
***
Partai Keadilan dan Persatuan
==============================
Dewan Pimpinan Nasional:
Ketua Umum : Edi Sudradjat
Wakil Ketua : Tatto S. Pradjamanggala, Letjen (Purn.) Suryadi, Meutia F. Swasono, K.H. Umar Mansyur, Sutradara Ginting, S.A.,
Yunus Supit, John Pieris.Sekjen: Hayano Suyono
Plafform politik
Umum: Menegakkan persatuan dan keadilan, berdasarkan Pancasilan dan UUD !45 Menolak ide federasi. Alternatifnya, pemberian otonomi yang diperluas.
Solusi untuk Ambon: Penyelesaian secara mendasar Pengiriman pasukan untuk melerai saja. Perwakilan semua pihak harus
berdialog.
Solusi untuk Tim-Tim: Dengarkan suara yang pro dan antiintegrasi baru kemudian susun formulanya. Jangan terlalu berat sehelah.
Platform ekonomi:
Ekonomi Indonesia adalah ekonomi kerakyatan. Dalam -- 10 tahun ke depan separo produk domestik bruto (PDB harus berasal dari sektor informal, usaha menengah, dan koperasi.
Target perolehan suara: 5-10 persen
Calon presiden:
Edi Sudradjat, Try Sutrisno Emil Salim Sarwono Kusumaatmadja, Siswono Yudhohusodo (ini menurut aspirdsi daerah).
P. Hasudungan Sirait/Laporan M. Toha (Ujungpandang), J. ANTO (Medan), Abdul Manan (Surabaya), Rudianto Pangaribuan (Bandung), Koresponden Semarang, Budi Nugroho, Eko Yulistyo A.F (Jakarta)
D&R, Edisi 990315-031/Hal. 28 Rubrik Profil Partai
Comments
trims ... dari manapun informasi segera verifikasi kebenarannya !
go PKP !!!!!!!!!!!!!!