Penantian Panjang Ashari
Padamnya listrik memengaruhi berbagai sektor ekonomi Madura dan menghambat roda pemerintahan.
WAKTU terasa berjalan sangat lambat bagi Muh. Ashari. Pengusaha mebel di Sampang ini adalah korban langsung dari padamnya listrik di Madura. Ashari menuturkan kepada D&R, sejak listrik padam, banyak peralatan untuk membuat ranjang ukiran--istilah Maduranya adalah dipan palek--tak bisa berfungsi. seperti bor listrik, mesin bubut, dan mesin perata atau pasra.
Akhirnya, Ashari harus kembali menggunakan alat lamanya: alat dengan tenaga tangan. Kalau dihitung-hitung hasilnya, ada perbedaan produktivitas cukup besar. Jumlah produk mesin dibandingkan tenaga tangan adalah tiga banding satu. Mau lak mau, itulah yang dilakukan Ashari dan dua buruhnya kini.
Selain itu, usahanya belakangan ini sangat seret. Malah, menurut Ashari, usaha yang diwarisi dari orang tuanya itu sudut sekarat kondisinya. "Mau beli mesin diesel tak punya uang," ucapnya. Ashari menyatakan, masih akan menunggu dan terus menunggu listrik ini hidup. Dan, ia akan terus menunggu sampai kesabarannya habis.
Ashari hanyalah salah satu dari puluhan ribu korban. PLN sebenarnya juga tak berdiam diri. Kebutuhan listrik di Madura adalah 73 megawatt, sedangkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang ada cuma tiga megawatt. Dalam sehulan ini, PLN akan memasok kebutuhan listrik di pulau itu sebanyak 13 megawatt, khusus untuk menerangi proyek vital, seperti rumah sakit dan air minum. Artinya, masih 60 megawatt lagi atau 82 persen kebutuhan listrik Madura yang tidak terpenuhi.
Sebenarnya, Madurabaru benar-benarmenikmati listrik interkoneksi pada dekade 1990-an. Sampai tahun 1989, Madura hanya dihidupi PLTD yang terpusat di Pamekasan. Setiap kabupaten masih menyimpan PLTD-nya untuk kebutuhan lokal. Itu sebabnya, menurut data PLN sampai 1992/1993, pelanggan di Madura yang dilayani PLN Cabang Pamekasan hanya mencakup empat persen dari seluruh pelanggan di Jawa Timur.
Bagi kalangan yang masih menyimpan generator milik pribadi, warisan zaman PLTD, dengan cepat bisa beralih ke cara lama itu. Bagi yang sudah telanjur menjual generatornya, matinya listrik untuk waktu lama memang cukup merepotkan. Pengguna beban daya terbesar, sekaligus penderita kerugian terbesar, tetap sektor rumah tangga, yang mencapai 72 persen.
* Memindahkan PLTU
"Untuk mengembalikan kondisi Madura seperti semula memang butuh waktu lama. Itu artinya harus memindahkan PLTD besar atau pembangkit listrik tenaga uap ke Madura, sembari menunggu kabclnya dibetulkan," kata Menteri Pertambangan dan Energi, Kuntoro Mangkusubroto, pekan lalu.
Bagi industri-industri besar yang sudah memiliki generator sendiri, musibah ini akan segera teratasi. Tapi, bagi industri kecil dan menengah, ini bisa merugikan. Di Madura, menurut Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustlian dan Perdagangan Jawa Timur, Suharno, kini terdapat lebih dari 68.000 industri kecil dan menengah, mulai dari industri makanan dan minuman sampai tekstil. Jumlah itu berarti 11 persen dari jumlah seluruh industri di Jawa Timur. Kerugian bukan cuma bagi pemilik, tapi terutama bagi puluhan ribu buruh yang bekerja di sektor itu.
Sungguhpun begitu, ada yang menganggap angka dari kantor wilayah itu tidak vallid, dengan alasan Madura sebenarnya belum banyak beranjak dari usaha agro-ekonomi tembakau dan garam. Bukan listrik, melainkan sinar matahari yang menjadikan Madura sebagai produsen 70 persen kebutuhan garam nasional. Menurut Bupati Sampang Fadhilah Budiono, listrik PLN lebih banyak berfungsi untuk penerangan sehingga dampak padamnya listrik terhadap industri kurang terasa.
Bagaimanapun, bagi pemerintah daerah (pemda) sendiri, padamnya listrik itu sangat terasa mengganggu. Urusan administrasi terhambat karena surat kembali harus ditulis dengan mesin ketik, tidak lagi dengan kompuler. Untuk kebutuhan fotokopi terpaksa harus ke Surabaya. Belum lagi kebutuhan mencetak foto aktivitas rutin bagian hubungan masyarakat--yang juga harus ke Surabaya. Kontak dengan Pemda Tingkat I Jawa Timur juga jadi tak efisien karena surat yang sebelumnya cukup dikirim melalui faksimile kini harus lewat kurir.
Bukan cuma pemda yang kelabakan. Menurut pemantauan D&R, 24 Februari instansi yang helum teraliri listrik cukup banyak, di antaranya kantor pemda, Kepolisian Resor Bangkalan, kantor Badan Perencana dan Pembangunan Daerah, pengadilan negeri, kejaksaan negeri, komando distrik militer, alun-alun, pasar, masjid agung, dan beberapa kantor lain. Penantian ini tampaknya masih panjang.
Satrio Arismunandar/Laporan Abdul Manan (Surabaya)
D&R, Edisi 990301-029/Hal. 62 Rubrik Hukum
WAKTU terasa berjalan sangat lambat bagi Muh. Ashari. Pengusaha mebel di Sampang ini adalah korban langsung dari padamnya listrik di Madura. Ashari menuturkan kepada D&R, sejak listrik padam, banyak peralatan untuk membuat ranjang ukiran--istilah Maduranya adalah dipan palek--tak bisa berfungsi. seperti bor listrik, mesin bubut, dan mesin perata atau pasra.
Akhirnya, Ashari harus kembali menggunakan alat lamanya: alat dengan tenaga tangan. Kalau dihitung-hitung hasilnya, ada perbedaan produktivitas cukup besar. Jumlah produk mesin dibandingkan tenaga tangan adalah tiga banding satu. Mau lak mau, itulah yang dilakukan Ashari dan dua buruhnya kini.
Selain itu, usahanya belakangan ini sangat seret. Malah, menurut Ashari, usaha yang diwarisi dari orang tuanya itu sudut sekarat kondisinya. "Mau beli mesin diesel tak punya uang," ucapnya. Ashari menyatakan, masih akan menunggu dan terus menunggu listrik ini hidup. Dan, ia akan terus menunggu sampai kesabarannya habis.
Ashari hanyalah salah satu dari puluhan ribu korban. PLN sebenarnya juga tak berdiam diri. Kebutuhan listrik di Madura adalah 73 megawatt, sedangkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang ada cuma tiga megawatt. Dalam sehulan ini, PLN akan memasok kebutuhan listrik di pulau itu sebanyak 13 megawatt, khusus untuk menerangi proyek vital, seperti rumah sakit dan air minum. Artinya, masih 60 megawatt lagi atau 82 persen kebutuhan listrik Madura yang tidak terpenuhi.
Sebenarnya, Madurabaru benar-benarmenikmati listrik interkoneksi pada dekade 1990-an. Sampai tahun 1989, Madura hanya dihidupi PLTD yang terpusat di Pamekasan. Setiap kabupaten masih menyimpan PLTD-nya untuk kebutuhan lokal. Itu sebabnya, menurut data PLN sampai 1992/1993, pelanggan di Madura yang dilayani PLN Cabang Pamekasan hanya mencakup empat persen dari seluruh pelanggan di Jawa Timur.
Bagi kalangan yang masih menyimpan generator milik pribadi, warisan zaman PLTD, dengan cepat bisa beralih ke cara lama itu. Bagi yang sudah telanjur menjual generatornya, matinya listrik untuk waktu lama memang cukup merepotkan. Pengguna beban daya terbesar, sekaligus penderita kerugian terbesar, tetap sektor rumah tangga, yang mencapai 72 persen.
* Memindahkan PLTU
"Untuk mengembalikan kondisi Madura seperti semula memang butuh waktu lama. Itu artinya harus memindahkan PLTD besar atau pembangkit listrik tenaga uap ke Madura, sembari menunggu kabclnya dibetulkan," kata Menteri Pertambangan dan Energi, Kuntoro Mangkusubroto, pekan lalu.
Bagi industri-industri besar yang sudah memiliki generator sendiri, musibah ini akan segera teratasi. Tapi, bagi industri kecil dan menengah, ini bisa merugikan. Di Madura, menurut Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustlian dan Perdagangan Jawa Timur, Suharno, kini terdapat lebih dari 68.000 industri kecil dan menengah, mulai dari industri makanan dan minuman sampai tekstil. Jumlah itu berarti 11 persen dari jumlah seluruh industri di Jawa Timur. Kerugian bukan cuma bagi pemilik, tapi terutama bagi puluhan ribu buruh yang bekerja di sektor itu.
Sungguhpun begitu, ada yang menganggap angka dari kantor wilayah itu tidak vallid, dengan alasan Madura sebenarnya belum banyak beranjak dari usaha agro-ekonomi tembakau dan garam. Bukan listrik, melainkan sinar matahari yang menjadikan Madura sebagai produsen 70 persen kebutuhan garam nasional. Menurut Bupati Sampang Fadhilah Budiono, listrik PLN lebih banyak berfungsi untuk penerangan sehingga dampak padamnya listrik terhadap industri kurang terasa.
Bagaimanapun, bagi pemerintah daerah (pemda) sendiri, padamnya listrik itu sangat terasa mengganggu. Urusan administrasi terhambat karena surat kembali harus ditulis dengan mesin ketik, tidak lagi dengan kompuler. Untuk kebutuhan fotokopi terpaksa harus ke Surabaya. Belum lagi kebutuhan mencetak foto aktivitas rutin bagian hubungan masyarakat--yang juga harus ke Surabaya. Kontak dengan Pemda Tingkat I Jawa Timur juga jadi tak efisien karena surat yang sebelumnya cukup dikirim melalui faksimile kini harus lewat kurir.
Bukan cuma pemda yang kelabakan. Menurut pemantauan D&R, 24 Februari instansi yang helum teraliri listrik cukup banyak, di antaranya kantor pemda, Kepolisian Resor Bangkalan, kantor Badan Perencana dan Pembangunan Daerah, pengadilan negeri, kejaksaan negeri, komando distrik militer, alun-alun, pasar, masjid agung, dan beberapa kantor lain. Penantian ini tampaknya masih panjang.
Satrio Arismunandar/Laporan Abdul Manan (Surabaya)
D&R, Edisi 990301-029/Hal. 62 Rubrik Hukum
Comments