Ninja Asli Tak Diadili
Pekan ini, ratusan terdakwa pembantai "dukun santet" mulai disidangkan. Tapi, para "ninja asli" malah tidak diseret ke meja hijau.
DRAMA pembantaian "dukun santet" memasuki babak baru. Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November, persidangan para pelaku pembantaian dimulai di Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi. "Kami sudah menerima tiga berita acara pemeriksaan (BAP) dari kejaksaan," kata Beny Messakh, Kepala Hubungan Masyarakat PN Banyuwangi. Ketiga berkas itu mencakup delapan terdakwa.
Selain itu, ada enam BAP lagi yang sudah diselesaikan kejaksaan. Sisanya (43 BAP) sedang dalam proses penyusunan. Total jenderal terdakwa yang akan dimejahijaukan berjumlah 173 orang. Untuk menuntut mereka, Kejaksaan Negeri Banyuwangi sudah mempersiapkan 18 jaksa yang dibagi dalam delapan tim. Pokoknya, kata Kepala Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Sotion Usman Aji, aparat kejaksaan bekerja ekstra keras menangani perkara ini.
Yang tak kalah repotnya adalah para pegawai PN Banyuwangi. Untuk perkara pembantaian itu, mereka terpaksa mempersiapkan segala hal secara matang. Soal pengamanan, misalnya, PN Banyuwangi berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat. "Itu untuk menjaga kemungkinan terburuk. Soalnya, sidang ini pasti menarik perhatian masyarakat," kata Beny Messakh.
Seperti telah diduga banyak orang, perkara ini diarahkan jadi kasus kriminal biasa. Itu jelas terlihat dari sembiln BAP yang sudah diselesaikan jaksa: enam delik pembunuhan dan tiga penggunaan senjata tajam.
Terdakwanya juga cuma orang-orang awam, yang bisa jadi sekadar ikut-ikutan atau malah tak tahu apa-apa. Contohnya Sulhadi, warga Desa Parijatah Wetan, Kecamatan Srono. Suatu hari, pertengahan September lalu, sopir truk itu dicegat ratusan orang ketika akan mengambil gabah. Ia dipaksa mengantarkan massa yang memburu seorang "dukun santet" di desa tetangga. Untuk jasa mengantar massa itu, Sulhadi diberi Rp 15 ribu.
Sebulan kemudian, Sulhadi dicokok polisi di rumahnya. Lalu, ia diperiksa sebagai tersangka pembunuhan. Truknya juga disita sebagai barang bukti. Anehnya, kata Sulhadi, "Orang-orang yang menumpang truk saya tak satu pun yang ditangkap sampai sekarang."
Jaksa juga tak memilah atau mengategorikan para terdakwa. Padahal, saat pemeriksaan polisi, pemilahan itu sempat diungkapkan. Misalnya, ada yang dikategorikan sebagai penggalang dana, aktor intelektual, atau penggerak lapangan. Kata Beny Mesalah. "Hal itu akan terungkap dalam persidangan."
Sementara ini, semua terdakwa dijerat dengan pasal-pasal kriminal. Kaderi dan kawan-kawan, misalnya, dikenai Pasal 340 KUHP tentang Pemhunuhan Berencana. Dalan dakwaan jaksa, tak satu pun kalimat atau buhi yang menyebut-nyebut keberadaan "pasukan ninja" yang diyakini banyak orang sebagai dalang dan penggerak aksi pembunuhan berantai di Banyuwangi dan sekitarnya.
* Mana Ninja Aslinya?
Padahal, seperti dikatakan Choirul Anam, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Jawa Timur, pasukan ninja itu memang benar ada. Buktinya, Tim Pencari Fakta Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur berhasil menangkap basah tujuh anggota pasukan itu. Dari mereka berhasil dikorek informasi penting mengenai aksi-aksi pembantaian yang terjadi di Banyuwangi, Jember, dan Probolinggo. Malah, ada yang menyebutkan siapa yang membayar dan menggerakkan aksi pembantaian yang menewaskan seratus jiwa lebih di wilayah itu.
Bukti-bukti itu diperkuat sejumlah peralatan operasi, seperti pedang bermata naga, topeng, dan pakaian hitam. Lalu, peralatan operasi itu dipotret bersama pemiliknya. Hanya. Anam belum mau mengungkap data-data itu termasuk ke aparat keamanan. "Kami batu malu menyerahkannya kalau ada jaminan perkara ini akan diusut sungguh-sungguh," tutur Anam.
Selain temuan di atas, Posko Kewaspadaan NU Jawa Timur juga terus mencatat laporan masyarakat tentang pasukan ninja. Pekan lalu, misalnya, ada sekitar delapan laporan yang masuk: dua dari Gresik, lima dari Surabaya, dan satu dari Sidoarjo.
Salah satu laporan menyebutkan, warga Rungkut, Surabaya, telah menangkap seorang yang mencurigakan pada dini hari, 29 Oktober lalu. Orang tak dikenal itu turun dari taksi dan langsung memasuki teras rumah seorang warga setempat. Karena gerak-geriknya mencurigakan, penduduk yang sedang ronda langsung meringkusnya, lantas dibawa ke Kantor Pengurus Wilayah NU Jawa Timur.
Di sana orang itu diinterogasi. Beberapa jam kemudian, diketahui orang misterius itu anggota Garnisun Surabaya berpangkat sersan. Kedatangannya ke Rungkut untuk menagih utang. Tapi, setelah dicek ke Garnisun Surabaya, sang sersan disebutkan sedang stres. Tak lama kemudian, sersan itu dijemput komandannya. Dan, seperti juga banyak kasus serupa, perkara sersan garnisun itu pun menjadi tak jelas.
Imran Hasibuan/Laporan Suma Atmaja (Banyuwangi) dan Abdul Manan (Surabaya)
D&R, Edisi 981114-013/Hal. 52 Rubrik Hukum
DRAMA pembantaian "dukun santet" memasuki babak baru. Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November, persidangan para pelaku pembantaian dimulai di Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi. "Kami sudah menerima tiga berita acara pemeriksaan (BAP) dari kejaksaan," kata Beny Messakh, Kepala Hubungan Masyarakat PN Banyuwangi. Ketiga berkas itu mencakup delapan terdakwa.
Selain itu, ada enam BAP lagi yang sudah diselesaikan kejaksaan. Sisanya (43 BAP) sedang dalam proses penyusunan. Total jenderal terdakwa yang akan dimejahijaukan berjumlah 173 orang. Untuk menuntut mereka, Kejaksaan Negeri Banyuwangi sudah mempersiapkan 18 jaksa yang dibagi dalam delapan tim. Pokoknya, kata Kepala Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Sotion Usman Aji, aparat kejaksaan bekerja ekstra keras menangani perkara ini.
Yang tak kalah repotnya adalah para pegawai PN Banyuwangi. Untuk perkara pembantaian itu, mereka terpaksa mempersiapkan segala hal secara matang. Soal pengamanan, misalnya, PN Banyuwangi berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat. "Itu untuk menjaga kemungkinan terburuk. Soalnya, sidang ini pasti menarik perhatian masyarakat," kata Beny Messakh.
Seperti telah diduga banyak orang, perkara ini diarahkan jadi kasus kriminal biasa. Itu jelas terlihat dari sembiln BAP yang sudah diselesaikan jaksa: enam delik pembunuhan dan tiga penggunaan senjata tajam.
Terdakwanya juga cuma orang-orang awam, yang bisa jadi sekadar ikut-ikutan atau malah tak tahu apa-apa. Contohnya Sulhadi, warga Desa Parijatah Wetan, Kecamatan Srono. Suatu hari, pertengahan September lalu, sopir truk itu dicegat ratusan orang ketika akan mengambil gabah. Ia dipaksa mengantarkan massa yang memburu seorang "dukun santet" di desa tetangga. Untuk jasa mengantar massa itu, Sulhadi diberi Rp 15 ribu.
Sebulan kemudian, Sulhadi dicokok polisi di rumahnya. Lalu, ia diperiksa sebagai tersangka pembunuhan. Truknya juga disita sebagai barang bukti. Anehnya, kata Sulhadi, "Orang-orang yang menumpang truk saya tak satu pun yang ditangkap sampai sekarang."
Jaksa juga tak memilah atau mengategorikan para terdakwa. Padahal, saat pemeriksaan polisi, pemilahan itu sempat diungkapkan. Misalnya, ada yang dikategorikan sebagai penggalang dana, aktor intelektual, atau penggerak lapangan. Kata Beny Mesalah. "Hal itu akan terungkap dalam persidangan."
Sementara ini, semua terdakwa dijerat dengan pasal-pasal kriminal. Kaderi dan kawan-kawan, misalnya, dikenai Pasal 340 KUHP tentang Pemhunuhan Berencana. Dalan dakwaan jaksa, tak satu pun kalimat atau buhi yang menyebut-nyebut keberadaan "pasukan ninja" yang diyakini banyak orang sebagai dalang dan penggerak aksi pembunuhan berantai di Banyuwangi dan sekitarnya.
* Mana Ninja Aslinya?
Padahal, seperti dikatakan Choirul Anam, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Jawa Timur, pasukan ninja itu memang benar ada. Buktinya, Tim Pencari Fakta Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur berhasil menangkap basah tujuh anggota pasukan itu. Dari mereka berhasil dikorek informasi penting mengenai aksi-aksi pembantaian yang terjadi di Banyuwangi, Jember, dan Probolinggo. Malah, ada yang menyebutkan siapa yang membayar dan menggerakkan aksi pembantaian yang menewaskan seratus jiwa lebih di wilayah itu.
Bukti-bukti itu diperkuat sejumlah peralatan operasi, seperti pedang bermata naga, topeng, dan pakaian hitam. Lalu, peralatan operasi itu dipotret bersama pemiliknya. Hanya. Anam belum mau mengungkap data-data itu termasuk ke aparat keamanan. "Kami batu malu menyerahkannya kalau ada jaminan perkara ini akan diusut sungguh-sungguh," tutur Anam.
Selain temuan di atas, Posko Kewaspadaan NU Jawa Timur juga terus mencatat laporan masyarakat tentang pasukan ninja. Pekan lalu, misalnya, ada sekitar delapan laporan yang masuk: dua dari Gresik, lima dari Surabaya, dan satu dari Sidoarjo.
Salah satu laporan menyebutkan, warga Rungkut, Surabaya, telah menangkap seorang yang mencurigakan pada dini hari, 29 Oktober lalu. Orang tak dikenal itu turun dari taksi dan langsung memasuki teras rumah seorang warga setempat. Karena gerak-geriknya mencurigakan, penduduk yang sedang ronda langsung meringkusnya, lantas dibawa ke Kantor Pengurus Wilayah NU Jawa Timur.
Di sana orang itu diinterogasi. Beberapa jam kemudian, diketahui orang misterius itu anggota Garnisun Surabaya berpangkat sersan. Kedatangannya ke Rungkut untuk menagih utang. Tapi, setelah dicek ke Garnisun Surabaya, sang sersan disebutkan sedang stres. Tak lama kemudian, sersan itu dijemput komandannya. Dan, seperti juga banyak kasus serupa, perkara sersan garnisun itu pun menjadi tak jelas.
Imran Hasibuan/Laporan Suma Atmaja (Banyuwangi) dan Abdul Manan (Surabaya)
D&R, Edisi 981114-013/Hal. 52 Rubrik Hukum
Comments