Reformasi Belum Selesai
Meskipun Soeharto sudah turun, gerakan rakyat pro-reformasi dan mahasiswa terus bergulir di berbagai daerah. Isu lokal kini
mengemuka.
SOEHARTO boleh mundur sebagai presiden. Pucuk pemerintahan boleh beralih ke tangan B.J. Habibie. Tetapi, rezim yang berkuasa sekarang kurang lebih masih sama. Reformasi yang dituntut oleh mahasiswa belum terwujud tuntas, kecuali dalam retorika para pejabat yang juga masih diragukan komitmennya.
Maka, jangan heran jika aksi mahasiswa dan masyarakat umum terus menggelinding di Jakarta dan berbagai daerah. Hanya, memang setelah Soeharto mundur, banyak kalangan mahasiswa yang tidak habis-habisan lagi menggalang aksi. Istilahnya, mereka agak cooling down, yakni lebih memusatkan diri pada konsolidasi. Berikut ini beberapa gambaran umum di beberapa kota.
* UJUNGPANDANG
Sejak turunnya Soeharto, aksi mahasiswa Ujungpandang menukik ke isu lokal. Yakni seputar korupsi, kolusi, nepotisme, dan feodalisme (KKNF) di Sulawesi Selatan (Sul-Sel). Solidaritas Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, misalnya, mendatangi DPRD Sul-Sel, Kamis, 28 Mei, untuk mendesak Gubernur Sul-Sel H. Zaenal Basri Palaguna mundur dari jabatannya. Palaguna dianggap bertanggungjawab atas pelbagai praktik KKNF di provinsi itu. Di antaranya: mengatur tender proyek dan melaksanakan pernikahan tiga anaknya dengan biaya yang ditanggung para bupati yang korup.
Mahasiswa juga menyebut-nyebut adanya setoran Palaguna ke keluarga Soeharto Rp 13 miliar agar dipilih lagi menjadi gubernur kedua kali (1998-2003). Kepala daerah itu juga dianggap feodal.
Palaguna tampaknya mulai terdesak oleh tuntutan mahasiswa. Kamis sore, ia menyerukan kepada para bupati dan wali kota untuk menjual mobil dinas Mitsubishi Pajero mereka dan menggantinya dengan mobil yang lebih murah. Pembelian Pajero, mobil dinas 23 bupati dan walikota di Sul-Sel, tiga tahun silam diributkan para anggota DPRD dan mahasiswa. Sebabnya, pembeliannya--dengan harga Rp 185 juta per unit ketika itu--menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tingkat II. Sul-Sel memang sudah dikenal sebagai salah satu "lumbung KKN".
* PADANG
Di Padang, puluhan ribu mahasiswa dari 27 perguruan tinggi pada Senin, 25 Mei, hingga Sabtu, 30 Mei, menduduki gedung megah DPRD Sumatra Barat (Sum-Bar). Mereka memasang tenda di depan tangga gedung itu. Mahasiswa bertekad tak akan membongkar tenda itu sebelum mantan Gubernur Sum-Bar Hasan Basri Durin, yang dituduh terlibat KKN dan kecurangan pemilu, turun dari jabatan Menteri Agraria. "Pak Habibie jangan mengada-ada. Masak calo tanah diangkat jadi menteri tanah," teriak mahasiswa.
Mahasiswa mendesak Ketua DPRD Sum-Bar Noer Bahri Pamoencak, untuk membuat pernyataan tertulis bahwa DPRD menolak Hasan Basri Durin sebagai Menteri Negara Agraria dan Kepala Badan Pertahanan Nasional. Pamoencak semula "disandera" sehingga tak bisa pulang. Barulah setelah dengan perantaraan dan jaminan danrem dan dandim setempat, Pamoencak bisa kembali ke rumahnya. Esoknya, DPRD membuat Deklarasi Kesepahaman dengan mahasiswa, yang isinya menolak kementerian Durin.
Dosa Durin adalah praktik curang yang memenangkan Golongan Karya dalam pemilu lalu dan menekan Ketua DPD Partai Persatuan Pembangunan Sum-Bar, Darmadi, untuk menandatangani hasil Pemilu itu. Dosa lainnya adalah mengkondisikan agar Muchlis Ibrahim menjadi Gubernur Sum-Bar dengan mencairkan dana Rp 900 juta di BPD yang disebut sebagai Anggaran Biaya Tambahan. Dana itu dihebohkan sebagai suap. Durin, tanpa lewat tender dan tanpa persetujuan DPRD, juga membeli 2.000 sepeda motor untuk para kepala desa dengan uang subsidi desa. Pembelian diatur oleh Asnawi Bahar, menantu Durin, dan Weno Aulia, anaknya sendiri.
* JAYAPURA
Memanfaatkan momentum reformasi, sekitar 200 mahasiswa dan pemuda gereja yang menamakan diri Kelompok Peduli Hak Asasi Manusia di Irianjaya mendatangi kanlor DPRD Tingkat I Irianjaya pada Jumat, 29 Mei lalu. Mereka berasal dari 24 kampus di Jayapura. Aksi yang dipimpin Gerson Abrauw itu menolak bisnis kayu gaharu dari Artha Group milik Ari Sigit cucu mantan Presiden Soeharto--di bumi Irianjaya. Dukungan aparat keamanan terhadap bisnis Ari itu menjadi sumber konflik. Lokasi kayu gaharu adalah di daerah Jayawijaya, Merauke, Arso, dan Mamberamo.
Kelompok itu juga mengangkat lagi kasus jatuhnya 16 korban warga di lokasi operasi militer pasukan ABRI untuk menumpas gerombolan Organisasi Papua Merdeka. Dari 16 korban itu, 11 mati ditembak, 2 hilang, dan 3 luka-luka. Para pendemo meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera menyelidiki kasus itu dan menuntut DPRD segera memanggil Panglima Kodam VIII Trikora, untuk dimintai penjelasan. Kasus ini terjadi antara Desember 1996 dan Oktober 1997.
Mahasiswa juga mempersoalkan penunjukan Brigjen TNI Gassing--mantan Wadanjen Kopassus semasa Danjennya di jabat Letjen TNI Prabowo Subianto--sebagai Kasdam VIII Trikora. Aktivis pemuda, Frans Koromat, menyebut prajurit bawahan Gassing telah berbuat "biadab" di Irianjaya masa ia menjadi Wadanjen Kopassus.
* MEDAN
Demo mahasiswa terus bergolak di berbagai kampus di Medan, pekan lalu. Jumat, 29 Mei, ratusan delegasi mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Islam Sumatra Utara (UISU), Medan, melakukan aksi di DPRD Sumatra Utara (Sum-Ut). "Reformasi nasional dengan turunnya Soeharto sudah dilaksanakan. Kini saatnya reformasi regional," kata mereka. Mahasiswa menuntut pemberantasan perjudian, pelacuran, dan minuman keras, di samping praktik korupsi, kolusi, koncoisme, dan nepotisme (K3N) di Pemda Sum-Ut. Yang terakhir ini memang merupakan persoalan lama yang krusial di Pemda Sum-Ut. Sejak Raja Inal Siregar menjadi gubernur, sudah menjadi rahasia umum bahwa kelompok "Lunas" (Lubis, Nasution, dan Siregar)-lah yang berjaya di Pemda Sum-Ut. Mereka menjadi birokrat utama sampai pegawai rendahan.
* DENPASAR
Ida Bagus Oka--mantan Gubernur Bali yang telah ditunjuk sebagai Menteri Kependudukan dan Kepala BKKBN--terus-menerus didemo dan dihujat masyarakat serta mahasiswa Bali. Penolakan semula bergema di mimbar bebas kampus Universitas Udayana. Merasa tidak ditanggapi, ratusan mahasiswa dan tokoh kritis Bali, Kamis, 28 Mei, berpawai dari kampus itu sejauh 3 kilometer mendatangi DPRD Bali.
Mereka yang menyebut dirinya "Rakyat Pro-reformasi" itu menolak Ida Bagus Oka karena dinilai tidak lepas dari KKN dan menuntut dia mundur dari jabatan menteri . "Kami tidak bangga kalau rakyat Bali diwakili Ida Bagus Oka dalam kabinet. Dia terlalu banyak menyakiti hati rakyat Bali," kata seorang demonstran.
Para pengunjuk rasa menuntut DPRD mencabut peraturan daerah tentang ditetapkannya 21 kawasan wisata di daerah Bali dan menuntut Majelis Pembina Lembaga Adat dibubarkan karena menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam mengeksploitasi desa adat untuk kepentingan kekuasaan. Pengunjuk rasa juga mendesak nasionalisasi seluruh kekayaan Soeharto, keluarga, dan oknum-oknum lainnya yang tersebar di seluruh Bali. Satu lagi yang mereka tuntut: diadakannya Sidang Istimewa MPR paling lambat 17 Agustus 1998.
* SOLO
Di Solo, pekan lalu ada dua aksi besar. Pertama: pada Senin, 25 Mei, yang melibatkan 5.000 massa dan berhasil "menduduki" Balai Kota Surakarta tanpa insiden. Kedua: terjadi pada Kamis, 28 Mei, yang diikuti sekitar 500 mahasiswa dari lima perguruan tinggi swasta di kampus Universitas Slamet Riyadi (Unisri), Surakarta. Mereka menuntut MPR segera memanggil Soeharto untuk dimintai pertanggungjawabannya dan segera diadakan reformasi total di bidang politik, ekonomi dan hukum.
* BANDUNG
Gugatan mundur terhadap sejumlah gubernur juga santer di Jawa Barat (Ja-Bar). Gerakan Reformasi Bandung, Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB), dan Forum Bandung untuk Reformasi Sejati menuntut pemilihan ulang Gubernur Ja-Bar. Hal ini karena Gubernur Nuriana dinilai banyak terlibat proyek KKN. Termasuk yang melibatkan anak-anak mantan Presiden Soeharto. Seperti: proyek Kota Mandiri Bukit Jonggol Asri (Bogor), Kawasan Wisata Terpadu Kapuknaga (Tangerang), Mal Bandung, Pabrik Texmaco (Sukabumi), dan ruislag Secapa TNI-AD (Bandung).
GRIB, yang merupakan gabungan mahasiswa dari berbagai kampus, menilai banyak kejanggalan yang terjadi saat pemilihan Gubernur Nuriana, sejak dari pengajuan bakal calon dan penentuan calon.
* SURABAYA
DPRD dianggap tak lagi mampu menampung aspirasi rakyat. Maka, mahasiswa berbagai kampus yang didukung massa yang tergabung dalam Arek Suroboyo Pro-Reformasi di antaranya berasal dari Pandegiling, Kaliwaron, Pegirian, Semampir, dan Warga Deles--unjuk rasa. Mereka "menyegel" dan menutup gedung DPRD pada Kamis, 28 Mei lalu. Alasannya, tidak sepatutnya mereka yang mengaku wakil rakyat memasuki dan menempati gedung itu.
Mahasiswa yang tergabung dalam DPR-MPRS (Dewan Penyuara Rakyat - Mahasiswa Pejuang Reformasi Sejati), yang merupakan gabungan dari aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan beberapa kampus di Surabaya pada Selasa, 26 Mei, juga mendatangi DPRD Tingkat I Jawa Timur. Mereka mendesak pemerintah transisi Habibie mengembalikan kedaulatan rakyat, dengan membuat Komite Reformasi Nasional yang terdiri dali seluruh perwakilan keIompok kepentingan.
* JAKARTA
Situasi mahasiswa di Jakarta relatif tenang. Tak ada aksi besar turun ke jalan. Suasana pesta kemenangan reformasi malah lebih tampak di kampus tertentu. Alumni Universitas Indonesia (UI), misalnya, melangsungkan Malam Renungan Reformasi di kampus UI Depok pada Jumat malam, 29 Mei, yang dihadiri sekitar 10.000 mahasiswa dan masyarakat sekitar. Isinya lebih banyak hiburan dan pagelaran seni.
Di posko UI, Salemba, ada lima mahasiswa dari berbagai universitas dan seorang korban peristiwa 27 Juli 1996 melakukan mogok makan secara estafet. Yakni, peserta yang sudah tidak kuat akan diteruskan oleh orang lain yang telah tercantum dalam daftar pemogok makan. Mereka hanya minum susu, untuk mengganti energi yang hilang akibat tidak makan.
Tuntutan mereka antara lain pembebasan tahanan politik/narapidana politik, pencabutan lima undang-undang politik, dan pemilu ulang nasional.
Laporan Tomi Lebang (Ujungpandang), Gebeh Pramarta (Bali), Dwi Arjanto (Solo). Rudianto P-ngaribuan (Bandung). Abdul Manan, Zed Abidien (Surabaya). Verrianto Madjowa (Manado) Bambang Soedjiartono (Medan), H.A. Ondy (Jayapura), Korosponden Padang, dan Febrina M.S. (Jakarta)
D&R, Edisi 980606-042/Hal. 47 Rubrik Pendidikan
mengemuka.
SOEHARTO boleh mundur sebagai presiden. Pucuk pemerintahan boleh beralih ke tangan B.J. Habibie. Tetapi, rezim yang berkuasa sekarang kurang lebih masih sama. Reformasi yang dituntut oleh mahasiswa belum terwujud tuntas, kecuali dalam retorika para pejabat yang juga masih diragukan komitmennya.
Maka, jangan heran jika aksi mahasiswa dan masyarakat umum terus menggelinding di Jakarta dan berbagai daerah. Hanya, memang setelah Soeharto mundur, banyak kalangan mahasiswa yang tidak habis-habisan lagi menggalang aksi. Istilahnya, mereka agak cooling down, yakni lebih memusatkan diri pada konsolidasi. Berikut ini beberapa gambaran umum di beberapa kota.
* UJUNGPANDANG
Sejak turunnya Soeharto, aksi mahasiswa Ujungpandang menukik ke isu lokal. Yakni seputar korupsi, kolusi, nepotisme, dan feodalisme (KKNF) di Sulawesi Selatan (Sul-Sel). Solidaritas Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, misalnya, mendatangi DPRD Sul-Sel, Kamis, 28 Mei, untuk mendesak Gubernur Sul-Sel H. Zaenal Basri Palaguna mundur dari jabatannya. Palaguna dianggap bertanggungjawab atas pelbagai praktik KKNF di provinsi itu. Di antaranya: mengatur tender proyek dan melaksanakan pernikahan tiga anaknya dengan biaya yang ditanggung para bupati yang korup.
Mahasiswa juga menyebut-nyebut adanya setoran Palaguna ke keluarga Soeharto Rp 13 miliar agar dipilih lagi menjadi gubernur kedua kali (1998-2003). Kepala daerah itu juga dianggap feodal.
Palaguna tampaknya mulai terdesak oleh tuntutan mahasiswa. Kamis sore, ia menyerukan kepada para bupati dan wali kota untuk menjual mobil dinas Mitsubishi Pajero mereka dan menggantinya dengan mobil yang lebih murah. Pembelian Pajero, mobil dinas 23 bupati dan walikota di Sul-Sel, tiga tahun silam diributkan para anggota DPRD dan mahasiswa. Sebabnya, pembeliannya--dengan harga Rp 185 juta per unit ketika itu--menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tingkat II. Sul-Sel memang sudah dikenal sebagai salah satu "lumbung KKN".
* PADANG
Di Padang, puluhan ribu mahasiswa dari 27 perguruan tinggi pada Senin, 25 Mei, hingga Sabtu, 30 Mei, menduduki gedung megah DPRD Sumatra Barat (Sum-Bar). Mereka memasang tenda di depan tangga gedung itu. Mahasiswa bertekad tak akan membongkar tenda itu sebelum mantan Gubernur Sum-Bar Hasan Basri Durin, yang dituduh terlibat KKN dan kecurangan pemilu, turun dari jabatan Menteri Agraria. "Pak Habibie jangan mengada-ada. Masak calo tanah diangkat jadi menteri tanah," teriak mahasiswa.
Mahasiswa mendesak Ketua DPRD Sum-Bar Noer Bahri Pamoencak, untuk membuat pernyataan tertulis bahwa DPRD menolak Hasan Basri Durin sebagai Menteri Negara Agraria dan Kepala Badan Pertahanan Nasional. Pamoencak semula "disandera" sehingga tak bisa pulang. Barulah setelah dengan perantaraan dan jaminan danrem dan dandim setempat, Pamoencak bisa kembali ke rumahnya. Esoknya, DPRD membuat Deklarasi Kesepahaman dengan mahasiswa, yang isinya menolak kementerian Durin.
Dosa Durin adalah praktik curang yang memenangkan Golongan Karya dalam pemilu lalu dan menekan Ketua DPD Partai Persatuan Pembangunan Sum-Bar, Darmadi, untuk menandatangani hasil Pemilu itu. Dosa lainnya adalah mengkondisikan agar Muchlis Ibrahim menjadi Gubernur Sum-Bar dengan mencairkan dana Rp 900 juta di BPD yang disebut sebagai Anggaran Biaya Tambahan. Dana itu dihebohkan sebagai suap. Durin, tanpa lewat tender dan tanpa persetujuan DPRD, juga membeli 2.000 sepeda motor untuk para kepala desa dengan uang subsidi desa. Pembelian diatur oleh Asnawi Bahar, menantu Durin, dan Weno Aulia, anaknya sendiri.
* JAYAPURA
Memanfaatkan momentum reformasi, sekitar 200 mahasiswa dan pemuda gereja yang menamakan diri Kelompok Peduli Hak Asasi Manusia di Irianjaya mendatangi kanlor DPRD Tingkat I Irianjaya pada Jumat, 29 Mei lalu. Mereka berasal dari 24 kampus di Jayapura. Aksi yang dipimpin Gerson Abrauw itu menolak bisnis kayu gaharu dari Artha Group milik Ari Sigit cucu mantan Presiden Soeharto--di bumi Irianjaya. Dukungan aparat keamanan terhadap bisnis Ari itu menjadi sumber konflik. Lokasi kayu gaharu adalah di daerah Jayawijaya, Merauke, Arso, dan Mamberamo.
Kelompok itu juga mengangkat lagi kasus jatuhnya 16 korban warga di lokasi operasi militer pasukan ABRI untuk menumpas gerombolan Organisasi Papua Merdeka. Dari 16 korban itu, 11 mati ditembak, 2 hilang, dan 3 luka-luka. Para pendemo meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera menyelidiki kasus itu dan menuntut DPRD segera memanggil Panglima Kodam VIII Trikora, untuk dimintai penjelasan. Kasus ini terjadi antara Desember 1996 dan Oktober 1997.
Mahasiswa juga mempersoalkan penunjukan Brigjen TNI Gassing--mantan Wadanjen Kopassus semasa Danjennya di jabat Letjen TNI Prabowo Subianto--sebagai Kasdam VIII Trikora. Aktivis pemuda, Frans Koromat, menyebut prajurit bawahan Gassing telah berbuat "biadab" di Irianjaya masa ia menjadi Wadanjen Kopassus.
* MEDAN
Demo mahasiswa terus bergolak di berbagai kampus di Medan, pekan lalu. Jumat, 29 Mei, ratusan delegasi mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Islam Sumatra Utara (UISU), Medan, melakukan aksi di DPRD Sumatra Utara (Sum-Ut). "Reformasi nasional dengan turunnya Soeharto sudah dilaksanakan. Kini saatnya reformasi regional," kata mereka. Mahasiswa menuntut pemberantasan perjudian, pelacuran, dan minuman keras, di samping praktik korupsi, kolusi, koncoisme, dan nepotisme (K3N) di Pemda Sum-Ut. Yang terakhir ini memang merupakan persoalan lama yang krusial di Pemda Sum-Ut. Sejak Raja Inal Siregar menjadi gubernur, sudah menjadi rahasia umum bahwa kelompok "Lunas" (Lubis, Nasution, dan Siregar)-lah yang berjaya di Pemda Sum-Ut. Mereka menjadi birokrat utama sampai pegawai rendahan.
* DENPASAR
Ida Bagus Oka--mantan Gubernur Bali yang telah ditunjuk sebagai Menteri Kependudukan dan Kepala BKKBN--terus-menerus didemo dan dihujat masyarakat serta mahasiswa Bali. Penolakan semula bergema di mimbar bebas kampus Universitas Udayana. Merasa tidak ditanggapi, ratusan mahasiswa dan tokoh kritis Bali, Kamis, 28 Mei, berpawai dari kampus itu sejauh 3 kilometer mendatangi DPRD Bali.
Mereka yang menyebut dirinya "Rakyat Pro-reformasi" itu menolak Ida Bagus Oka karena dinilai tidak lepas dari KKN dan menuntut dia mundur dari jabatan menteri . "Kami tidak bangga kalau rakyat Bali diwakili Ida Bagus Oka dalam kabinet. Dia terlalu banyak menyakiti hati rakyat Bali," kata seorang demonstran.
Para pengunjuk rasa menuntut DPRD mencabut peraturan daerah tentang ditetapkannya 21 kawasan wisata di daerah Bali dan menuntut Majelis Pembina Lembaga Adat dibubarkan karena menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam mengeksploitasi desa adat untuk kepentingan kekuasaan. Pengunjuk rasa juga mendesak nasionalisasi seluruh kekayaan Soeharto, keluarga, dan oknum-oknum lainnya yang tersebar di seluruh Bali. Satu lagi yang mereka tuntut: diadakannya Sidang Istimewa MPR paling lambat 17 Agustus 1998.
* SOLO
Di Solo, pekan lalu ada dua aksi besar. Pertama: pada Senin, 25 Mei, yang melibatkan 5.000 massa dan berhasil "menduduki" Balai Kota Surakarta tanpa insiden. Kedua: terjadi pada Kamis, 28 Mei, yang diikuti sekitar 500 mahasiswa dari lima perguruan tinggi swasta di kampus Universitas Slamet Riyadi (Unisri), Surakarta. Mereka menuntut MPR segera memanggil Soeharto untuk dimintai pertanggungjawabannya dan segera diadakan reformasi total di bidang politik, ekonomi dan hukum.
* BANDUNG
Gugatan mundur terhadap sejumlah gubernur juga santer di Jawa Barat (Ja-Bar). Gerakan Reformasi Bandung, Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB), dan Forum Bandung untuk Reformasi Sejati menuntut pemilihan ulang Gubernur Ja-Bar. Hal ini karena Gubernur Nuriana dinilai banyak terlibat proyek KKN. Termasuk yang melibatkan anak-anak mantan Presiden Soeharto. Seperti: proyek Kota Mandiri Bukit Jonggol Asri (Bogor), Kawasan Wisata Terpadu Kapuknaga (Tangerang), Mal Bandung, Pabrik Texmaco (Sukabumi), dan ruislag Secapa TNI-AD (Bandung).
GRIB, yang merupakan gabungan mahasiswa dari berbagai kampus, menilai banyak kejanggalan yang terjadi saat pemilihan Gubernur Nuriana, sejak dari pengajuan bakal calon dan penentuan calon.
* SURABAYA
DPRD dianggap tak lagi mampu menampung aspirasi rakyat. Maka, mahasiswa berbagai kampus yang didukung massa yang tergabung dalam Arek Suroboyo Pro-Reformasi di antaranya berasal dari Pandegiling, Kaliwaron, Pegirian, Semampir, dan Warga Deles--unjuk rasa. Mereka "menyegel" dan menutup gedung DPRD pada Kamis, 28 Mei lalu. Alasannya, tidak sepatutnya mereka yang mengaku wakil rakyat memasuki dan menempati gedung itu.
Mahasiswa yang tergabung dalam DPR-MPRS (Dewan Penyuara Rakyat - Mahasiswa Pejuang Reformasi Sejati), yang merupakan gabungan dari aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan beberapa kampus di Surabaya pada Selasa, 26 Mei, juga mendatangi DPRD Tingkat I Jawa Timur. Mereka mendesak pemerintah transisi Habibie mengembalikan kedaulatan rakyat, dengan membuat Komite Reformasi Nasional yang terdiri dali seluruh perwakilan keIompok kepentingan.
* JAKARTA
Situasi mahasiswa di Jakarta relatif tenang. Tak ada aksi besar turun ke jalan. Suasana pesta kemenangan reformasi malah lebih tampak di kampus tertentu. Alumni Universitas Indonesia (UI), misalnya, melangsungkan Malam Renungan Reformasi di kampus UI Depok pada Jumat malam, 29 Mei, yang dihadiri sekitar 10.000 mahasiswa dan masyarakat sekitar. Isinya lebih banyak hiburan dan pagelaran seni.
Di posko UI, Salemba, ada lima mahasiswa dari berbagai universitas dan seorang korban peristiwa 27 Juli 1996 melakukan mogok makan secara estafet. Yakni, peserta yang sudah tidak kuat akan diteruskan oleh orang lain yang telah tercantum dalam daftar pemogok makan. Mereka hanya minum susu, untuk mengganti energi yang hilang akibat tidak makan.
Tuntutan mereka antara lain pembebasan tahanan politik/narapidana politik, pencabutan lima undang-undang politik, dan pemilu ulang nasional.
Laporan Tomi Lebang (Ujungpandang), Gebeh Pramarta (Bali), Dwi Arjanto (Solo). Rudianto P-ngaribuan (Bandung). Abdul Manan, Zed Abidien (Surabaya). Verrianto Madjowa (Manado) Bambang Soedjiartono (Medan), H.A. Ondy (Jayapura), Korosponden Padang, dan Febrina M.S. (Jakarta)
D&R, Edisi 980606-042/Hal. 47 Rubrik Pendidikan
Comments