Membaranya Warung Remang-Remang
Di berbagai daerah, masyarakat marah karena aparat berwewenang tak menindak warung remang-remang yang terus beroperasi pada Bulan Puasa.
ORANG menyebutnya warung remang-remang ciri khasnya memang penerangannya yang remang-remang. Lokasi yang selalu diidentikkan sebagai tempat mabuk-mabukan dan prostitusi. Warung seperti itu kerap jadi pemicu konflik dengan penduduk dan makin meruncing di kaia Bulan Suci Ramadan. Karena itu, di beberapa daerah yang aktivitas warung remang-remangnya tak menyumt pada saal Bulan Puasa, terjadi aksi kekerasan oleh penduduk. Tindakan main hakim sendiri mereka ambil karena aparat yang berwenang--yang rupanya banyak yang mendapat keuntungan dari bisnis tersebut--tak bertindak apa-apa.
Kerusuhan yang terbesar karena warung remang-remang itu terjadi di Kecamatan Tamanan, yang letaknya di perbatasan Jember dan Situbondo, Jawa Timur, 3 Januari lalu. Pertikaian yang menyebabkan luka parahnya Kepala Kepolisian Seklor ( Kapolsek) Tamanan Sersan Mayor Heru Cahyono dan anggotanya, Sersan Dua Dodhik, itu terjadi karena adanya selebaran yang mengancam terjadinya pembakaran warung remang-remang di daerah iiu. "Ini karena adanya sekelompok orang yang menamakan dirinya Kelompok Amar Makruf Nahi Munkar yang ingin memberantas penyakit masyarakat, seperti judi, pelacur, dan tukang santet," kata Kepala Kepolisian Wilayah Besuki Kolonel Zarwan Djamaan.
Kejadian itu, kata Zarwan, dimulai dari adanya sekelompok massa yang mendatangi Desa Wonosuko, Kecamatan Tamanan. Empat orang yang berpakain "ninja" hitam-hitam bersenjata celurit dan pedang mendatangi Ibu Har, salah seorang pemilik warung yang buka siang hari. Tapi, setelah mengetahui Ihu Har hanya datang untuk membersihkan warung, niat untuk melakukan pembakaran rupanya hatal. Bersama sekitar 100 orang yang naik dua mobil pikap dan sepeda motor, mereka bergerak ke desa lain. Dalam perjalanan yang sudah menjelang malam itulah mereka berpapasan dengan rombongan kapolsek, ymg meminta mereka untuk bubar. Terjadi perkelahian. Polisi, kata Zarwan, melepaskan tembakan peringatan, tapi massa membalas. Kapolsek dan anak buahnya luka-luka, beberapa orang lain luka kena bacok. Tiga orang penduduk ditangkap.
Proles warga terhadap warung yang buka siang hari itu sebenarnya pernah dilancarkan beberapa hari sebelum Ramadan. Apakah itu warung remang-remang? "Belum ada laporan yang mengatakan bahwa itu bukan warung nasi biasa," kata Zarwan. Apakah benar warung tersebut remang-remang atau tidak, yang pasti soal itu kemudian berbuntut dengan kerusuhan di atas.
* Beking Aparat Keamanan
Aksi main hakim sendiri atas warung remang-remang juga terjadi di Desa Perbatasan, Kecamatan Kuantan Mudik, sekitar 360 kilometer dari Pekanbaru. Delapan warung remang-remang yang letaknya di pinggir desa dibakar penduduk heberapa hari sebelum awal Ramadan ini. "Kami sangat jengkel karena warung itu sumber keributan musik, perkelahian, dan ada wanita-wanita yang hampir telanjang," kata Shahruddin H.M., salah seorang warga.
Rasa dongkol itu sudah mereka utarakan ke aparat desa dan pemilik warung sejak setahun lalu. Selain itu, mereka juga melaporkannya ke kapolsek dan camat. "Tapi, sepertinya dianggap angin lalu," ujar Shahruddin. Kejengkclan para petani dan nelayan itu baru tersalur setelah 20 mahasiswa--warga Desa Perbatasan--pulang dari Pekanbaru. Bersama penduduk, mereka membakar tempat tersebut. Hanya dalam waktu dua jam, delapan warung musnah. Pemilik dan penghuninya yang mungkin sldah mengetahui rencana itu sudah menghilang siang harinya. Aksi itu terhenti setelah polisi turun tangan.
Lokasi mirip warung remang-remang temyata juga ada di Kota Santri Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Para pedagang kaki lima yang membuka kios alakadarnya di Jalan K.S. Tubun tiap malam berjualan minuman keras. Akibatnya, tempat itu pun jadi lokasi orang teler dan pangkalan wanita-wanita nakal. Mereka tak peduli meskipun di jalan itu ada dua madrasah diniah dan asrama polisi. Sudah dua tahun, penduduk mencoba memperingati mereka, tapi adanya 10 preman yang berjaga dan kabarnya ada beking dari aparat keamanan membuat tempat itu bisa bertahan.
Lambannya reaksi pemerintah daerah itu membuat penduduk tak sabar. Jumat, 2 Januari lalu, mereka mendatangi lokasi dan memintaparapedagang menutup dagangan, tapi tak diindahkan. Karena itulah, esok harinya, sekitar 200 penduduk yang berpakaian sarung dan berkopiah protes ke pendapa kabupaten. Aparat keamanan temyata tanggap. Kapolres Bangkalan Letnan Kolonel Suko Basuki dan Komandan Komando Daerah Militer Letnan Kolonel Jumadi segera memerintahkan anak buahnya membongkar lokasi penjualan minuman keras itu. Sebanyak 15 pedagang menuruti dan massa pun tenang kembali.
Namun, lain lagi reaksi aparat dalam menanggapi permintaan masyarakat Bekasi, Jawa Bara, agar warung remang-remang di Malvinas, tempat beroperasi 700 pelacur, ditutup. "Serahkan saja kepada petugas keamanan," kata Kapolda Jaya Mayjen Hamami Nata, mengimbau. Tapi, bagaimana kalau petugas keamanannya malah berjaga di sana, Pak?
Laporan Abdul Manan, Zed Abidien, dan Jupernalis Samosir
D&R, Edisi 980124-023/Hal. 33 Rubrik Peristiwa & Analisa
ORANG menyebutnya warung remang-remang ciri khasnya memang penerangannya yang remang-remang. Lokasi yang selalu diidentikkan sebagai tempat mabuk-mabukan dan prostitusi. Warung seperti itu kerap jadi pemicu konflik dengan penduduk dan makin meruncing di kaia Bulan Suci Ramadan. Karena itu, di beberapa daerah yang aktivitas warung remang-remangnya tak menyumt pada saal Bulan Puasa, terjadi aksi kekerasan oleh penduduk. Tindakan main hakim sendiri mereka ambil karena aparat yang berwenang--yang rupanya banyak yang mendapat keuntungan dari bisnis tersebut--tak bertindak apa-apa.
Kerusuhan yang terbesar karena warung remang-remang itu terjadi di Kecamatan Tamanan, yang letaknya di perbatasan Jember dan Situbondo, Jawa Timur, 3 Januari lalu. Pertikaian yang menyebabkan luka parahnya Kepala Kepolisian Seklor ( Kapolsek) Tamanan Sersan Mayor Heru Cahyono dan anggotanya, Sersan Dua Dodhik, itu terjadi karena adanya selebaran yang mengancam terjadinya pembakaran warung remang-remang di daerah iiu. "Ini karena adanya sekelompok orang yang menamakan dirinya Kelompok Amar Makruf Nahi Munkar yang ingin memberantas penyakit masyarakat, seperti judi, pelacur, dan tukang santet," kata Kepala Kepolisian Wilayah Besuki Kolonel Zarwan Djamaan.
Kejadian itu, kata Zarwan, dimulai dari adanya sekelompok massa yang mendatangi Desa Wonosuko, Kecamatan Tamanan. Empat orang yang berpakain "ninja" hitam-hitam bersenjata celurit dan pedang mendatangi Ibu Har, salah seorang pemilik warung yang buka siang hari. Tapi, setelah mengetahui Ihu Har hanya datang untuk membersihkan warung, niat untuk melakukan pembakaran rupanya hatal. Bersama sekitar 100 orang yang naik dua mobil pikap dan sepeda motor, mereka bergerak ke desa lain. Dalam perjalanan yang sudah menjelang malam itulah mereka berpapasan dengan rombongan kapolsek, ymg meminta mereka untuk bubar. Terjadi perkelahian. Polisi, kata Zarwan, melepaskan tembakan peringatan, tapi massa membalas. Kapolsek dan anak buahnya luka-luka, beberapa orang lain luka kena bacok. Tiga orang penduduk ditangkap.
Proles warga terhadap warung yang buka siang hari itu sebenarnya pernah dilancarkan beberapa hari sebelum Ramadan. Apakah itu warung remang-remang? "Belum ada laporan yang mengatakan bahwa itu bukan warung nasi biasa," kata Zarwan. Apakah benar warung tersebut remang-remang atau tidak, yang pasti soal itu kemudian berbuntut dengan kerusuhan di atas.
* Beking Aparat Keamanan
Aksi main hakim sendiri atas warung remang-remang juga terjadi di Desa Perbatasan, Kecamatan Kuantan Mudik, sekitar 360 kilometer dari Pekanbaru. Delapan warung remang-remang yang letaknya di pinggir desa dibakar penduduk heberapa hari sebelum awal Ramadan ini. "Kami sangat jengkel karena warung itu sumber keributan musik, perkelahian, dan ada wanita-wanita yang hampir telanjang," kata Shahruddin H.M., salah seorang warga.
Rasa dongkol itu sudah mereka utarakan ke aparat desa dan pemilik warung sejak setahun lalu. Selain itu, mereka juga melaporkannya ke kapolsek dan camat. "Tapi, sepertinya dianggap angin lalu," ujar Shahruddin. Kejengkclan para petani dan nelayan itu baru tersalur setelah 20 mahasiswa--warga Desa Perbatasan--pulang dari Pekanbaru. Bersama penduduk, mereka membakar tempat tersebut. Hanya dalam waktu dua jam, delapan warung musnah. Pemilik dan penghuninya yang mungkin sldah mengetahui rencana itu sudah menghilang siang harinya. Aksi itu terhenti setelah polisi turun tangan.
Lokasi mirip warung remang-remang temyata juga ada di Kota Santri Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Para pedagang kaki lima yang membuka kios alakadarnya di Jalan K.S. Tubun tiap malam berjualan minuman keras. Akibatnya, tempat itu pun jadi lokasi orang teler dan pangkalan wanita-wanita nakal. Mereka tak peduli meskipun di jalan itu ada dua madrasah diniah dan asrama polisi. Sudah dua tahun, penduduk mencoba memperingati mereka, tapi adanya 10 preman yang berjaga dan kabarnya ada beking dari aparat keamanan membuat tempat itu bisa bertahan.
Lambannya reaksi pemerintah daerah itu membuat penduduk tak sabar. Jumat, 2 Januari lalu, mereka mendatangi lokasi dan memintaparapedagang menutup dagangan, tapi tak diindahkan. Karena itulah, esok harinya, sekitar 200 penduduk yang berpakaian sarung dan berkopiah protes ke pendapa kabupaten. Aparat keamanan temyata tanggap. Kapolres Bangkalan Letnan Kolonel Suko Basuki dan Komandan Komando Daerah Militer Letnan Kolonel Jumadi segera memerintahkan anak buahnya membongkar lokasi penjualan minuman keras itu. Sebanyak 15 pedagang menuruti dan massa pun tenang kembali.
Namun, lain lagi reaksi aparat dalam menanggapi permintaan masyarakat Bekasi, Jawa Bara, agar warung remang-remang di Malvinas, tempat beroperasi 700 pelacur, ditutup. "Serahkan saja kepada petugas keamanan," kata Kapolda Jaya Mayjen Hamami Nata, mengimbau. Tapi, bagaimana kalau petugas keamanannya malah berjaga di sana, Pak?
Laporan Abdul Manan, Zed Abidien, dan Jupernalis Samosir
D&R, Edisi 980124-023/Hal. 33 Rubrik Peristiwa & Analisa
Comments