Banyak Seks, Makin Cerdas?
Hasil penelitian terbaru pakar AS menyimpulkan, semakin aktif berhubungan seks, bisa mengubah struktur saraf di otak.
SEKS dan otak ternyata berkait erat. Sebuah penelitian baru-baru ini membuktikan bahwa aktivitas seks bisa mengubah struktur otak, hal yang selama ini hanya bisa dilakukan oleh gen.
Hasil riset seorang profesor ahli syaraf dari Universitas California di Berkeley, AS. Marc Breedlove, yang belum lama ini dipublikasikan Nature, sebuah jurnal kesehatan dari Inggris, melaporkan soal pengaruh aktivitas seks terhadap otak itu.
Dalam penelitian awalnya, Marc Breedlove memperlihatkan bahwa kebiasaan dalam melakukan hubungan seksual bisa mengubah neuron, sehingga bisa membangunkan nervous system yang mempengaruhi otak. Jadi, perubahan struktur otak, menurut Marc Breedlove bukan hanya semata-mata akibat perubahan genetis seperti kesimpulan kebanyakan para ahli selama ini.
Yang sudah dibuktikan oleh Marc Breedlove memang baru perubahan otak akibat aktivitas seksual pada binatang percobaan, yaitu tikus. Dalam penelitiannya itu, beberapa tikus diberikan kapsul testosteron, agar aktivitas seksual tikus itu meningkat. Hasilnya, setelah empat minggu, tikus-tikus yang diberikan kapsul itu dan lebih giat melakukan hubungan seksual, struktur sell otak yang mengatur gerakan tubuhnya berubah. Bentuknya lebih kecil, lebih sensitif, dan lebih responsif dibandingkan sekelompok tikes lainnya yang tidak diberikan pil dan jarang melakukan kegiatan seks.
Dan, penemuan tersebut tak cuma menyimpulkan bahwa aktivitas seks bisa mengubah struktur otak. Ia juga membuktikan bahwa struktur otak pada tikus dewasa yang selama ini dianggap tak bisa lagi berubah, ternyata bisa berubah. "Hasil temuan Marc Breedlove ini membuktikan bahwa struktur otak pada manusia dewasa masih bisa terus berubah strukturnya, terutama sebagai respons dari aktivitas pemiliknya," komentar pakar syaraf otak dari Universitas California di Berkeley, Marian Diamond.
Teori Darwin
Namun, apakah otak manusia sama dengan tikus? "Pengaruh aktivitas seksual terhadap otak memang ada, lama seperti halnya dengan belajar. Namun, saya meragukan bila hasil kesimpulan pada tikus itu akan sama dengan manusia," komentar dr. Aboe Amar, Ketua Laboratorium Penyakit Syaraf RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, kepada D&R, akhir pekan lalu.
"Mungkin, Marc Breedlove terpengaruh teori Darwin. Berdasarkan teori evolusi Darwin, ada tiga tingkatan jenis makhluk hidup. Pertama adalah hewan primitif. Kedua hewan menengah. Ketiga, manusia. Dan, yang lebih memiliki kedekatan dengan kita adalah kera, simpanse, orangutan dan semacamnya," ujar Aboe Amar menambahkan.
Aboe Amar cenderung menolak pendekatan Marc Breedlove itu. "Bagaimanapun manusia itu tetaplah sangat berbeda dengan orangutan atau kera dan semacamnya. Banyak hal yang mirip, tapi sangat berbeda. Apalagi dengan tikus, tentu jauh sekali perbedaannya," kata ahli syaraf dari Universitas Airlangga itu. Jadi, menurut dia, hasil penelitian Marc Breedlove belum tentu berlaku buat manusia.
Aboe Amar berpendapat, kalau memang penelitian Marc Breedlove untuk melihat perubahan anatomi pada otak, mestinya dia membandingkan di antara dua tikus yang diberi rangsangan. Tikus pertama diberi rangsangan dengan gerak, yaitu dengan diputar sehingga hewan itu pusing. "Dan, itu dilakukan dalam intensitas yang tetap, sampai rasa puding itu (rangsangan dari gerak berkurang atau hilang," ujar Amar. "Lalu dibandingkan dengan tikus yang hanya diberi rangsangan gerak dan langsung pusing. Jadi, perbandingannya adalah antara tikur, yang pertama dan kedua. Lalu, dilihat anatomi otaknya, apakah memang benar ada perubahan atau tidak."
Menurut Aboe Amar, penelitian yang ingin melihat peruhahan yang terjadi pada, anatomi otak bagi mereka yang sering belajar sudah pernah dilakukan. "Namun, penelitian ini belum berhasil menunjukkan secara pasti apakah ada yang berubah pada anatomi otaknya. Ada yang mengatakan bahwa dinding sel otak (mereka yang lebih banyak belajar) lebih peka dan jaringan sel otaknya lebih sensitif. Tapi, itu belum bisa ditunjukkan dengan pasti," tuturnya
Otak Pria Lebih Besar
Penelitian mengenai otak beberapa tahun lalu pernah dilakukan ahli neuropsikologi Sandra Witelson dari Universitas McMaster, Ontario, Kanada. Ia menemukan adanya perbedaan ukuran pada otak pria dan wanita. Perbedaan itu tidak terlihat pada keseluruhan ukuran otak, tapi pada tiga bagian otak yang terletak di bagian tengah, yaitu korpukalosum, isthmus, dan splenium. Ketiga bagian otak ini pada pria lebih besar dibandingkan pada wanita. Kesimpulan itu diperolehnya setelah mengamati 50 otak-otak pria dan 35 otak perempuan.
Ahli neuropsikologi dari Universitas California, Los Angeles. Dr. Mellisa Hines setelah mengetes secara intensif 30 wanita menguatkan hasil penelitian Sandra Witelson itu. "Ada tanda-tanda berarti yang menunjukkan semakin besar ketiga bagian tengah otak itu, semakin besar kemampuan berbahasa seorang wanita," ujarnya. Yang kini ditunggu adalah bagaimana penelitian Marc Breedlove itu bila diterapkan pada manusia,.
Muhammad Jusuf/Laporan Abdul Manan (Surabaya)
D&R, Edisi 971108-012/Hal. 90 Rubrik Kesehatan
SEKS dan otak ternyata berkait erat. Sebuah penelitian baru-baru ini membuktikan bahwa aktivitas seks bisa mengubah struktur otak, hal yang selama ini hanya bisa dilakukan oleh gen.
Hasil riset seorang profesor ahli syaraf dari Universitas California di Berkeley, AS. Marc Breedlove, yang belum lama ini dipublikasikan Nature, sebuah jurnal kesehatan dari Inggris, melaporkan soal pengaruh aktivitas seks terhadap otak itu.
Dalam penelitian awalnya, Marc Breedlove memperlihatkan bahwa kebiasaan dalam melakukan hubungan seksual bisa mengubah neuron, sehingga bisa membangunkan nervous system yang mempengaruhi otak. Jadi, perubahan struktur otak, menurut Marc Breedlove bukan hanya semata-mata akibat perubahan genetis seperti kesimpulan kebanyakan para ahli selama ini.
Yang sudah dibuktikan oleh Marc Breedlove memang baru perubahan otak akibat aktivitas seksual pada binatang percobaan, yaitu tikus. Dalam penelitiannya itu, beberapa tikus diberikan kapsul testosteron, agar aktivitas seksual tikus itu meningkat. Hasilnya, setelah empat minggu, tikus-tikus yang diberikan kapsul itu dan lebih giat melakukan hubungan seksual, struktur sell otak yang mengatur gerakan tubuhnya berubah. Bentuknya lebih kecil, lebih sensitif, dan lebih responsif dibandingkan sekelompok tikes lainnya yang tidak diberikan pil dan jarang melakukan kegiatan seks.
Dan, penemuan tersebut tak cuma menyimpulkan bahwa aktivitas seks bisa mengubah struktur otak. Ia juga membuktikan bahwa struktur otak pada tikus dewasa yang selama ini dianggap tak bisa lagi berubah, ternyata bisa berubah. "Hasil temuan Marc Breedlove ini membuktikan bahwa struktur otak pada manusia dewasa masih bisa terus berubah strukturnya, terutama sebagai respons dari aktivitas pemiliknya," komentar pakar syaraf otak dari Universitas California di Berkeley, Marian Diamond.
Teori Darwin
Namun, apakah otak manusia sama dengan tikus? "Pengaruh aktivitas seksual terhadap otak memang ada, lama seperti halnya dengan belajar. Namun, saya meragukan bila hasil kesimpulan pada tikus itu akan sama dengan manusia," komentar dr. Aboe Amar, Ketua Laboratorium Penyakit Syaraf RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, kepada D&R, akhir pekan lalu.
"Mungkin, Marc Breedlove terpengaruh teori Darwin. Berdasarkan teori evolusi Darwin, ada tiga tingkatan jenis makhluk hidup. Pertama adalah hewan primitif. Kedua hewan menengah. Ketiga, manusia. Dan, yang lebih memiliki kedekatan dengan kita adalah kera, simpanse, orangutan dan semacamnya," ujar Aboe Amar menambahkan.
Aboe Amar cenderung menolak pendekatan Marc Breedlove itu. "Bagaimanapun manusia itu tetaplah sangat berbeda dengan orangutan atau kera dan semacamnya. Banyak hal yang mirip, tapi sangat berbeda. Apalagi dengan tikus, tentu jauh sekali perbedaannya," kata ahli syaraf dari Universitas Airlangga itu. Jadi, menurut dia, hasil penelitian Marc Breedlove belum tentu berlaku buat manusia.
Aboe Amar berpendapat, kalau memang penelitian Marc Breedlove untuk melihat perubahan anatomi pada otak, mestinya dia membandingkan di antara dua tikus yang diberi rangsangan. Tikus pertama diberi rangsangan dengan gerak, yaitu dengan diputar sehingga hewan itu pusing. "Dan, itu dilakukan dalam intensitas yang tetap, sampai rasa puding itu (rangsangan dari gerak berkurang atau hilang," ujar Amar. "Lalu dibandingkan dengan tikus yang hanya diberi rangsangan gerak dan langsung pusing. Jadi, perbandingannya adalah antara tikur, yang pertama dan kedua. Lalu, dilihat anatomi otaknya, apakah memang benar ada perubahan atau tidak."
Menurut Aboe Amar, penelitian yang ingin melihat peruhahan yang terjadi pada, anatomi otak bagi mereka yang sering belajar sudah pernah dilakukan. "Namun, penelitian ini belum berhasil menunjukkan secara pasti apakah ada yang berubah pada anatomi otaknya. Ada yang mengatakan bahwa dinding sel otak (mereka yang lebih banyak belajar) lebih peka dan jaringan sel otaknya lebih sensitif. Tapi, itu belum bisa ditunjukkan dengan pasti," tuturnya
Otak Pria Lebih Besar
Penelitian mengenai otak beberapa tahun lalu pernah dilakukan ahli neuropsikologi Sandra Witelson dari Universitas McMaster, Ontario, Kanada. Ia menemukan adanya perbedaan ukuran pada otak pria dan wanita. Perbedaan itu tidak terlihat pada keseluruhan ukuran otak, tapi pada tiga bagian otak yang terletak di bagian tengah, yaitu korpukalosum, isthmus, dan splenium. Ketiga bagian otak ini pada pria lebih besar dibandingkan pada wanita. Kesimpulan itu diperolehnya setelah mengamati 50 otak-otak pria dan 35 otak perempuan.
Ahli neuropsikologi dari Universitas California, Los Angeles. Dr. Mellisa Hines setelah mengetes secara intensif 30 wanita menguatkan hasil penelitian Sandra Witelson itu. "Ada tanda-tanda berarti yang menunjukkan semakin besar ketiga bagian tengah otak itu, semakin besar kemampuan berbahasa seorang wanita," ujarnya. Yang kini ditunggu adalah bagaimana penelitian Marc Breedlove itu bila diterapkan pada manusia,.
Muhammad Jusuf/Laporan Abdul Manan (Surabaya)
D&R, Edisi 971108-012/Hal. 90 Rubrik Kesehatan
Comments