Jawa Timur dan Seribu Perampokan
Jawa Timur dinobatkan sebagai provinsi terjahat. Antara Mei dan Juni 1997 saja sudah terjadi perampokan nasabah bank 20 kali.
SEBUAH provinsi dengan rekor kejahatan yang kelewat tinggi adalah sebuah masalah besar. Itulah yang menimpa Jawa Timur yang beribu Kota Surabaya. Belum lama ini, Mabes Polri menobatkan Jawa Timur sebagai provinsi terjahat di Indonesia. Maksudnya: daerah dengan tingkat kriminalitas tertinggi.
Prestasi unik bagi provinsi terbanyak penduduknya itu didasarkan pada catatan kriminalnya dalam dua tahun terakhir. Perhatikan. Sampai akhir 1996, Jawa Timur membukukan 11.285 kali tindak kejahatan. Adapun sejak Januari sampai Mei 1997, angka itu sudah mencapai 9.358.
Bersamaan dengan pengumuman itu, Polwil Surabaya memperingati masyarakat agar waspada terhadap tiga jenis kejahatan, yaitu perampokan nasabah bank, pembunuhan, dan pemerkosaan. Sejak Januari hingga Mei 1997, tiga jenis kejahatan itu membukukan catatan masing-masing 11 kasus, 13 kasus, dan tujuh kasus.
Khusus untuk perampokan nasabah bank, menjelang dan sehabis pemilihan umum kemarin tercatat 20 kasus, yaitu 11 kali pada Mei dan sembilan kasus pada Juni 1997. Polisi juga menaksir kerugian materiil sebesar Rp 1,5 miliar.
Polisi patut memperingatkan masyarakat karena penjahat di Jawa Timur memang dikenal nekat. Terutama perampok nasabah bank. Mereka bukan saja nekat menjarah korbannya dalam keramaian pada siang hari, tapi juga acap kali mengancam jiwa para korbannya dengan senjata tajam maupun api. Berikut ini adalah contohnya.
Siang itu, 30 Juni 1997, Wanto, 35 tahun, dan Ugeng Lukito, 35 tahun, keduanya karyawan PT Indolok Bakti Utama, baru mengambil uang di Bank Central Asia Cabang Tunjungan, Surabaya. Ketika korban membelokkan motornya ke Jalan Kartini, tiba-tiba mereka dijegal dua pengendara motor Yamaha FIZ. Belum lagi sadar apa yang terjadi, dua orang pengendara motor Yamaha RX King mengayunkan gobangnya ke tali tas yang dililitkan ke tubuh Wanto. Dalam sekejap, plaass... uang tunai Rp 7,8 juta raib disambar perampok.
Masih Juni, dua perampokan bersenjata terjadi berbarengan. Korbannya bernama Hartono, karyawan UD Muria Delapan. Sepulang dari bank, Hartono dirampok oleh enam pria bermotor dan kehilangan uang Rp 5 juta. Yang kedua adalah Lilik Ernawati, guru SMA PGRI Kemayoran Baru. Ibu guru itu dicegat tiga lelaki bersenjata golok persis di depan kantor Bank Tabungan Pensiunan Negara. Tas Lilik berisi uang Rp 400 ribu dan kalung emas senilai Rp 1,5 juta raib disambar penjahat yang kabur dengan motor. Beberapa hari kemudian, secara beruntun, para penjahat itu kembali beraksi sehingga total kerugian para korban mencapai puluhan juta rupiah. Memang, sejauh ini belum jatuh korban jiwa akibat aksi-aksi perampokan itu.
* Terbilang Profesional
Yang barangkali membuat polisi geregetan adalah keberanian para penjahat Jawa Timur menjarah kantor-kantor pemerintah. Contoh terbaru adalah perampokan terhadap Mashaji dkk., karyawan Pemerintah Daerah Kotamadya Surabaya, di lobi kantor itu pada medio Juni 1997. Kasus itu sempat mencuat karena para korban
melawan sehingga para perampok gagal menyabet uang Rp 37 juta. Lebih dari itu, sebagian dari pelaku tertangkap, berikut sepucuk senjata FN-45. Untuk keberanian itu, Wali Kota Surabaya, Cak Narto, memberikan hadiah Rp 3 juta kepada Mashaji dkk.
Beberapa bulan sebelumnya, kejahatan serupa menimpa Ny. Arie Susilowati, karyawan Pemerintah Daerah Jawa Timur. Dalam peristiwa itu, para perampok berhasil menggasak uang Rp 85 juta, sepulang korban mengambil uang di Bank Jawa Timur. Namun, pada Mei 1997, Polda Jawa Timur berhasil menangkap Abdul Azis dan Mamat Borneo dalam suatu operasi perang melawan bandit. Dalam catatan kepolisian, kedua orang itu memang terbilang profesional dan merupakan anggota komplotan Tommy dkk. Tommy belakangan tewas ditembak setelah merampok nasabah sebuah bank di Jalan Darmo, Surabaya. Selain Tommy, polisi juga "melewati" tiga penjahat bank lain yang dianggap berbahaya. Dengan demikian, jumlah penjahat yang telah didor polisi ada sembilan orang. Perinciannya: delapan pelaku perampokan nasabah bank dan seorang lagi pencuri kendaraan bermotor.
Yang perlu diperhatikan, para perampok bank itu umumnya punya pola kerja dan ciri-ciri yang agak mirip. Di antaranya, beroperasi pada jam kantor, pukul 09.00 sampai pukul 15.00 atau pukul 16.00 hingga pukul 22.00. Mereka hampir pasti bersenjata, minimal golok atau pisau garpu. Beberapa penjahat menggunakan pistol. Dan terakhir, ini yang menarik, mayoritas perampok itu memercayakan kendaraan operasi ke Yamaha RX King. Apakah aksi-aksi perampokan bank itu disponsori Yamaha? Tentu saja tidak!
Laporan Zed Abidin dan Abdul Manan (Surabaya)
D&R, Edisi 970823-001/Hal. 103 Rubrik Liputan Khusus
SEBUAH provinsi dengan rekor kejahatan yang kelewat tinggi adalah sebuah masalah besar. Itulah yang menimpa Jawa Timur yang beribu Kota Surabaya. Belum lama ini, Mabes Polri menobatkan Jawa Timur sebagai provinsi terjahat di Indonesia. Maksudnya: daerah dengan tingkat kriminalitas tertinggi.
Prestasi unik bagi provinsi terbanyak penduduknya itu didasarkan pada catatan kriminalnya dalam dua tahun terakhir. Perhatikan. Sampai akhir 1996, Jawa Timur membukukan 11.285 kali tindak kejahatan. Adapun sejak Januari sampai Mei 1997, angka itu sudah mencapai 9.358.
Bersamaan dengan pengumuman itu, Polwil Surabaya memperingati masyarakat agar waspada terhadap tiga jenis kejahatan, yaitu perampokan nasabah bank, pembunuhan, dan pemerkosaan. Sejak Januari hingga Mei 1997, tiga jenis kejahatan itu membukukan catatan masing-masing 11 kasus, 13 kasus, dan tujuh kasus.
Khusus untuk perampokan nasabah bank, menjelang dan sehabis pemilihan umum kemarin tercatat 20 kasus, yaitu 11 kali pada Mei dan sembilan kasus pada Juni 1997. Polisi juga menaksir kerugian materiil sebesar Rp 1,5 miliar.
Polisi patut memperingatkan masyarakat karena penjahat di Jawa Timur memang dikenal nekat. Terutama perampok nasabah bank. Mereka bukan saja nekat menjarah korbannya dalam keramaian pada siang hari, tapi juga acap kali mengancam jiwa para korbannya dengan senjata tajam maupun api. Berikut ini adalah contohnya.
Siang itu, 30 Juni 1997, Wanto, 35 tahun, dan Ugeng Lukito, 35 tahun, keduanya karyawan PT Indolok Bakti Utama, baru mengambil uang di Bank Central Asia Cabang Tunjungan, Surabaya. Ketika korban membelokkan motornya ke Jalan Kartini, tiba-tiba mereka dijegal dua pengendara motor Yamaha FIZ. Belum lagi sadar apa yang terjadi, dua orang pengendara motor Yamaha RX King mengayunkan gobangnya ke tali tas yang dililitkan ke tubuh Wanto. Dalam sekejap, plaass... uang tunai Rp 7,8 juta raib disambar perampok.
Masih Juni, dua perampokan bersenjata terjadi berbarengan. Korbannya bernama Hartono, karyawan UD Muria Delapan. Sepulang dari bank, Hartono dirampok oleh enam pria bermotor dan kehilangan uang Rp 5 juta. Yang kedua adalah Lilik Ernawati, guru SMA PGRI Kemayoran Baru. Ibu guru itu dicegat tiga lelaki bersenjata golok persis di depan kantor Bank Tabungan Pensiunan Negara. Tas Lilik berisi uang Rp 400 ribu dan kalung emas senilai Rp 1,5 juta raib disambar penjahat yang kabur dengan motor. Beberapa hari kemudian, secara beruntun, para penjahat itu kembali beraksi sehingga total kerugian para korban mencapai puluhan juta rupiah. Memang, sejauh ini belum jatuh korban jiwa akibat aksi-aksi perampokan itu.
* Terbilang Profesional
Yang barangkali membuat polisi geregetan adalah keberanian para penjahat Jawa Timur menjarah kantor-kantor pemerintah. Contoh terbaru adalah perampokan terhadap Mashaji dkk., karyawan Pemerintah Daerah Kotamadya Surabaya, di lobi kantor itu pada medio Juni 1997. Kasus itu sempat mencuat karena para korban
melawan sehingga para perampok gagal menyabet uang Rp 37 juta. Lebih dari itu, sebagian dari pelaku tertangkap, berikut sepucuk senjata FN-45. Untuk keberanian itu, Wali Kota Surabaya, Cak Narto, memberikan hadiah Rp 3 juta kepada Mashaji dkk.
Beberapa bulan sebelumnya, kejahatan serupa menimpa Ny. Arie Susilowati, karyawan Pemerintah Daerah Jawa Timur. Dalam peristiwa itu, para perampok berhasil menggasak uang Rp 85 juta, sepulang korban mengambil uang di Bank Jawa Timur. Namun, pada Mei 1997, Polda Jawa Timur berhasil menangkap Abdul Azis dan Mamat Borneo dalam suatu operasi perang melawan bandit. Dalam catatan kepolisian, kedua orang itu memang terbilang profesional dan merupakan anggota komplotan Tommy dkk. Tommy belakangan tewas ditembak setelah merampok nasabah sebuah bank di Jalan Darmo, Surabaya. Selain Tommy, polisi juga "melewati" tiga penjahat bank lain yang dianggap berbahaya. Dengan demikian, jumlah penjahat yang telah didor polisi ada sembilan orang. Perinciannya: delapan pelaku perampokan nasabah bank dan seorang lagi pencuri kendaraan bermotor.
Yang perlu diperhatikan, para perampok bank itu umumnya punya pola kerja dan ciri-ciri yang agak mirip. Di antaranya, beroperasi pada jam kantor, pukul 09.00 sampai pukul 15.00 atau pukul 16.00 hingga pukul 22.00. Mereka hampir pasti bersenjata, minimal golok atau pisau garpu. Beberapa penjahat menggunakan pistol. Dan terakhir, ini yang menarik, mayoritas perampok itu memercayakan kendaraan operasi ke Yamaha RX King. Apakah aksi-aksi perampokan bank itu disponsori Yamaha? Tentu saja tidak!
Laporan Zed Abidin dan Abdul Manan (Surabaya)
D&R, Edisi 970823-001/Hal. 103 Rubrik Liputan Khusus
Comments