Dan Kerusuhan pun Marak di Sampang...

Warga PPP Sampang marah. Mereka tak ingin dicurangi kedua kalinya dalam Pemilu 1992, dengan cara yang seperti kini dipraktikkan, Golkar menang di sarang PPP itu. Maka, mereka pun turun ke jalan.


SAMPANG bergolak dan pencoblosan pun diulang. Inilah pertama kali dalam sejarah politik Indonesia diadakan ulangan pemilu. Direncanakan dilaksanakan di 86 TPS di Kabupaten Sampang dan di 35 TPS di Kabupaten Pamekasan. Rabu pekan ini 4 Mei.

Senin pekan ini, kotak-kotak suara sudah disiapkan, juga kartu-kartu suara. Pelaksana pemilu Sampang pun mulai memasyarakatkan rencana pencoblosan ulang itu. Pengumuman disebarkan lewat radio khusus pemerintah daerah, masjid-masjid, musala, serta lewat kelurahan-kelurahan di Sampang dan Pamekasan.

Persiapan pengamanan pun tak tanggung-tanggung, meski tak perlu mendatangkan satu brigade mobil sebagaimana ketika kerusuhan meledak di bagian Pulau Madura itu, Kamis dan Jumat pekan lalu, dan satuan brigade mobil dari Jawa Tengah dan Yogyakarta didatangkan. Untuk pencoblosan ulang, menurut harian sore Surabaya Post, disiapkan tujuh satuan setingkat kompi dari Kodam Brawijaya. Lainnya, satu satuan kompi cukup untuk satu kabupaten.

Tampaknya, aparat keamanan benar-benar tak ingin kecolongan. Kata Pangdam Brawijaya Mayjen Imam Otomo, anggota satuan itu akan disebar di kecamatan-kecamatan dan diperintahkan "tembak di tempat" bila muncul para perusuh.

Sampang bukan nama baru berkaitan dengan kekerasan. Juli tahun lalu, pada masa pendaftaran pemilih untuk Pemilu 1997, kabupaten itu pun menjadi berita. Enam kepala desa tiba-tiba mendobrak masuk rapat pelaksana pengawasan pemilu daerah dan salah seorang di antaranya menancapkan celurit ke meja rapat. Langsung rapat bubar.

Ihwalnya, sebuah koran Surabaya mengutip ucapan seorang anggota PPP yang menjadi anggota panitia pengawasan pemilu bahwa banyak warga desa dan santri dari sebuah kecamatan tak didaftar. Marahlah enam kepala desa di kecamatan itu. Soal itu kemudian ditangani Bupati Sampang dan perkara tak diperpanjang, karena kemudian mereka yang belum didaftar akhirnya mendapatkan kartu kuning, tanda mereka berhak mencoblos.

Kasus Waduk Nipah dan jatuhnya sejumlah korban terjadi juga di Sampang, Oktober 1993. Waktu itu sejumlah warga Sampang unjuk rasa, konon sambil membawa senjata tajam, mencoba mempertahankan tanah mereka yang akan dijadikan waduk. Perkara itu berbuntut panjang: pengadilan bagi sejumlah aparat keamanan yang didakwa telah melepaskan tembakan.

Namun, sebenarnya, masih belum jelas, adakah pencoblosan ulang akan sukses. Soalnya, Minggu malam, pimpinan PPP Sampang mengumpulkan semua komisaris kecamatan PPP di rumah tokoh salah seorang warga PPP yang juga tokoh masyarakat, K.H. Alawy Muhammad. Keputusan pertemuan itu: meminta pencoblosan diulang di seluruh Kabupaten Sampang, bukan cuma di 86 TPS. Soalnya, "Kami menganggap semua TPS di Kabupaten Sampang bermasalah," kata Hasan Asy'ari, Sekretaris DPC PPP Sampang, kepada koresponden D&R di Surabaya. Di kabupaten tersebut ada sekitar 1.200 TPS.

Hasan juga meminta pelaksanaannya agar dipilihkan waktu yang tepat, yakni setelah suasana reda. Ia khawatir, bila pencohlosan ulang diselenggarakan dekat-dekat hari-hari, justru memunculkan ketegangan baru.

Akan ada ketegangan baru atau tidak, 24 orang yang ditahan sehubungan kerusuhan 29 Mei belum dibebaskan semua. Sampai awal pekan ini masih sembilan orang ditahan di kantor polisi.

Lalu apa yang terjadi sesudah jam-jam pencoblosan 29 Mei lalu, di Kabupaten dengan 12 kecamatan itu? Berikut kronologis peristiwanya, disusun oleh Zed Abidin, Wartawan D&R di Surabaya yang meliput ke Sampang, yang agaknya berawal dari peristiwa empat hari sebelumnya.

Ahad, 25 Mei

Dalam Rapat Pimpinan PPP Kabupaten Sampang masuk laporan dari Komisaris Kecamatan PPP Banyuates, pada hari pencoblosan para Ketua Kelompok Pelaksana Penungutan Suara (KPPS) tidak akan menyerahkan formulir hasil perolehan suara, biasa disebut formulir CA-1. Kabarnya, itu atas jasa rapat aparat Kecamatan Banyuates. Kepada para kepala desa, camat meminta gar para ketua pelaksana pemilu itu tak meyerahkan formulir CA-1 kepada saksi PPP.

Rabu, 28 Mei

K.H. Hasib Siraj (Ketua PPP Sampang) dan Hasan Asyari menemui Bupati Sampang Fadillah Budiono. Menurut Hasan Asyari, saat itu Fadillah langsung menelepon Camat Banyuates tentang kebenaran informasi itu. Tapi, kepada bupali, Camat Banyuates membantah soal itu. Agar keterangan bupati ada buktinya, Hasan meminta Fadillah menulis memo. Isinya, sesuai peraturan, setiap saksi pemilu di TPS harus diberi satu salinan Formulir CA-1. Memo itu oleh Hasan Asyari kemudian difotokopi sampai 1.200 lembar, sesuai jumlah TPS di kabupaten.

Namun, sore itu juga, sehari sebelum hari pencoblosan, di Kecamatan Sukobanah sudah muncul keributan. Ratusan penduduk memprotes Camat Sukobanah karena mereka tak diberikan kartu undangan pencoblosan yang resminya disebut Kartu Model-C'. Dengan belasan truk mereka meminta kepada camat supaya diberikan Kartu Model-C. Keributan itu segera mereda begitu aparat menjanjikan mereka boleh ikut mencoblos meskipun tidak diberi Kartu Model-C. Saat itu juga ratusan petugas brigade mobil dan aparat keamanan lain dikerahkan dari Sampang untuk membubarkan massa.

Kamis, 29 Mei

Ternyata lain memo bupati, lain pula sikap ketua pelaksana pemilu. Menurut laporan yang diterima pimpinan PPP, hampir semua ketua pelaksana pemilu di Kabupaten Sampang menolak memberikan salinan Formulir CA-1 kepada para saksi dari PPP. Padahal, Bab VII Pasal 139 ayat 6 Himpunan Peraturan Perundang-undangan mengenai Pemungutan Suara dan Perhitungan Suara dalam Pemilu 1997 menyebutkan: "Catatan perhitungan suara di TPS (Model CA-1) dibuat sebanyak yang diperlukan yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan anggota KPPS serta saksi yang hadir, dan kepada saksi yang hadir diberikan masing-masing satu lembar catatan penghitungan suara di TPS tersebut."

Tak ayal lagi, muncullah keributan dan berkembang menjadi kerusuhan di berbagai tempat di Sampang.

Di Kecamatan Sampang. Gara-gara ketua sembilan TPS tidak memberikan Formulir CA-1 kepada semua saksi PPP, dengan alasan mendapat perintah dari Lurah Delpenang, ratusan massa sore itu juga mendatangi kantor kelurahan. Tapi, semua kotak suara (termasuk Formulir CA-1) ternyata sudah dibawa ke Kecamatan Sampang. Untuk menenangkan massa, Fanan, Komisaris Kecamatan PPP Sampang, mendatangi kantor kecamatan. Rupanya, negosiasi dengan pihak kecamatan sangat alot. Massa tak sabar lagi dan mereka beramai-ramai mendatangi kantor kecamatan, merusak dan membakar kantor beserta isinya.

Setelah itu, massa bergerak ke jalan besar, Jalan K.H. Wahid Hasyim. Di jalan itu massa merusak kantor BNI 46, kantor Bank Rakyat Indonesia, kantor Bank Pembangunan Daerah, pos polisi lalu-lintas, merusak sejumlah toko milik keturunan Cina. Tak puas, mereka bergerak ke arah selatan dan membakar kantor Cabang Golkar Sampang.

"Pukul 19.00, saya sudah meninggalkan kantor ini," kata K.H. Muafl Zaini, Ketua Golkar Sampang. Semua isi kanlor, kecuali seperangkat komputer dan tata suara, semua berkas, termasuk dartar anggota Golkar, terbakar habis. Saat itu, aparat di Kota Sampang dibuat seolah tak berdaya karena sebagian di antaranya dikirim ke sejumlah tempat yang juga dilanda keributan. Amuk massa di Sampang baru bisa reda pada pukul 22.30, setelah petugas melepaskan tembakan dan gas air mata. Lima orang terkena tembakan dan puluhan orang menderita luka-luka.

Di Kecamatan Kedundung. Kecamatan yang terletak sekitar 15 kilometer utara Kota Sampang ini pun ramai dengan keributan karena soal Formulir CA-1. Ratusan orang berdatangan ke kantor Kepala Desa Rabasan, sejak sebelum magrib. Keributan baru bisa diredakan sekitar pukul 19.00 setelah aparat keamanan berdatangan. Di sini, ketua pelaksana pemilu bilang ia memperoleh instruksi dari kepala desa untuk tak memberikan Formulir CA-1. Nurhadi, Kepala Desa, mengaku mendapat perintah dari dari bupati dan gubernur. Di desa ini memang tak terjadi keributan karena saksi PPP dan ketua pelaksana pemilu sepakat Formulir CA-1 akan diberikan di kantor kecamatan. Maka, didampingi pemuka masyarakat, seorang petugas polisi, saksi PPP, beserta ketua pelaksana pemilu mengawal kotak suara dari Desa Rabasan ke kantor kecamatan.

Ternyata, sampai di kecamatan pun Formulir CA-1 tak diberikan. Katanya karena Camat Kedundung tidak di tempat. Menjelang magrib, massa bertambah besar.

Usai magrib, kerusuhan pun dimulai. Mereka semula hanya melempari kantor kecamatan. Tapi, entah bagaimana awalnya, tiba-tiba api menyala memangsa kantor itu. Kabarnya, massa marah setelah aparat kecamatan lari dan berlindung di kantor pos, di sebelah kantor kecamatan.

K.H. Fahrur Rosyid, Komisaris Kecamatan PPP, yang semula ikut mencegah massa, akhirnya lari menyelamatkan diri dari amukan massa. Massa pun bergerak menuju kantor pos dan membakar stasiun surat itu. Setelah itu, mereka membakar rumah calon anggota legislatif Golkar H. Marzuki, kantor Kepolisian Kedundung dan kantor Koramil Kedundung. "Yang saya sesalkan, mengapa ketika kami datang ke kantor kecamatan malah Pak Camat tidak ada," kata K.H. Fachrur Rosyid, "kalau formulir CA-1 itu diberikan kepada saksi PPP, kerusuhan itu tidak akan terjadi."

Di Kecamatan Jrengik. Di kecamatan Ini, sore hari, ratusan massa juga mengepung dan kemudian merusak kantor Kecamatan Jrengik. Gara-garanyajuga soal Formulir CA-1. Di 56 TPS di kecamatan ini, hanya 19 TPS yang ketua pelaksana pemihlnya memberikan formulir hasil suara itu.

Keributan itu baru reda setelah hantuan keamanan dari Sampang datang, petugas memberikan tembakan peringatan, dan melemparkan gas air mata. Akibatnya, tiga penduduk menjadi korban penembakan dan salah satu korhan terpaksa dilarikan ke RS dr. Soetomo, Surabaya.

Di Kecamatan Sreseh. Di kecamatan yang terletak di pantai sebelah selatan Kota Bangkalan ini juga muncul keributan. Massa menduga ada kecurangan dalam pemungutan suara. TPS 4 di Desa Taman, kotak suara beserta bangunan TPS-nya dibakar. Semula, saksi PPP meminta Ketua KPPS agar menghitung kembali Kartu Model C yang telah dikembalikan. Tapi, ditolak oleh ketua pelaksana pemilu itu. Akhirnya, setelah gagal mengambil kesepakatan, para santri yang menjadi simpatisan PPP di daerah ini membakar kotak suara di TPS tersebut.

Malam itu. Kota Sampang bak kota mati. Aparat keamanan memberlakukan jam malam dan para penduduk mematikan semua lampu. Polisi dan tentara memblokir kantor polisi dan Pendopo Kabupaten Sampang--tersebar kabar, massa akan membakar dua tempat itu.

Jumat, 30 Mei

Seusai salat Jumat, suasana Kota Sampang begitu mencekam. Tersebar kabar, ribuan orang siap menyerbu kota dari lima kecamatan. Mereka yang hendak masuk kota balik lagi, dihadang aparat keamanan dan ulama. Tapi, massa yang terlanjur dalam suasana panas itu kemudian mendatangi perumahan guru sekolah dasar dan rumah kepala desa, membakarnya.

"Katanya, para guru yang anggota pelaksana pemungutan suara itu melakukan kecurangan, maka warga marah," tutur Djakfar, Sekretaris PPP Sampang. Sampang sendiri bagai kota mati. Hampir semua toko tutup jalan lengang.

Akibat kerusuhan itu, aparat menahan 24 penduduk yang diduga sebagai pelaku kerusuhan. Toko-toko dan kantor-kantor masih banyak yang tutup. Ada kabar, massa masih akan melakukan aksi susulan. Saat itu juga Kapolda Jawa Timur Mayien Soemarsono. Pangdam V/Brawijaya Mayjen Imam Utomo, Gubernur Basofi Sudirman, serta Kepala Kejaksaan Tinggi A. Rachman meninjau Kabupaten Sampang dan Pamekasan. Mereka melakukan pertemuan tertutup dengan para ulama di Sampang, termasuk tokoh masyarakat, K.H. Alawy Muhammad.

Konon, dalam pertemuan itu Basofi selaku Ketua Pelaksana Pemilu Daerah I menyalahkan kader PPP di Sampang dan Pamekasan. Mereka dianggap melampaui batas sehingga menyulitkan tugas pelaksana pemilu. Menurut Basofi, kerusuhan itu terjadi akibat beredarnya isu yang menyebutkan ribuan kotak suara dilarikan Ketua KPPS. Padahal, hanya satu kotak suara yang dilarikan." Saya akan minta pertanggung jawaban mereka," kata Basofi kepada wartawan.

Akan halnya K.H. Alawy Muhammad mengatakan kerusuhan itu timbul karena ada sebabnya. "Ini peristiwa yang memalukan. Mestinya, kerusuhan ini tidak perlu terjadi jika semua pihak bisa menahan diri dan tidak bermain curang," kata K.H. Alawy Muhammad.

Sabtu, 31 Mei

K.H. Hasib Siraj (Ketua PPP Kabupaten Sampang), K.H. Dhofir Syah (pengasuh Pondok Pesantren Darussalam), K.H. Faruq Alawy, dan KH. Juwaini Alawy mendatangi kantor polisi di Sampang. Kepada aparat, mereka meminta semua tahanan yang tidak terlibat langsung dalam perusakan di Sampang dibebaskan.

Petugas membebaskan sembilan orang dan semuanya dalam keadaan menyedihkan karena dianiaya. Sukur, 30 tahun, penduduk Desa Datadang, Kecamaten Torjun, pelipis kirinya sobek. Ia, katanya, ditendang sepatu oleh petugas menjelang dikeluarkan dari tahanan. Semua mengaku disiksa petugas sejak mereka ditangkap, Kamis, 29 Mei.

"Saya disiksa sejak dibawa dan pendopo Kabupaten," tutur Bushiri, 22 tahun, penduduk Tadan, Kecamatan Camplong. Hingga Sabtu pekan lalu, Bushiri masih tems memegang telinganya karena gendang telinganya berdengung akibat hantaman petugas.

Mereka mengaku hanya menonton kerusuhan. "Saya ditangkap ketika sedang menonton rame-rame itu," kata Zubadi, 22 tahun, kepada D&R. Saat itu, Zubadi sedang bertugas menjaga Wartel Sanur di Sampang. Karena saat itu warung telekomunikasi tersebut sedang sepi, ia lantas ikut menonton kerusuhan. "Waktu saya mau balik ke wartel, saya langsung ditangkap petugas," tutur Subadi, yang punggung kanannya memar digebuk petugas.

Pagi itu juga Hasan Asyari (Sekretaris PPP Sampang), K.H. Alawy Muhammad, Fadly Gozali (Ketua PPP Pamekasan), dan Syumli Fadeli (Ketua PPP Jawa Timur) terbang ke Jakarta menemui Dewan Pimpinn Pusat PPP. Mereka melaporkan kejadian kerusuhan di Sampang dan Pamekasan.

Ahad, 1 Juni

Kota Sampang kembali tenang. Toko-toko sudah mulai buka. Tapi, aparat militer masih menjaga ketat Pendopo Kabupaten Sampang. Dua panser dan puluhan marinir masih berjaga-jaga di Kecamatan Kedundung. Di Kecamatan Sreseh, ratusan petugas brigade mobil dan marinir siaga di jalan-jalan. Di Gardu PLN Karongan, di sebelah utara Pondok Pesantren Attaroqy yang diasuh K.H. Alawy Muhammad, puluhan petugas tentara pun tampak siaga.

Siang itu juga DPC PPP Sampang melakukan rapat pengurus bersama seluruh komisaris kecamatan PPP dall para ulama. Hasan Asyari menjelaskan hasil pertemuannya di Jakarta. Rapat belum mengambil kesimpulan apa pun. Sore harinya, rapat dilanjutkan di rumah K.H Alawy di kompleks Pondok Pesantren Attaroqy.

Salah satu agenda rapat membahas apakah DPC PPP Sampang menerima usul Gubernur Jawa Timur atau tidak. Sehari sebelumnya, Basofi menyatakan telah mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri selaku Ketua Lembaga Pemilihan Umum agar pemungutan suara di 67 TPS (di Kecamatan Sampang, Jrengik, Kedundung, dan Sukabanah) diulang. Basofi memberikan ancar-ancar pemungutan suara itu akan dilakukan pada hari Selasa, 3 Juni pekan ini.

Sebagian besar ulama menolak usul gubernur tersebut. Hal itu tersirat dalam diskusi informal antara para ulama dan pengurus PPP Sampang, Jumat, 30 Mei. K.H. Chalid Elbushairy, pimpinan Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Arrahmaniah di Pramian, Kecamatan Sreseh, bilang pemungutan suara di Sampang tidak perlu diulang. Itu, katanya, akan memberatkan rakyat Sampang.

"Mereka datang dalam pemilu, lalu sudah mengorbankan waktu dan pikiran," kata K.H. Cholid, yang juga Ketua Tanfidiah Nahdlatul Ulama Cabang Sampang, kepada DR, "kalau mereka disuruh datang lagi, saya kira belum tentu mereka mau." Dan lagi, kalau yang akan diulang hanya di 67 TPS, juga tidak ada artinya. "Sebab, semua TPS di Sampang curang," kata K H Chalid.

Menurut kiai satu itu, kerusuhan di Sampang itu karena kesalahan aparat pemerintah sejak awal. Mereka, katanya, memaksakan Golkar harus menang mutlak. "Padahal, semua orang tahu bahwa partai mayoritas warga Sampang itu, ya, PPP," kata Kiai Chalid pula. Dalam Pemilu 1977, 1982, dan 1987, PPP selalu unggul. Hanya dalam Pemilu 1992, ketika Sampang dijabat Bupati Bagus Hinayana, Golkar dipaksakan menang dengan segala cara.

"Suara Golkar pada Pemilu 1992 itu merampok suara PPP," kata K.H. Chalid, yang dibenarkan oleh para ulama pendukung PPP di Sampang. Cara perampokan itu antara lain dengan memanipulasi hasil suara, dengan cara tidak memberikan Formulir CA-1 kepada saksi PPP. Dan cara itu, kata pemimpin Pondok Raudlatul Ulum Arrahmaniah itu, dipaksakan lagi dalam pemilu sekarang oleh Bupati Fadilah Budiono, pengganti Bagus Hinayana.

"Tapi, cara dalam Pemilu 1992 itu kini dilawan oleh para saksi dan massa PPP," ujar K.H. Chalid. Cara perlawanannya, seperti dikatakan Hasan Asyari, Sekretaris PPP Sampang, PPP menempatkan saksi dan saksi bayangan di setiap TPS Dan, para saksi diminta untuk memina Formulir CA-1. Ternyata, saksi bayangan lebih militan karena mereka diambil dari pondok pesantren.

Namun, menurut Bupati Fadillah Budiono, justru karena adanya saksi bayangan itu lalu muncul masalah "Saksi dari PPP dan Golkar ada, duduk, yang saksi bayangan itu yang enggak boleh masuk di TPS," tutur bupati yang mengaku tak berprasangka buruk bahwa ada pihak ketiga menyulut kerusuhan itu, "mungkin memang massa PPP di Sampang sebegitu."

Membandingkan suara hasil catatan DPC PPP Sampang dengan hasil perhitungan sementara pelaksana pemilu daerah Sampang memang aneh. Misalnya, menurut PPP, perolehan partai berlambang bintang itu untuk DPR sebesar 205.057 suara, sedangkan Golkar 81.873 dan PDI 1.645 suara. Menurut pelaksana pemilu, PPP hanya memperoleh 73.269 suara, Golkar membengkak 120.028 suara, dan PDI cuma 908.suara.

Namun, hal itu tidak aneh. Menurut Wakil Sekretaris PPP Sampang M. Djakfar kepada Surabaya Post edisi 1 Juni, ada contoh menarik. Di sebuah TPS di Kecamatan Sreseh, hasil penghitungan suara di tempat itu seperti ini: PPP 286 suara, Golkar 277, dan PDI 2. "Tapi, Komisaris Kecamatan K.H. Cholid meminta penghitungan suara di TPS tersebut diulang di kecamatan karena ia menduga ada kecurangan," kata Djakfar. Benar, disaksikan masyarakat, di kantor kecamatan, perolehan suara berubah: PPP 501 suara, Golkar hanya 76 suara, dan PDI memang benar cuma dua suara. Bagaimana jumlah keseluruhan surat suara bisa berbeda di TPS dan di kecamatan, tentunya sama anehnya dengan perolehan suara masing-masing kontestan yang berbeda pula.

Bila memang demikian, pencoblosan ulang itu memang penting.

Laporan Zed Abididn dan Abdul Manan (Sampang)

D&R, Edisi 970607-042/Hal. 72 Rubrik Laporan Utama

Comments

Popular posts from this blog

Metamorfosa Dua Badan Intelijen Inggris, MI5 dan MI6

Kronologis Penyerbuan Tomy Winata ke TEMPO