Antara Dita, PRD, dan Mega

SEHARI setelah Iko membacakan pledoinya, dua rekannya divonis di Surabaya. Dita Indah Sari akhirnya dihukum enam tahun dan Coen Husein Pontoh dihukum empat tahun. Masing-masing dua tahun lebih ringan daripada tuntutan.

Menurut hakim, Dita yang Ketua Pusat Perjuangan Buruh Indonesia dan Pontoh yang Ketua Serikat Tani Nasional telah memutarbalikkan fakta dan merongrong ideologi Pancasila dan haluan negara (Pasal 1 UU No.11/PNPS/1963 atau biasa dikenal dengan UU Antisubversi). Pentolan dua organisasi di bawah payung PRD itu langsung banding. Jaksa Septinus Aritonang tampak santai. "Saya cukup puas. Biarpun di bawah tuntutan, kan masih tiga perempatnya," katanya.

"Dosa" keduanya adalah menggalang demonstrasi empat ribu buruh di Surabaya. Mereka ditangkap pada Maret 1996, sekitar lima bulan sebelum PRD didirikan, 22 Juli. Tapi, setelah PRD digebuk karena dianggap bertanggung jawab dalam Kerusuhan 27 Juli, dalam persidangan, kegiatan Dita dan Pontoh dikaitkan dengan seluruh program PRD. Karena itu, pengacara mereka, Adnan Buyung Nasution, menganggap "keputusan itu mengada-ada".

Boleh saja Buyung kecewa terhadap anggapan tentang hubungan Dita, Pontoh, PRD, dan 27 Juli. Di pihak lain, anggapan itu justru mengakrabkan suporter dua sidang politik yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya hari itu, 22 April. Selain persidangan Dita dan Pontoh, tim majelis lain juga sedang mengadili gugatan PDI kubu Megawati terhadap kubu banteng Soerjadi. Dua sidang itu ibarat asam dan garam bertemu dalam cobek. Pengunjung tumpah-ruah dan saling dukung.

Sidang diwarnai beberapa atraksi. Sebelum mulai, pendukung Dita dan Pontoh, yang mengenakan atribut sama dengan pendukung di Jakarta, mengalungi mereka dengan rangkaian bunga. Lantas, Dita meminta izin memberi kalungan bunga lain kepada tim hakim. Majelis hakim yang diketuai Amrin Boer ternyata tidak menolak. Dita yang mengenakan baju putih juga sempat meneriakan yel-yel khas pendukung Mega: "Mega pasti menang!"

Ketika sidang usai, sesaat sebelum dilarikan dengan mobil tahanan, Pontoh berseru, "Hidup demokrasi! Hidup rakyat! Hidup Megawati!" Teriakan itu langsung disambut. Seorang pemuda juga berseru, "Hidup Megawati! Hidup Pancasila!" Tapi, saat itu juga anak muda itu dipukul oleh seseorang. Keributan pun terjadi, berbuntut penangkapan tiga pendukung Megawati yang akhirnya dilepaskan. Salah seorang pendukung Mega berkomentar, "Aneh! Yang dipukul justru yang ditangkap. Yang memukul tidak diapa-apakan." Barangkali dia lupa bahwa itu bukanlah yang pertama kalinya kalau yang menjadi korban malah ditangkap. Pemicu yang mengakibatkan persidangan politik setahun ini adalah penyerbuan banteng kubu Soerjadi terhadap PDI Megawati. Hasilnya...?

Laporan Abdul Manan dan Zed Abidin (Surabaya)

D&R, Edisi 970426-036/Hal. 26 Rubrik Peristiwa & Analisa

Comments

Popular posts from this blog

Metamorfosa Dua Badan Intelijen Inggris, MI5 dan MI6

Kronologis Penyerbuan Tomy Winata ke TEMPO