Teliti sebelum Membeli (Mobil Bekas)
Ada dugaan, banyak mobil curian ditawarkan lewat ruang pamer resmi. Dua kasus, di Jawa Barat dan Jawa Timur, mengindikasikan soal itu.
ADA sebuah iklan di radio tentang mobil butut yang mogok di jalanan sepi pada malam hari, ketika anjing melolong bersahutan. Pokoknya, iklan itu dibikin seram. Pemasang iklan itu, sebuah perusahaan penjual mobil bekas, menjanjikan hal seperti itu tak akan terjadi jika konsumen membeli dari tokonya. Tak jelas adakah iklan itu membawa laris. Yang pasti, diperlukan iklan
mobil butut yang dijamin halal, artinya bukan hasil curian.
Belakangan ini, polisi mensinyalir penjualan mobil curian di ruang pamer toko-toko resmi. Itu ketahuan dari pengaduan Haji Ahmad Afif pada akhir tahun lalu. Suatu hari, penduduk Ciawi, Bogor, Jawa Barat, itu kedatangan tamu yang mengaku baru membeli Corolla bekas Ahmad dari ruang pamer Cipta Karya di Jalan Batutulis, Jakarta. Sang tamu memperlihatkan surat-surat mobilnya, surat tanda nomor kendaraan (STNK) maupun Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BKPB), yang semuanya atas nama Ahmad Afif dan anaknya, Neneng Komariyah. Padahal, ayah dan anak itu tak pernah memiliki sedan bernomor F 1884 FT tersebut.
Ahmad lalu melapor ke kepolisian Bogor. Polisi pun mengusut kasus tersebut. Diketahui, toko mobil "tangan kedua" Cipta Karya membeli mobil tersebut dari Elis Ekawati. Lo, bagaimana mobil dengan nomor mesin dan rangka sama terdaftar atas nama Neneng Komariyah, lengkap dengan alamatnya di Ciawi, tapi dijual oleh nama lain? Tentu saja bisa, tapi pasti ada yang tak beres.
Benar, polisi mendapat keterangan dari penjual tunggal Toyota, yakni Toyota Astra, bahwa penjual tak pernah mengeluarkan faktur (nota bukti asal-muasal barang) untuk nomor mesin dan rangka yang tercantum di sana. Artinya, pertama kali mobil tersebut keluar dari Toyota Astra, faktur yang menyertainya bernomor lain, bukan seperti yang tercantum dalam faktur yang sekarang menyertai mobil tersebut. Sampai di sini, kesimpulan pun sudah 90 persen oke, Neng Elis menjual mobil dengan surat-surat, setidaknya fakturnya, bermasalah.
Segera, polisi pun menggerebek rumah Elis di daerah Cimanggu, Bogor. Ibu 30 tahun beranak satu itu sulit mengelak setelah polisi menemukan piranti ketok yang bisa dipakai untuk mengubah nomor rangka mesin mobil. Polisi juga menyita 11 lembar faktur penjualan. Kebetulan, semuanya bermerek Toyota. Ketika polisi kembali mengecek ke kantor pusat Astra di Jakarta, diketahuilah bahwa semua faktur di rumah Neng Elis itu palsu.
Ketika diperiksa, Elis mengaku telah delapan bulan jual-beli mobil. Ia membeli mobil dari seseorang dan menjualnya lagi kepada konsumen langsung maupun ke showroom sekitar Bogor. Harganya kira-kira sama dengan patokan di pasar. Untuk satu mobil, ia bisa mendapat dua juta hingga tiga juta rupiah dari lelaki berinisial WD, yang memasok kendaraan tersebut.
Namun, Elis menyangkal ia melakukan penipuan ataupun pemalsuan surat. Lo, lalu untuk apa faktur palsu dan peralatan untuk mengubah nomor mesin itu?
Pokoknya, katanya, yang dilakukannya sebatas jual-beli. Polisi kelihatan seperti percaya. Setidaknya, Eli tidak ditahan di kantor polisi. Ia cuma jadi tahanan kota. WD, yang warga Jakarta Selatan, diduga otak jaringan itu. Lelaki tersebut masih buron.
Di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur, sedang berlangsung sidang untuk kasus serupa. Terdakwanya, kebetulan, juga seorang ibu. Berbeda dengan Eli, Ratna Triastuti malah menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya, yang sudah pensiun, sakit kencing manis parah sehingga butuh biaya perawatan. Sang suami tampak rajin mengunjungi sidang istrinya yang tetap necis meski sudah jadi tahanan di penjara Sidoarjo sejak 26 November tahun lalu.
Sama seperti Eli, Ratna mengaku hanya menjualkan mobil, sebagai sampingan dari bisnis batu bara dan kontraktor yang ia jalankan. Sudah tujuh mobil berhasil ia jual. Ia mendapatkan mobil itu dari seseorang di Jakarta. Pria itu bernama Lahuri, yang menurut polisi memang tokoh jaringan pencurian mobil. Konon, Lahuri biasa mencuri di Jakarta; dan menjual mobil curian itu ke Surabaya.
Mirip pula dengan nasib Eli, Ratna terusut polisi lantaran pengaduan seorang konsumen. Soerjanto Widjaja melapor ke Polres Sidoarjo setelah membeli Kijang Wagon dari Ratna, tapi tak juga menerima BPKB-nya. Setelah diutak-atik, ternyata STNK mobil itu juga palsu. Ratna tidak sendirian dalam hal ini. Ia menjualkan mobil itu lewat perantara Tri Bakti Indrajaya. Dalam sidang, orang itu mengaku meminta bantuan seorang teman untuk mengubah STNK yang semula B (plat nomor Jakarta) menjadi L (Surabaya). Ratna kini didakwa melakukan pemalsuan. Hukuman maksimumnya 15 tahun. Nah, barangkali yang ini tak enak kedengarannya. Ada pepatah yang menyatakan bahwa di belakang pria besar, ada wanita yang lebih besar. Kali ini, di belakang wanita pemalsu, ada pria pencuri.
Laporan Abdul Manan (Surabaya) dan Tiarma Siboro
D&R, Edisi 970329-032/Hal. 94 Rubrik Kriminalitas
ADA sebuah iklan di radio tentang mobil butut yang mogok di jalanan sepi pada malam hari, ketika anjing melolong bersahutan. Pokoknya, iklan itu dibikin seram. Pemasang iklan itu, sebuah perusahaan penjual mobil bekas, menjanjikan hal seperti itu tak akan terjadi jika konsumen membeli dari tokonya. Tak jelas adakah iklan itu membawa laris. Yang pasti, diperlukan iklan
mobil butut yang dijamin halal, artinya bukan hasil curian.
Belakangan ini, polisi mensinyalir penjualan mobil curian di ruang pamer toko-toko resmi. Itu ketahuan dari pengaduan Haji Ahmad Afif pada akhir tahun lalu. Suatu hari, penduduk Ciawi, Bogor, Jawa Barat, itu kedatangan tamu yang mengaku baru membeli Corolla bekas Ahmad dari ruang pamer Cipta Karya di Jalan Batutulis, Jakarta. Sang tamu memperlihatkan surat-surat mobilnya, surat tanda nomor kendaraan (STNK) maupun Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BKPB), yang semuanya atas nama Ahmad Afif dan anaknya, Neneng Komariyah. Padahal, ayah dan anak itu tak pernah memiliki sedan bernomor F 1884 FT tersebut.
Ahmad lalu melapor ke kepolisian Bogor. Polisi pun mengusut kasus tersebut. Diketahui, toko mobil "tangan kedua" Cipta Karya membeli mobil tersebut dari Elis Ekawati. Lo, bagaimana mobil dengan nomor mesin dan rangka sama terdaftar atas nama Neneng Komariyah, lengkap dengan alamatnya di Ciawi, tapi dijual oleh nama lain? Tentu saja bisa, tapi pasti ada yang tak beres.
Benar, polisi mendapat keterangan dari penjual tunggal Toyota, yakni Toyota Astra, bahwa penjual tak pernah mengeluarkan faktur (nota bukti asal-muasal barang) untuk nomor mesin dan rangka yang tercantum di sana. Artinya, pertama kali mobil tersebut keluar dari Toyota Astra, faktur yang menyertainya bernomor lain, bukan seperti yang tercantum dalam faktur yang sekarang menyertai mobil tersebut. Sampai di sini, kesimpulan pun sudah 90 persen oke, Neng Elis menjual mobil dengan surat-surat, setidaknya fakturnya, bermasalah.
Segera, polisi pun menggerebek rumah Elis di daerah Cimanggu, Bogor. Ibu 30 tahun beranak satu itu sulit mengelak setelah polisi menemukan piranti ketok yang bisa dipakai untuk mengubah nomor rangka mesin mobil. Polisi juga menyita 11 lembar faktur penjualan. Kebetulan, semuanya bermerek Toyota. Ketika polisi kembali mengecek ke kantor pusat Astra di Jakarta, diketahuilah bahwa semua faktur di rumah Neng Elis itu palsu.
Ketika diperiksa, Elis mengaku telah delapan bulan jual-beli mobil. Ia membeli mobil dari seseorang dan menjualnya lagi kepada konsumen langsung maupun ke showroom sekitar Bogor. Harganya kira-kira sama dengan patokan di pasar. Untuk satu mobil, ia bisa mendapat dua juta hingga tiga juta rupiah dari lelaki berinisial WD, yang memasok kendaraan tersebut.
Namun, Elis menyangkal ia melakukan penipuan ataupun pemalsuan surat. Lo, lalu untuk apa faktur palsu dan peralatan untuk mengubah nomor mesin itu?
Pokoknya, katanya, yang dilakukannya sebatas jual-beli. Polisi kelihatan seperti percaya. Setidaknya, Eli tidak ditahan di kantor polisi. Ia cuma jadi tahanan kota. WD, yang warga Jakarta Selatan, diduga otak jaringan itu. Lelaki tersebut masih buron.
Di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur, sedang berlangsung sidang untuk kasus serupa. Terdakwanya, kebetulan, juga seorang ibu. Berbeda dengan Eli, Ratna Triastuti malah menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya, yang sudah pensiun, sakit kencing manis parah sehingga butuh biaya perawatan. Sang suami tampak rajin mengunjungi sidang istrinya yang tetap necis meski sudah jadi tahanan di penjara Sidoarjo sejak 26 November tahun lalu.
Sama seperti Eli, Ratna mengaku hanya menjualkan mobil, sebagai sampingan dari bisnis batu bara dan kontraktor yang ia jalankan. Sudah tujuh mobil berhasil ia jual. Ia mendapatkan mobil itu dari seseorang di Jakarta. Pria itu bernama Lahuri, yang menurut polisi memang tokoh jaringan pencurian mobil. Konon, Lahuri biasa mencuri di Jakarta; dan menjual mobil curian itu ke Surabaya.
Mirip pula dengan nasib Eli, Ratna terusut polisi lantaran pengaduan seorang konsumen. Soerjanto Widjaja melapor ke Polres Sidoarjo setelah membeli Kijang Wagon dari Ratna, tapi tak juga menerima BPKB-nya. Setelah diutak-atik, ternyata STNK mobil itu juga palsu. Ratna tidak sendirian dalam hal ini. Ia menjualkan mobil itu lewat perantara Tri Bakti Indrajaya. Dalam sidang, orang itu mengaku meminta bantuan seorang teman untuk mengubah STNK yang semula B (plat nomor Jakarta) menjadi L (Surabaya). Ratna kini didakwa melakukan pemalsuan. Hukuman maksimumnya 15 tahun. Nah, barangkali yang ini tak enak kedengarannya. Ada pepatah yang menyatakan bahwa di belakang pria besar, ada wanita yang lebih besar. Kali ini, di belakang wanita pemalsu, ada pria pencuri.
Laporan Abdul Manan (Surabaya) dan Tiarma Siboro
D&R, Edisi 970329-032/Hal. 94 Rubrik Kriminalitas
Comments
WWW.MOBILMOTORMALL.COM - Jual Beli Mobil Motor - Bursa Iklan Mobil Motor - Info Mobil Motor