Lewat Litsus, Menyapu Caleg
Sebanyak 168 caleg PPP dari Jateng dan Jatim dinyatakan belum mendapat Surat keterangan bebas G30S/PKI. Untuk membersihkan calon-calon vokal?
KEBANGGAAN H. Sofyan Lutfi, sejak namanya terdaftar dalam daftar calon anggota legislatif (caleg) untuk DPRD II Pasuruan, pudar sudah. Hingga batas akhir penyelesaian proses penelitian khusus (litsus), akhir Oktober lalu, belum juga ia dinyatakan lolos saringan yang ketat itu. Penyebabnya adalah karena formulir BB2--salah satu dari 6 formulir yang dipersyaratkan, dan berisi data pendidikan caleg--belum juga ditandatangani Walikota Pasuruan, tanpa alasan yang jelas.
Padahal, Sofyan Lutfi bukan sembarang tokoh. Karena itu, terhambatnya Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) cabang Kodya Lamongan itu mengherankan Lajnah Pemenangan dan Pembelaan Pemilu (LP3) Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PPP Jawa Timur. "Itu aneh. Dia kan sebelumnya juga anggota DPRD di situ," kata Fatchurrahman, Ketua LP3 PPP Jatim.
Tak hanya Sofyan Lutfi yang terganjal jalannya sebagai wakil rakyat di Jatim. Dalam rapat koordinasi LP3 PPP se-Jatim, Sabtu, 9 November 1996, terungkap ada 118 caleg tingkat II yang belum mendapatkan Surat Keterangan Tidak Terlibat (SKTT) G30S/PKI dari kepolisian. Alasannya, antara lain seperti yang dialami Sofyan di atas, ada yang tidak lolos litsus, dan karena persoalan teknis, seperti belum menyerahkan foto dan membubuhkan cap jempol.
Yang terbanyak--dan bikin kesal LP3 PPP Jatim--adalah datang dari PPP cabang Ponorogo. Dari 71 caleg yang diajukan, tak satu pun yang berhasil mengantungi SKTT. "Padahal, jika SKTT tidak keluar, caleg tersebut bakal tergusur dari daftar caleg sementara yang akan diterbitkan tanggal 1 Januari 1997. Jadi, waktunya sudah sangat mendesak," ujar Fatchurrahman.
Nasib serupa Sofyan juga menimpa beberapa caleg dari Jawa Tengah. K.H. Moh. Abdul Aziz Ashuri dan K.H. Umar Kholil adalah dua orang ulama yang belum lolos litsus, meski hingga kini mereka masih duduk sebagai anggota dewan. "Hingga kini, masih ada 50 caleg dari 13 kabupaten yang belum menerima SKTT," kata H. Djuhad Mahdja, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Jateng yang segera melaporkan kejadian itu ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP.
Banyaknya caleg yang tak mendapat SKTT dalam pencalonan kali itu mengherankan DPP PPP. "Aneh karena mereka kan sudah melalui berbagai penyeleksian dari PPP. Tak diberikannya SKTT kan juga berarti caleg itu dianggap terlibat G30S/PKI, padahal banyak yang kiai haji," ujar Ali Hardi Kiai demak, salah seorang Ketua DPP PPP pada Gita F. Lingga dari D&R. Padahal, caleg-caleg itu sudah memenuhi semua kriteria PPP--berakhlak baik, loyal pada partai, berdedikasi tinggi, dan bisa bekerja lama dengan semua pihak--dan syraat yang tercantum dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 15/1969. UU itu antara lain mengharuskan calon bependidikan serendah-rendahnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang berpengetahuan sederajat, dan berpengalaman di bidang kemasyarakatan atau kenegaraan.
Saking jengkelnya, Ketua Umum DPP PPP, Ismail Hasan Metareum, menyebut litsus itu sebagai kepanjangan dari "mempersulit secara khusus". Mereka segera mengirim surat protes kepada Panglima ABRI, Jenderal Feisal Tandjung, dan Badan Koordinasi Stabilisasi Nasional Daerah (Bakorstanasda). Menurut Ali Hardi, pangab langsung berjanji akan melakukan penyeleksian ulang dan memonitor pengujian litsus. Namun, hingga kini, nasib caleg-caleg tingkat II di Jateng dan Jatim masih terkatung-katung.
Bagi DPP, alasan tidak meloloskan para caleg itu dianggap terlalu mengada-ada. Anggapan bahwa litsus itu dipakai untuk membersihkan para caleg PPP yang kritis agar partai tersebut menjadi melempem pun menyebar. Contohnya memang ada. K.H. Moh. Abdul Aziz Ashuri, Kepala Sekolah Sanawiyah Assalam Kabupaten Magelang itu dikenal sebagai orang yang baik. Namun, gagalnya kiai lulusan Pondok Pesantren Gontor tersebut menjadi wakil rakyat tanpa pemberitahuan yang jelas itu diduga, karena selama menjadi anggota dewan, ia dinilai cukup vokal.
Namun, berita itu dibantah Ketua Bakorstanasda Jateng dan DIY, Mayjen Subagyo H.S. "Litsus itu ada kriterianya. Jadi, tidak berkaitan dengan kevokalan. Kalau mereka tidak terlibat dan tidak terpengaruh, mestinya lulus," ujar Mayjen Subagyo yang juga Pangdam Diponegoro itu.
Seberapa susahnya litsus kali ini? Menurut Hussein Umar, mantan aktivis '66 yang sudah lolos litsus, materi pertanyaan sebenarnya hampir sama dengan litsus 5 tahun lulu, "Tapi, kalau tidak teliti dalam membaca dan menjawab, bisa-bisa terjebak karena pertanyaannya yang menjebak," ujarnya pada Rachmat H. Cahyono dari D&R.
Hal itu seperti yang dialami seorang caleg dari Kabupaten Lamongan. Ketika ditanya apakah ia setuju Indonesia sebagai negara Islam, si caleg menjawab "Saya setuju, jika mayoritas bangsa Indonesia menyetujuinya". Dan, karena itu, ia tak lolos litsus. Atau, menurut Kaditsospol Jatim, Soerjadi Setiawan, ada yang menjawab bahwa lebih senang bila Pancasila dihapuskan.
Tapi, itu hanya terjadi pada sebagian caleg yang tak lulus. Caleg lainnya ada yang tak lolos karena alasan yang lebih sepele, misalnya, hanya mempunyai ijazah dari pesantren, bukan dari SLTP. "Padahal, Kaditsospol Jatim sendiri sudah mengatakan bahwa ijazah SLTP bukan syarat mutlak," kata Fatchurrahman. Ada beberapa kiai PPP yang terganjal gara-gara persyaratan tersebut, meskipun sebenarnya dalam UU Pemilu sudah diisyaratkan bahwa caleg tidak hanya yang berijazah SLTP, tetapi juga yang sudah berpengalaman di bidang kemasyarakatan atau kenegaraan.
Yang lebih konyol lagi, ada calon yang tak lolos gara-gara data yang tak akurat. Dua caleg dari Jatim, contohnya, digugurkan karena dianggap terlibat dalam Komando Jihad. "Memang benar sejak tahun 1977-1983 saya pernah ditahan karena dituduh terlibat Komando Jihad. Tapi, tuduhan itu fiktif dan direkayasa karena tak ada saksi lain, selain terdakwa Komando Jihad," ujar Umar Hasan, caleg PPP untuk DPRD I Jatim. Walau tak lolos, mantan Ketua Pemuda Islam Indonesia itu tak kecewa. Dai kondang itu bisa mencurahkan lebih banyak waktunya untuk kegiatan dakwah.
Rekannya, Masyudi Ridwan, mengalami nasib lebih sial. Calon jadi nomor sembilan untuk DPRD II Lamongan itu dituduh terlibat Komando Jihad yang tak pernah terbukti. Menurut mantan Ketua Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IPM) itu, ia sedang berada di Jakarta tahun 1977 untuk mengikuti kegiatan IPM. Ketika tahu dicari polisi, ia sengaja pulang. Tapi, ia malah ditahan selama 20 hari di Corps Polisi Militer Lamongan. Masyudi dibebaskan dengan jaminan ayahnya dan mendapat surat keterangan tidak terlibat Komando Jihad dari Komandan Distrik Militer Lamongan.
Sayangnya, surat itu diminta Komandan Rayon Militer Pacitan, dan sampai kini, tak pernah dikembalikan padanya. "Karena itu, saya heran mengapa saya dikait-kaitkan dengan perkara yang tidak jelas itu," ujarnya.
Namun, ternyata putusan tak lolos litsus itu pun bukan harga mati. Entah, karena berita banyaknya caleg tak lolos litsus itu dikhawatirkan bisa menyuburkan anggapan bahwa terjadi pembersihan di tubuh PPP, atau memang data yang dipakai kurang akurat, organ litsus kemudian bersedia meninjau putusannya. Berkat lobi yang dilakukan Fatchurrahman pada organ litsus, umpamanya, dari 14 caleg yang tak lolos litsus di Kabupaten Lamongan, kini tinggal 4 orang saja yang masih tertinggal. Saat ini, di seluruh Jatim, menurut Kahumas Bakorstanasda Jatim Letkol Subagio caleg PPP yang masih belum memunuhi syarat tinggal sekitar 30 orang.
DPP maupun DPW PPP di Jateng dan Jatim dengan tegas menyatakan akan terus berupaya untuk memperjuangkan caleg-calegnya untuk masuk ke gedung wakil rakyat. Kalau tak lolos juga? Seorang caleg asal Boyolali siap mengadukan nasibnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. "Pengaduan itu bersifat pribadi karena keputusan tersebut telah menyudutkan, dan menghilangkan hak saya sebagai calon wakil rakyat dari PPP Boyolali," ujar dia.
LN Idayanie, Abdul Manan, dan Zed Abidien
D&R, Edisi 961116-014/Hal. 62 Rubrik Peristiwa & Analisa
KEBANGGAAN H. Sofyan Lutfi, sejak namanya terdaftar dalam daftar calon anggota legislatif (caleg) untuk DPRD II Pasuruan, pudar sudah. Hingga batas akhir penyelesaian proses penelitian khusus (litsus), akhir Oktober lalu, belum juga ia dinyatakan lolos saringan yang ketat itu. Penyebabnya adalah karena formulir BB2--salah satu dari 6 formulir yang dipersyaratkan, dan berisi data pendidikan caleg--belum juga ditandatangani Walikota Pasuruan, tanpa alasan yang jelas.
Padahal, Sofyan Lutfi bukan sembarang tokoh. Karena itu, terhambatnya Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) cabang Kodya Lamongan itu mengherankan Lajnah Pemenangan dan Pembelaan Pemilu (LP3) Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PPP Jawa Timur. "Itu aneh. Dia kan sebelumnya juga anggota DPRD di situ," kata Fatchurrahman, Ketua LP3 PPP Jatim.
Tak hanya Sofyan Lutfi yang terganjal jalannya sebagai wakil rakyat di Jatim. Dalam rapat koordinasi LP3 PPP se-Jatim, Sabtu, 9 November 1996, terungkap ada 118 caleg tingkat II yang belum mendapatkan Surat Keterangan Tidak Terlibat (SKTT) G30S/PKI dari kepolisian. Alasannya, antara lain seperti yang dialami Sofyan di atas, ada yang tidak lolos litsus, dan karena persoalan teknis, seperti belum menyerahkan foto dan membubuhkan cap jempol.
Yang terbanyak--dan bikin kesal LP3 PPP Jatim--adalah datang dari PPP cabang Ponorogo. Dari 71 caleg yang diajukan, tak satu pun yang berhasil mengantungi SKTT. "Padahal, jika SKTT tidak keluar, caleg tersebut bakal tergusur dari daftar caleg sementara yang akan diterbitkan tanggal 1 Januari 1997. Jadi, waktunya sudah sangat mendesak," ujar Fatchurrahman.
Nasib serupa Sofyan juga menimpa beberapa caleg dari Jawa Tengah. K.H. Moh. Abdul Aziz Ashuri dan K.H. Umar Kholil adalah dua orang ulama yang belum lolos litsus, meski hingga kini mereka masih duduk sebagai anggota dewan. "Hingga kini, masih ada 50 caleg dari 13 kabupaten yang belum menerima SKTT," kata H. Djuhad Mahdja, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Jateng yang segera melaporkan kejadian itu ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP.
Banyaknya caleg yang tak mendapat SKTT dalam pencalonan kali itu mengherankan DPP PPP. "Aneh karena mereka kan sudah melalui berbagai penyeleksian dari PPP. Tak diberikannya SKTT kan juga berarti caleg itu dianggap terlibat G30S/PKI, padahal banyak yang kiai haji," ujar Ali Hardi Kiai demak, salah seorang Ketua DPP PPP pada Gita F. Lingga dari D&R. Padahal, caleg-caleg itu sudah memenuhi semua kriteria PPP--berakhlak baik, loyal pada partai, berdedikasi tinggi, dan bisa bekerja lama dengan semua pihak--dan syraat yang tercantum dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 15/1969. UU itu antara lain mengharuskan calon bependidikan serendah-rendahnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang berpengetahuan sederajat, dan berpengalaman di bidang kemasyarakatan atau kenegaraan.
Saking jengkelnya, Ketua Umum DPP PPP, Ismail Hasan Metareum, menyebut litsus itu sebagai kepanjangan dari "mempersulit secara khusus". Mereka segera mengirim surat protes kepada Panglima ABRI, Jenderal Feisal Tandjung, dan Badan Koordinasi Stabilisasi Nasional Daerah (Bakorstanasda). Menurut Ali Hardi, pangab langsung berjanji akan melakukan penyeleksian ulang dan memonitor pengujian litsus. Namun, hingga kini, nasib caleg-caleg tingkat II di Jateng dan Jatim masih terkatung-katung.
Bagi DPP, alasan tidak meloloskan para caleg itu dianggap terlalu mengada-ada. Anggapan bahwa litsus itu dipakai untuk membersihkan para caleg PPP yang kritis agar partai tersebut menjadi melempem pun menyebar. Contohnya memang ada. K.H. Moh. Abdul Aziz Ashuri, Kepala Sekolah Sanawiyah Assalam Kabupaten Magelang itu dikenal sebagai orang yang baik. Namun, gagalnya kiai lulusan Pondok Pesantren Gontor tersebut menjadi wakil rakyat tanpa pemberitahuan yang jelas itu diduga, karena selama menjadi anggota dewan, ia dinilai cukup vokal.
Namun, berita itu dibantah Ketua Bakorstanasda Jateng dan DIY, Mayjen Subagyo H.S. "Litsus itu ada kriterianya. Jadi, tidak berkaitan dengan kevokalan. Kalau mereka tidak terlibat dan tidak terpengaruh, mestinya lulus," ujar Mayjen Subagyo yang juga Pangdam Diponegoro itu.
Seberapa susahnya litsus kali ini? Menurut Hussein Umar, mantan aktivis '66 yang sudah lolos litsus, materi pertanyaan sebenarnya hampir sama dengan litsus 5 tahun lulu, "Tapi, kalau tidak teliti dalam membaca dan menjawab, bisa-bisa terjebak karena pertanyaannya yang menjebak," ujarnya pada Rachmat H. Cahyono dari D&R.
Hal itu seperti yang dialami seorang caleg dari Kabupaten Lamongan. Ketika ditanya apakah ia setuju Indonesia sebagai negara Islam, si caleg menjawab "Saya setuju, jika mayoritas bangsa Indonesia menyetujuinya". Dan, karena itu, ia tak lolos litsus. Atau, menurut Kaditsospol Jatim, Soerjadi Setiawan, ada yang menjawab bahwa lebih senang bila Pancasila dihapuskan.
Tapi, itu hanya terjadi pada sebagian caleg yang tak lulus. Caleg lainnya ada yang tak lolos karena alasan yang lebih sepele, misalnya, hanya mempunyai ijazah dari pesantren, bukan dari SLTP. "Padahal, Kaditsospol Jatim sendiri sudah mengatakan bahwa ijazah SLTP bukan syarat mutlak," kata Fatchurrahman. Ada beberapa kiai PPP yang terganjal gara-gara persyaratan tersebut, meskipun sebenarnya dalam UU Pemilu sudah diisyaratkan bahwa caleg tidak hanya yang berijazah SLTP, tetapi juga yang sudah berpengalaman di bidang kemasyarakatan atau kenegaraan.
Yang lebih konyol lagi, ada calon yang tak lolos gara-gara data yang tak akurat. Dua caleg dari Jatim, contohnya, digugurkan karena dianggap terlibat dalam Komando Jihad. "Memang benar sejak tahun 1977-1983 saya pernah ditahan karena dituduh terlibat Komando Jihad. Tapi, tuduhan itu fiktif dan direkayasa karena tak ada saksi lain, selain terdakwa Komando Jihad," ujar Umar Hasan, caleg PPP untuk DPRD I Jatim. Walau tak lolos, mantan Ketua Pemuda Islam Indonesia itu tak kecewa. Dai kondang itu bisa mencurahkan lebih banyak waktunya untuk kegiatan dakwah.
Rekannya, Masyudi Ridwan, mengalami nasib lebih sial. Calon jadi nomor sembilan untuk DPRD II Lamongan itu dituduh terlibat Komando Jihad yang tak pernah terbukti. Menurut mantan Ketua Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IPM) itu, ia sedang berada di Jakarta tahun 1977 untuk mengikuti kegiatan IPM. Ketika tahu dicari polisi, ia sengaja pulang. Tapi, ia malah ditahan selama 20 hari di Corps Polisi Militer Lamongan. Masyudi dibebaskan dengan jaminan ayahnya dan mendapat surat keterangan tidak terlibat Komando Jihad dari Komandan Distrik Militer Lamongan.
Sayangnya, surat itu diminta Komandan Rayon Militer Pacitan, dan sampai kini, tak pernah dikembalikan padanya. "Karena itu, saya heran mengapa saya dikait-kaitkan dengan perkara yang tidak jelas itu," ujarnya.
Namun, ternyata putusan tak lolos litsus itu pun bukan harga mati. Entah, karena berita banyaknya caleg tak lolos litsus itu dikhawatirkan bisa menyuburkan anggapan bahwa terjadi pembersihan di tubuh PPP, atau memang data yang dipakai kurang akurat, organ litsus kemudian bersedia meninjau putusannya. Berkat lobi yang dilakukan Fatchurrahman pada organ litsus, umpamanya, dari 14 caleg yang tak lolos litsus di Kabupaten Lamongan, kini tinggal 4 orang saja yang masih tertinggal. Saat ini, di seluruh Jatim, menurut Kahumas Bakorstanasda Jatim Letkol Subagio caleg PPP yang masih belum memunuhi syarat tinggal sekitar 30 orang.
DPP maupun DPW PPP di Jateng dan Jatim dengan tegas menyatakan akan terus berupaya untuk memperjuangkan caleg-calegnya untuk masuk ke gedung wakil rakyat. Kalau tak lolos juga? Seorang caleg asal Boyolali siap mengadukan nasibnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. "Pengaduan itu bersifat pribadi karena keputusan tersebut telah menyudutkan, dan menghilangkan hak saya sebagai calon wakil rakyat dari PPP Boyolali," ujar dia.
LN Idayanie, Abdul Manan, dan Zed Abidien
D&R, Edisi 961116-014/Hal. 62 Rubrik Peristiwa & Analisa
Comments