Menunggu Observasi Jiwa Arthur
MICHAEL Arthur Hityahubessy menjalani kehidupan layaknya orang normal. "Kerja saya sekarang mengkoordinasi tempat parkir di kawasan ini," kata Arthur, saat ditemui D&R di depan ruang pamer motor Yamaha di Jalan Basuki Rachmat, Malang, Jawa Timur. Padahal, status mantan petinju nasional tersebut saat ini adalah tahanan Kejaksaan Negeri Malang. Perkaranya di PN Malang juga belum tuntas.
Tak hanya itu, perkara yang menyeret Arthur ke meja hijau tergolong perkara berat: membunuh anaknya sendiri, Dewinta Nurmalasari, dua setengah tahun. Peristiwa nahas itu terjadi medio Agustus 1995 lalu. Kala itu, bagaikan kerasukan setan, Arthur memukuli kepala anaknya dengan lonjoran besi. Akibatnya, Dewi tewas seketika.
Setelah melakukan aksi brutalnya, Arthur mencoba melarikan diri. Untunglah, sejumlah warga dan petugas Polresta Malang berhasil membekuknya. Tak lama kemudian, ia diadili di PN Malang. Dalam proses persidangan, pengacaranya, Budi Kusumaningatik, mengajukan penetapan agar Arthur diobservasi untuk mengetahui kondisi kejiwaannya. Menurut Budi, ketika ditahan LP Lowokwaru, penyakit kliennya sering kumat. Malah, pernah dalam 1 hari, Arthur mengalami kejang sampai 8 kali.
Permohonan Budi itu ternyata dikabulkan hakim. Maka, Arthur pun dikirim ke RS Jiwa Sumber Porong, Lawang, untuk diobservasi. Tapi, selama dirawat di rumah sakit, Arthur berkali-kali melarikan diri. "Tapi, biasanya, ia selalu kembali lagi," kata Direktur RS Jiwa Lawang, Dokter Pandu Setiawan. Terakhir, awal Juni lalu, Arthur kembali kabur dan belum kembali sampai sekarang. "Terus terang, kami tidak mampu mengawasinya. Karena itu, kami minta bantuan kejaksaan," kata Pandu.
Kaburnya Arthur sebenarnya tak jauh-jauh. Ia juga gampang ditemui di tempat mangkalnya, di depan ruang pamer tadi. "Masak, saya dikumpulin sama orang stres? Nanti, malah ikut-ikutan stres," kata Arthur sambil tertawa, ketika ditanya soal seringnya ia kabur dari rumah sakit. Lalu, bagaimana soal pembunuhan yang dilakukannya? "Aku sendiri heran, kok, bisa. Padahal, aku sendiri sayang setengah mati sama anakku itu," kata Arthur. Ketika peristiwa itu terjadi, menurut Arthur, ia tidak ingat apa-apa. Biasanya, bila penyakitnya kumat, ia sampai lupa diri dan baru sadar kembali setelah pingsan. "Kata dokter, penyakit itu akibat seringnya kepalaku mengalami benturan, semasa aktif bertinju," kata Arthur lagi.
Sampai saat ini, Arthur belum pernah lagi mendapat panggilan sidang dari pengadilan. Jaksa sendiri belum membuat tuntutan terhadap Arthur. Yang jelas, menurut Jaksa Azhar, pihaknya tak akan terpengaruh hasil observasi tim dokter rumah sakit jiwa. "Tapi, perbuatannya bisa dipertanggungjawabkan seacara hukum atau tidak," kata Azhar, diplomatis.
Laporan Abdul Manan (Surabaya)
D&R, Edisi 961012-009/Hal. 33 Rubrik Hukum
Tak hanya itu, perkara yang menyeret Arthur ke meja hijau tergolong perkara berat: membunuh anaknya sendiri, Dewinta Nurmalasari, dua setengah tahun. Peristiwa nahas itu terjadi medio Agustus 1995 lalu. Kala itu, bagaikan kerasukan setan, Arthur memukuli kepala anaknya dengan lonjoran besi. Akibatnya, Dewi tewas seketika.
Setelah melakukan aksi brutalnya, Arthur mencoba melarikan diri. Untunglah, sejumlah warga dan petugas Polresta Malang berhasil membekuknya. Tak lama kemudian, ia diadili di PN Malang. Dalam proses persidangan, pengacaranya, Budi Kusumaningatik, mengajukan penetapan agar Arthur diobservasi untuk mengetahui kondisi kejiwaannya. Menurut Budi, ketika ditahan LP Lowokwaru, penyakit kliennya sering kumat. Malah, pernah dalam 1 hari, Arthur mengalami kejang sampai 8 kali.
Permohonan Budi itu ternyata dikabulkan hakim. Maka, Arthur pun dikirim ke RS Jiwa Sumber Porong, Lawang, untuk diobservasi. Tapi, selama dirawat di rumah sakit, Arthur berkali-kali melarikan diri. "Tapi, biasanya, ia selalu kembali lagi," kata Direktur RS Jiwa Lawang, Dokter Pandu Setiawan. Terakhir, awal Juni lalu, Arthur kembali kabur dan belum kembali sampai sekarang. "Terus terang, kami tidak mampu mengawasinya. Karena itu, kami minta bantuan kejaksaan," kata Pandu.
Kaburnya Arthur sebenarnya tak jauh-jauh. Ia juga gampang ditemui di tempat mangkalnya, di depan ruang pamer tadi. "Masak, saya dikumpulin sama orang stres? Nanti, malah ikut-ikutan stres," kata Arthur sambil tertawa, ketika ditanya soal seringnya ia kabur dari rumah sakit. Lalu, bagaimana soal pembunuhan yang dilakukannya? "Aku sendiri heran, kok, bisa. Padahal, aku sendiri sayang setengah mati sama anakku itu," kata Arthur. Ketika peristiwa itu terjadi, menurut Arthur, ia tidak ingat apa-apa. Biasanya, bila penyakitnya kumat, ia sampai lupa diri dan baru sadar kembali setelah pingsan. "Kata dokter, penyakit itu akibat seringnya kepalaku mengalami benturan, semasa aktif bertinju," kata Arthur lagi.
Sampai saat ini, Arthur belum pernah lagi mendapat panggilan sidang dari pengadilan. Jaksa sendiri belum membuat tuntutan terhadap Arthur. Yang jelas, menurut Jaksa Azhar, pihaknya tak akan terpengaruh hasil observasi tim dokter rumah sakit jiwa. "Tapi, perbuatannya bisa dipertanggungjawabkan seacara hukum atau tidak," kata Azhar, diplomatis.
Laporan Abdul Manan (Surabaya)
D&R, Edisi 961012-009/Hal. 33 Rubrik Hukum
Comments